BULELENG punya banyak hutan. Satu di antara terletak di Desa Wanagiri, sebuah wilayah di tepi Danau Buyan bagian utaram di Kecamatan Sukasada.
Wana artinya hutan, giri berarti gunung. Wanagiri bisa diterjemahkan dengan bebas menjadi hutan-gunung. Dan, tentu saja, sesuai namanya, Desa Wanagiri berada di dataran tinggi. Tentu juga, karena lokasinya paling tinggi, Desa Wanagiri menjadi salah satu desa yang mengalirkan air bersih ke desa-desa di bawahnya.
Di bawah Desa Wanagari ada Desa Ambengan, Desa Sambangan, Desa Panji, Desa Paji Anom, Desa Tegallinggah, Desa Selat dan Desa Baktiseraga. Tujuh desa inilah yang mendapat berkah dengan memanfaatkan aliran air dari Wanagiri.
Dalam buku “Atas Nama Air” yang diterbitkan Rumah Intaran disebutkan, Desa Wanagiri dan tujuh desa di bawahnya itu membangun kerjasama dalam menjaga kelestarian air. Menjaga kelestarian air yang sudah tentu tidak lepas dari menjaga kelestarian hutan. Jadi, meski hutan berada di desa bagian atas, desa di bagian bawah juga ikut menjaga hutan itu.
Hutan, Kopi dan BUMDes Wanagiri
Made Darsana adalah sosok yang menjadi ketua dari kerjasama antar desa yang disebut juga dengan nama Desa Denbukit ini. Darsana menjelaskan, ada tiga area yang mempengaruhi kelestarian air, yakni area hutan, area tanah milik pribadi yang dimanfaatkan sebagai pemukiman, dan area perkebunan. Mengapa demikian? Karena sumber air terletak antara area hutan dengan area pemukiman.
Apabila daerah perkebunan dilimpahi banyak pupuk kimia tentu akan merusak kualitas atau kesuburan tanah, sehingga terjadi pencemaran pada tanah. Saat hujan, tanah yang tercemar itu akan dibawa oleh air melewati tanah hutan, sehingga tanah hutan ikut tercemar. Kondisi ini bisa terjadi, karena kontur di Desa Wanagiri ada di bagian atas, sementara hutan berada di bagian bawah. Selain itu tanah pemukiman juga banyak yang sudah dialihfungsikan baik dengan cara dijual atau dibangun sendiri sehingga mengurangi daerah resapan air.
Berdasarkan kesadaran itulah Desa Wanagiri mulai menata hutannya tanpa mengurangi manfaatnya untuk masyarakat desa. Made Darsana yang juga Ketua BUMDes Wanagiri menjelaskan, dahulu hutan tidak boleh dimanfaatkan oleh masyarakat, namun saat ini sudah diperbolehkan. Komuditas utama yang ada di hutan Desa Wanagiri adalah kopi.
Pohon kopi di hutan dan perkebunan Desa Wanagiri | Foto: Ist
Bagaimana kopi bisa tumbuh di hutan tersebut? “Mungkin karena dibawa oleh hewan,” tutur Made Darsana.
Komuditas kopi inilah yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bisa menambah pendapatan bagi masyarakat sekitar. Kondisi ini didukung oleh desa dengan mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes ini dipimpin dengan serius oleh Made Darsana, seorang pemuda yang memang serius dalam mengembangkan BUMDes itu. Meskipun ia hanya lulusan SMA, namun ia punya tekad kuat untuk belajar. Terbukti sampai saat ini BUMDes Wanagiri semakin dipercaya masyarakat.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa komuditas kopi yang dipilih? Tentu karena tanaman kopi itu sudah ditemukan di kawasan hutan sejak zaman dulu. Melalui berbagai program, BUMDes berinisiatif mengelola tanaman kopi di dalam hutan itu agar bermanfaat sebesar-besarnya dan seluas-luasnya bagi masyarakat. Dilihat dari kondisi geografis hutan yang berada di bawah perkebunan tanah milik pribadi, maka diperkirakan tanaman kopi itu tumbuh setelah biji kopi dibawa binatang atau terbawa air yang mengalir dari atas ke bawah saat hujan.
Kondisi kopi di dalam hutan itu cukup menguntungkan. Karena kopi adalah tumbuhan yang memang membutuhkan naungan dari tumbuhan hutan. Jika hendak menanam pun, sebaiknya ditanam bersamaan dengan menanam tumbuhan naungan hutan, sehingga tidak akan merusak ekosistem hutan.
