SEBELUM diundang lewat WA oleh Iin Valentine (anak Teater Kalangan yang aktif juga di Balebengong.id), saya sebenarnya sudah diundang secara khusus oleh Rai alias L Taji untuk hadir dalam acara Anugerah Jurnalisme Warga (AJW) di Taman Baca Kesiman (TBK), Denpasar, Minggu 11 November 2018 malam.
Rai, dengan semangat setinggi Gunung Agung, berupaya mempengaruhi saya agar datang pada acara AJW malam itu. Ia memberitahu saya tentang hasil liputan dan dokumentasi jalur lahar dingin Gunung Agung sebagai bagaian dan pelajaran terhadap mitigasi bencana, baik yang dimasak untuk film pendek, maupun yang ditulis di Balebengong.id, atau yang ditulis secara lebih panjang di I Ni timpal kopi, sebuah zine yang ia kelola sendiri.
(Zineadalah singkatan dari fanzine atau magazine, adalah sebuah media cetak alternatif yang biasanya diterbitkan secara personal atau kelompok kecil dan direproduksi dengan cara fotokopi. – Wikipedia)
Kata Rai, zine edisi lengkap investasi jalur lahar itu dicetak terbatas. Hanya dicetak 5 eksemplar. Dan satu eksemplar secara khusus ia akan persembahkan saya. “Jadi saya harap Bli menonton video saya dan membaca zine edisi lengkap itu,” katanya.
Maka saya datang malam itu. Bukan semata karena undangan Iin, atau dipengaruhi undangan Rai, melainkan karena saya memang sejak awal sudah punya rencana datang. Ini sebagai komitmen saya untuk ikut merayakan jurnalisme warga yang dikembangkan Balebengong.id sejak awal di Bali.
Begitu sampai di AJW saya langsung mencari Rai. Diam-diam saya sesungguhnya ingin membaca zine yang ia janjikan. Dan saya bertemu di halaman belakang yang luas, saya dapat zine, berfoto, unggah di facebook, lalu saya melanjutkan minum kopi. Rai melanjutkan minum bir di sudut agak gelap. Setelah itu saya larut dalam obrolan kangin-kauh dengan sejumlah teman yang sebagian besar anak-anak muda.
Hanya ada beberapa orang tua dalam acara itu. Selain saya, tentu ada Gung Alit, aktivis Bali Tolak Reklamasi sekaligus pemilik TBK. Sebagai orang tua, saya sesungguhnya malu berada di antara mereka, di antara anak-anak muda yang penuh semangat dan punya cara sendiri dalam bergaul dan mengelola informasi, baik di dunia maya maupun di dunia nyata.
Informasi yang dikelola Rai tentang jalur lahar dingin Gunung Agung untuk merangkum upaya mitigasi bencana dari pengelolaan informasi membuktikan bahwa banyak anak muda sebenarnya sudah tak hirau lagi dengan informasi yang dikelola media arus utama. Mereka punya cara sendiri mencari informasi, mengelola dan menyebarkannya sebagai bagian dari pelurusan informasi-informasi yang simpang-siur di media sosial.
Satu ciri jurnalisme warga, menurut saya, adalah informasi yang dicari atas keingintahuan personal penulisnya, lepas dari agenda setting dan uses & gratifications theory sebagaimana kerap diterapkan media-media besar. Ia dikelola secara personal untuk memenuhi kepuasan personal, lalu disebarkan secara mandiri agar teman-temannya tahu apa saja yang dia dapatkan, apa saja yang sudah memuaskan dirinya dalam pencarian informasi. Ia adalah reporter, redaktur, sekaligus pimpinan redaksi.
