DI sebuah kos di Denpasar, sejumlah mahasiswa yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT), berkumpul bersama. Ada yang mengiris bawang, ada yang memotong sayur, ada yang bersiap di depan kompor.
Tampak wajah-wajah mereka sangat bergembira. Ya, mereka sedang memasak bersama. Mahasiswa itu berasal dari sejumlah kampus di Denpasar, ada yang kos bersama, ada juga yang kos di tempat lain.
“Kami masak bersama untuk menghemat, sekaligus untuk mempererat persaudaraan,” kata Isna. Ia mahasiswa dari Manggarai, NTT, yang kuliah di sebuah kampus di wilayah Tonja, Denpasar.
Untuk menghemat bekal yang dikirim orang tua dari kampung, mereka, para mahasiswa dari NTT, itu memang mereka sering berkumpul untuk memasak bersama.
“Kita beli sayur bersama, dimasak bersama, dan makan bersama,” kata Isna.
Dengan cara-cara sederhana seperti itulah para mahasiswa itu bertahan untuk tetap bisa bertahan dan kuliah di Denpasar. Mereka tidak hanya menghemat uang tetapi juga merasakan keluarga di perantauan.
Masak bersama di kos | Foto: Ist
Hidup di kos, bagi mahasiswa-mahasiswa NTT itu tidak hanya melatih untuk hidup hemat, melainkan juga mengajarkan mereka bagaimana cara hidup bertetangga dan menemukan keluarga baru di perantauan.
Karena hidup di kos tidak hanya hidup dengan satu atau dua orang saja melainkan hidup dan berinteraksi dengan banyak orang. Maka dari itu kehidupan kos bisa juga dikatakan hidup bermasyarakat yang kecil. Seseorang akan merasa betah tinggal di sebuah kos ketika dia mendapatkan tetangga kos yang menganggapnya seperti saudara sendiri.
Isna bercerita, dulu sebelum masuk kuliah hal yang paling ditakutinya adalah tinggal sendirian di kos.
“Saya sudah pernah tinggal di tiga kos yang ada di Denpasar. Karena saya tidak menemukan tetangga kos yang sefrekuensi saya sangat merasa kesepian dan juga kesusahan,” ujarnya.
Di kos sebelumnya, kalau tidak punya uang untuk membeli makan, berarti ia tidak akan makan sampai dapat kiriman uang dari orang tua.
“Nah, di kos yang baru ini saya bisa tinggal nyaman, meski pun kekurangan, pasti akan dibantu oleh tetangga-tetangga saya misalnya beras saya habis saya bisa pinjam dulu di tetangga-tetangga saya begitu juga sebaliknya,” kata Isna.
Hidup berjauhan dari keluarga tidak membuat mahasiswa-mahasiswa NTT itu merasa sendiri di kos-kosan. Di bulan Mei dan juga Oktober yang dipercaya sebagai bulan Rosario, dimana seluruh umat Khatolik mengadakan doa rosario setiap malam, mereka seringkali berdoa bersama di satu kos yang mereka tentukan.
“Melaksanakan doa bersama membuat kami lebih merasakan keluarga yang sesunggunya di perantauan,” kata Mia, mahasiswa yang juga daru NTT, tetangga kos Isna.
Walaupun jauh dari jangkauan kedua orang tua, mereka tetap bisa merasakan kebersamaan bersama keluarga baru mereka di perantauan.
***
Di Denpasar, banyak mahasiswa asal NTT yang tinggal di kos-kosan. Ada yang berasal dari keluarga yang berada, banyak yang berasal dari keluarga pas-pasan, namun punya semangat besar untuk kuliah di Bali.
Ada mahasiswa yang kuliah sambil kerja, namun ada juga yang fokus dengan perkuliahannya saja. Mereka yang kerja sambil kuliah biasanya berangkat kerja di pagi hari dan melanjutkan aktivitas perkuliahan di sore hari.
Namun, ada juga yang kuliah pagi dan untuk kerjanya sore hari. Sekarang, jumlah mahasiswa asal NTT di Bali mencapai ribuan mahasiswa.
Selain kegiatan bersama di kos-kosan, banyak dari mereka menjalin persaudaraan dengan mengikuti organisasi-organisasi mahasiswa di kampus atau di luar kampus, yang dibentuk oleh mahasiswa NTT di Denpasar.