Secara ekonomi kopi memiliki nilai yang cukup tinggi dan menjadi konsumsi hampir semua orang. Kopi juga menjadi minuman yang tidak ketinggalan zaman. Maka dari itu kopi dapat meningkatkan pendapatan para petani. Maka, tepatlah, BUMDes Wanagiri mengembangkan kopi, karena sekaligus juga bisa melestarikan hutan.
Kopi dalam kemasan yang diproduksi BUMDes Wanagiri | Foto: Ist
BUMDes Wanagiri berdiri sejak tahun 2015 dengan nama Eka Giri Karya Utama. BUMDes ini dikelola dengan baik oleh Made Darsana dan timnya yang solid. Visi utamanya adalah bagaimana dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa.
Made Darsana adalah salah satu orang yang sempat bekerja di luar desa, lalu kembali ke desa untuk membangun desa. Ia percaya, kembali ke desa tidak bisa dilakukan saat sudah lanjut usia, karena justru di masa produktiflah saatnya kembali ke desa.
Inspirasi dari Desa
Tindakan Made Darsana ini tentu saja sangat menginspirasi generasi muda. Di masa produktif seharusnya generasi muda sudah mulai peduli dan belajar tentang potensi-potensi yang ada di desa.
Seperti pernah dikatakan Guru Gede Kresna, pendiri Rumah Intaran, kitalah yang harus belajar dengan orang desa karena mereka justru sangat berdaya. Mengapa sangat berdaya karena sesungguhnya mereka kaya. Kekayaan yang paling utama menurutnya adalah udara bersih, air bersih dan makanan yang sehat. Saya tentu sepakat, karena tanpa udara, air dan makanan sehat, manusia tidak akan bisa hidup.
Yang dilakukan Made Darsana adalah langkah nyata, bagaimana menjaga kekayaan yang dimiliki desa-desa. Dalam prosesnya Made Darsana juga tidak lupa untuk menjaga hubungan baik dengan Tuhan atau Sang Pencipta. Hal ini dapat tercermin dalam sesajen atau banten sederhana yang ia bawa ketika memulai suatu pekerjaan di hutan. Banten menjadi sarana untuk memohon izin kepada sang pencipta agar segala usaha dapat bermanfaat bagi masyarakat, selain itu banten sebagai wujud komitmen masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan.
Pohon kopi di area hutan Wanagiri | Foto: Ist
Dalam konteks ekonomi Made Darsana mengatakan, ia ingin masyarakat memiliki pendapatan harian, bulanan dan tahunan. Karena menurutnya menjadi petani adalah profesi yang pendapatannya tidak menentu dan membutuhkan kesabaran. Seperti halnya menanam kopi, tidak mungkin sehari menanam langsung bisa dipanen, butuh waktu sekitar 3 tahun untuk mendapatkan hasilnya setelah 3 tahun baru dapat dipanen lagi setiap tahunnya. Inilah yang akan menjadi pendapatan tahunan.
Sedangkan pendapatan bulanan dapat diperoleh dari memelihara ternak, seperti kambing yang dapat menghasilkan susu dan ayam yang menghasilkan telur setiap bulannya. Selanjutnya sayuran, bunga dan agrowisata yang mulai dikembangkan bisa menjadi pendapatan harian. Dengan demikian petani dapat menjaga kodisi ekonominya secara berkelanjutan.
Apa yang dilakukan warga di Desa Wanagiri, saya maknai bahwa hutan sangat bermanfaat bagi masyarakat dan menjaga hutan sesungguhnya terkandung nilai-nilai Tri Hita Karana, baik menjaga hubungan baik dengan Tuhan dengan selalu percaya keberadaanya, berhubungan baik sesama masyarakat desa dalam pemanfaatan hasil hutan dan menjaga kondisi alam itu sendiri dengan melestarikan hutan tidak hanya mengambil sumber daya alamnya.
Kita sebagai penikmat dari kerja keras mereka harus memberikan timbal baik yang positif misalnya dengan memberikan subsidi pupuk organik dari hilir ke hulu yang dapat menunjang keberhasilan pertanian di Desa Wanagiri tanpa merusak tanah atau dengan langkah kecil menggunakan air dengan bijak. [T]