Pada zine I Ni timpal kopi edisi XXXIII dengan headline “Erupsi Informasi” yang secara khusus memuat hasil liputan Rai di jalur lahar dingin Gunung Agung, tampak jelas bagaimana Rai bersama teman-temannya mengejar informasi seperti seorang petualang untuk keasyikan sendiri, tanpa diembel-embeli target besar. Ia bertemu orang-orang (narasumber) yang dengan sukarela memenuhi keingintahuan Rai – narasumber yang bercerita apa adanya dan terkesan jauh dari keinginan untuk menjadi tokoh yang biasa masuk koran, kecuali keinginan biasa untuk membagi cerita dan syukur-syukur juga membagi pengetahuan.
“Apa yang bisa melawan berita bohong (hoaks) dan penyebar kebencian? Salah satunya memproduksi dan menyebarkan konten-konten yang lebih berguna untuk orang banyak dan diri sendiri”.
Itu pembukaan rilis yang disampaikan tim Balebengong kepada tatkala.co. Dan apa yang dilakukan Rai alias L Taji itu adalah salah satu dari upaya memproduksi dan menyebarkan konten-konten yang lebih berguna untuk orang banyak dan diri sendiri. Maka, tak salah jika liputan Rai itu menjadi salah satu dari 5 tim anak muda berusia 20-30 tahun yang terpilih mendapatkan Anugerah Jurnalisme Warga (AJW) tahun 2018.
AJW BaleBengong 2018
Anugerah Jurnalisme Warga (AJW), sebuah apresiasi untuk pewarta warga di Indonesia merayakan semangat warganet pada malam apresiasi di Taman Baca Kesiman, Denpasar, Bali, itu. Ada bedah karya penerima beasiswa liputan mendalam yang menyelesaikan karya multiplatform tentang isu pertanian, gunung, laut, pariwisata berkelanjutan, dan tanggap bencana. Mereka adalah 5 tim anak muda berusia 20-30 tahun yang terpilih dari puluhan usulan.
Sebelumnya para pewarta warga di mana saja diajak mengirim usulan beasiswa liputan mendalam total Rp 12,5 juta dengan tema Mendengar Kabar dari Akar. BaleBengong, portal jurnalisme warga sejak 2007 ini bekerja sama dengan sejumlah kolaborator memberi apreasiasi untuk warga dan warganet melalui AJW.
Ini adalah AJW yang ketiga, sejak diluncurkan pada 2016. Tahun ini berbeda karena warga diundang mendaftarkan diri atau tim untuk mendapat beasiswa liputan mendalam. Jika terpilih sebagai penerima beasiswa, ada empat topik yang bisa dikembangkan menjadi aneka karya dalam bentuk tulisan, video pendek, esai foto, infografis, ilustrasi, dan lainnya.
Sejumlah lembaga mendukung sebagai kolaborator pemberian beasiswa AJW yakni lembaga-lembaga pemberdayaan yang bekerja di akar rumput. Mereka adalah Conservation International (CI) Indonesia, WWF Indonesia, Yayasan Kalimajari, dan Mongabay Indonesia.
Topik liputan beragam seperti petani kakao lestari Jembrana menembus manisnya pasar dunia. Kedua, Nyegara gunung melestarikan lingkungan gunung dan perairan di Karangasem. Ketiga, Signing Blue, wadah bagi pelaku wisata untuk mewujudkan pariwisata bahari yang bertanggung jawab di Bali, dan keempat tentang kesiapan tanggap bencana warga di Pulau Dewata.
Pada malam apresiasi AJW ini, warga diajak bergabung untuk Meplailanan (main bersama), Megibung (makan bersama tradisi Bali), Bedah Karya Beasiswa, HUT ke-11 Bali Blogger Community, dan Musik Bersuara bersama band Zat Kimia. “Kami senang terlibat di AJW, untuk pertama kali kami diundang mendiskusikan karya,” kata Ian J. Stevenson, vokalis Zat Kimia, band yang menyuarakan literasi digital melalui lagu Candu Baru dalam albumnya yang baru dirilis tahun ini.
Ada juga lapak dan kopdar bersama petani dan produsen sembako Bali seperti garam Amed, beras merah Tabanan, gula merah Klungkung, minyak kelapa Karangasem, dan olahan pangan sehat dari kelompok perempuan Dewi Umbi.