Ada beberapa organisasi kemahasiswaan yang dibentuk oleh mahasiswa NTT baik dalam kampus maupun di luar kampus.
Organisasi mahasiswa NTT dalam kampus antara lain Keluarga Besar Mahasiswa Kristiani Universitas PGRI Mahadewa Indonesia, Keluarga Mahasiswa Khatolik Universitas Warmadewa, Keluarga Mahasiswa Khatolik UNMAS, dan Keluarga Mahasiswa Khatolik Undiknas.
Aksi kemanusiaan penggalangan dana untuk korban bencana Lewotobi, NTT | Foto: Ist
Selain itu di luar kampus ada beberapa organisasi yang dibentuk oleh mahasiswa NTT misalnya Ikatan Mahasiswa Nagekeo (IKMAPENA), Himpunan Mahasiswa Pariwisata Manggarai Bali (HMPMB), Himpunan Mahasiswa Kodi, HIKMAH NTT, Himpunan Keluarga Mahasiswa Sumba Tengah dan masih banyak organisasi mahasiswa NTT lainnya.
Dalam organisasi-oraganisasi itulah mereka melakukan berbagai kegiatan untuk mempererat persaudaraan mereka sesama mahasiswa dari berbagai daerah di NTT. Kegiatan yang paling kerap dilakukan di dalam kampus adalah perayaan Natal dan Tahun Baru, doa bersama di bulan Rosario, dan ziarah ke Gua Maria.
Kegiatan lain di luar keagamaan adalah turnamen futsal, membersihkan pantai, dan berkunjung ke panti asuhan.
Ketua Flobamora dan Pemuda Khatolik. Galdianus Tian yang juga anggota KBMK UPMI mengatakan pelaksanaan Natal dan Tahun Baru bersama juga ziarah ke Gua Maria sudah menjadi kegiatan yang harus dilaksanakan di setiap tahunnya.
“Dalam pelaksanaan Natal dan Tahun baru kami turut mengundang pihak kampus juga organisasi mahasiswa Kristen di luar kampus,” katanya.
Selain pelaksanaan kegiatan kegiatan didalam kampus, KMK juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan di luar kampus.
Perayaan bersama Natal dan Tahun Baru | Foto: Ist
Berkunjung ke Gua Maria di Desa Pelaga | Foto: Ist
Ketua KMK UNMAS yang kerap disapa Nafrin mengatakan, selain kegiatan di dalam lingkungan perkuliahan, mahasiswa juga sering melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat seperti membersihkan pantai dan berkunjung ke panti asuhan.
Sementara itu, di luar kampus, mahasiswa NTT juga sudah banyak melaksanakan kegiatan positif baik dalam bidang seni, olahraga, kerohanian, kesehatan, pendidikan juga pengabdian masyarakat.
Ketua IKMAPENA Bali Rivaldo Antonio Nicholas Vianey mengatakan, untuk di kepengurusan oraganisasinya, ada beberapa kegiatan yang sudah dilaksanakan seperti sosialisasi, turnamen futsal dan bola voly, pelayanan di gereja, memperkenalkan tarian budaya Nagekeo, dan donor darah.
“Kami juga melaksanakan kegiatan bernama IKMAPENA FUN DAY dengan target beberapa wilayah di area Bali yang sekiranya masih banyak anak minim memperoleh bangku pendidikan, kami datangi dan belajar bersama-sama dengan mereka,” kata Rivaldo.
Tarian adat caci manggarai | Foto: Ist
Turnamen futsal | Foto: Ist
Ketua HMPMB yang biasa di sapa Wawan juga mengatakan, di HMPMB mereka sudah melaksanakan beberapa kegiatan seperti diskusi bersama, turnamen futsal dan yang paling besar itu kegiatan festival budaya.
Mahasiswa NTT baru-baru ini juga melakukan aksi penggalangan dana peduli bencana meletusnya Gunung Lewotobi di Flores Timur. Hampir semua organisasi mahasiswa NTT bergabung membentuk aliansi dalam aksi ini.
“Baru-baru ini kami melaksanakan aksi penggalangan dana peduli bencana alam erupsi gunung Lewotobi di Flores Timur,” kata Rivaldo. [T]
Reporter/Penulis: Agnes Enes
Editor: Adnyana Ole
Catatan: Artikel ini adalah hasil dari pelatihan jurnalistik berkaitan dengan program magang mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali di tatkala.co