BaleBengong adalah portal jurnalisme warga di Bali. Sejak tahun 2007, BaleBengong hadir sebagai media alternatif di tengah derasnya arus informasi media arus utama. Dalam portal ini warga bebas menulis atau merespon sebuah kabar. Warga tidak hanya menjadi obyek, tetapi subyek berita.
Portal yang dikelola Sloka Institute dan Bali Blogger Community ini memuat berbagai topik mulai dari lingkungan, gaya hidup, sosial budaya dan lain-lain. Selain portal, BaleBengong juga aktif berbagi informasi melalui akun Twitter dan Instagram @BaleBengong maupun Facebook Page @BaleBengong.id. Kami membagi dan meneruskan setiap informasi yang dianggap layak untuk diketahui warga. Kami juga menjadi wadah warga untuk berdiskusi dan berbagi informasi.
Juni tahun ini, BaleBengong, media jurnalisme warga berbasis di Bali, merayakan ulang tahun kesebelas. Perjalanan hingga tahun kesebelas menjadi pencapaian tersendiri bagi media yang dikelola oleh komunitas secara nirlaba. “Dia menunjukkan bahwa publik pun bisa mengelola media berkualitas dan independen tanpa harus terikat pada modal kapital besar,” kata Anton Muhajir, Pemimpin Redaksi.
Sejumlah penelitian tentang BaleBengong menunjukkan bahwa media ini bisa menjadi ruang bagi warga untuk berekspresi secara bebas. Di sisi lain, warga juga bisa berbagi informasi terutama mengenai isu-isu berbeda dengan media arus utama terutama di Bali. Sebagai media jurnalisme warga, BaleBengong bisa menunjukkan bahwa publik bisa mengelola media sendiri dengan informasi-informasi yang bersumber dari warga biasa.
Pencapaian dan posisi itu menjadi berarti ketika wacana media arus utama ataupun media sosial dipenuhi dengan bahaya tentang berita dusta (hoax). Berita-berita dusta memenuhi ruang-ruang perbincangan publik seperti grup pesan ringkas dan media sosial. Mereka tak hanya menyebarkan berita-berita yang tak bisa dipertanggungjawabkan, tetapi pada saat yang sama juga membangun kebencian berbasis identitas pada kelompok lain.
Munculnya media jurnalisme warga sedari awal adalah menyediakan ruang bagi warga agar bisa memproduksi informasi-informasi alternatif yang bisa dipertanggungjawabkan. Kami percaya bahwa melawan maraknya berita-berita dusta tidak bisa dilakukan hanya dengan membangun kesadaran tapi juga dengan mengajak warga untuk memproduksi informasi itu sendiri dan menyediakan ruang bagi mereka.
Pada AJW 2016 dengan tema Menyuarakan yang tak terdengar diikuti 44 karya (teks, foto, video, ilustrasi). Kemudian AJW 2017 dengan tema Bhinneka Tunggal Media, Merayakan Keberagaman Indonesia melalui Jurnalisme Warga diikuti 35 karya tersebar di 12 media komunitas selain BaleBengong (Bali) adalah Lingkar Papua (Papua), Kampung Media (NTB), Kabar Desa (Jawa Tengah), Plimbi (Bandung), Kilas Jambi (Jambi-Sumatera), Tatkala (Buleleng-Bali), Nyegara Gunung (Bali), Nusa Penida Media (Klungkung-Bali), Sudut Ruang (Bengkulu), Peladang Kata (Kalimantan Barat), dan Noong (Bandung). BaleBengong melibatkan 11 media alternatif dari seluruh Indonesia. Pewarta warga bersaing di tingkat nasional.
Makin banyak informasi yang jernih dan dari sekitar kita, makin mudah memetakan masalah dan solusinya. Agar akses internet berguna bagi kebaikan dan pemberdayaan. (T/*)