PADA awal tahun, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Buleleng menggelar Lomba Inovasi Kuliner Berbahan Pangan Lokal di kawasan Krisna Beach Street, Kamis (28/3/2024). Lomba tersebut diselenggarakan untuk menggali dan mempromosikan ragam inovasi kuliner yang bersumber dari bahan pangan lokal.
Selain itu, meski terkesan pragmatis dan seremonial, lomba inovasi kuliner berbahan pangan lokal ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu solusi pencegahan stunting di Kabupaten Buleleng. “Kami harap olahan pangan lokal ini bisa dimanfaatkan masyarakat untuk mengatasi masalah stunting. Dengan kegiatan ini, masyarakat dapat berkreasi untuk memunculkan menu-menu baru yang bergizi, aman, dan sehat,” ungkap I Gede Sandhiyasa, Plt. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Setda Buleleng.
Bahwa kesehatan gizi anak-anak merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan yang optimal—dan berpengaruh sampai usia dewasa—, maka pemerintah, termasuk Pemerintah Buleleng, Bali, tak mau abai perihal tersebut. Sebab, memperlakukan kesehatan gizi anak balita dengan semena-mena bukan saja menyalahi aturan hak-hak sebagai warga negara, tapi juga bukti bahwa pemerintah sedang menggali lubang kuburnya sendiri—anak balita adalah masa depan bangsa.
Di daerah-daerah, di pelosok-pelosok desa, secara umum terdapat 3 masalah gizi utama yang sering terjadi kepada anak-anak balita, yaitu kekurangan gizi (wasting dan stunting), kekurangan zat gizi mikro (seperti anemia), dan kelebihan gizi (kegemukan dan obesitas).
Dalam hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2022 (SSGI 2022), terungkap bahwa 1 dari 12 anak balita di Indonesia mengalami wasting, dan1 dari 5 anak balita menderita stunting. Tentu saja Buleleng juga tak luput dari kondisi demikian.
Namun, program percepatan penurunan stunting di Kabupaten Buleleng telah menunjukkan hasil yang melegakan—setidaknya angka stunting mengalami penurunan yang signifikan. Sebagaimana telah banyak dikabarkan, prevalensi stunting Buleleng yang tinggi menurut SSGI pada tahun 2021 silam—yakni sebesar 8,9%, dan meningkat pada tahun 2022 menjadi 11 %—, menurut data terakhir ePPGBM pada bulan Februari 2024, prevalensi stunting di kabupaten dengan wilayah terluas di Bali ini menunjukkan penurunan menjadi 3,5 %.
Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Buleleng, Gede Suyasa, dalam sambutannya pada kegiatan rembuk stunting pada awal tahun 2024 yang dilaksanakan di Gedung Wanita Laksmi Graha Singaraja.
“Meski mengalami penurunan, usaha intervansi stunting harus tetap terlaksana bersama secara konvergensi antara pemerintah kabupaten, desa, lembaga swadaya, lembaga donor, dan seluruh masyarakat. Keberhasilan intervensi stunting memerlukan kerjasama lintas program dan lintas sektor, mulai dari perencanaan penganggaran, implementasi, monitoring, dan evaluasi,” tegas Suyasa, yang juga mantan Kadisdikpora Buleleng itu.
Suyasa menekankan, masalah stunting di Kabupaten Buleleng masih perlu mendapat perhatian serius. Rendahnya tingkat pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan dapat berdampak pada perkembangan janin.
Sebagaimana telah banyak disampaikan ahli kesehatan, bahwa seribu hari pertama kehidupan adalah periode yang sensitif bagi seorang anak sebab dampak dari pemenuhan gizi dan nutrisi lain yang tidak terpenuhi akan bersifat permanen dan tidak bisa diperbaiki. “Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus untuk pemenuhan gizi anak pada periode ini,” Suyasa menambahkan.
Sementara itu, menurut Kepala Dinas P2KBP3A Kabupaten Buleleng I Nyoman Riang Pustaka, Pemerintah Buleleng harus terus-menerus menggelar kegiatan rembuk stunting untuk memastikan sejauh mana perencanan dalam mengintervensi angka stunting di Buleleng dikatakan berhasil.
Riang Pustaka menyebut upaya percepatan penurunan stunting di Kabupaten Buleleng akan terus berlanjut untuk mencapai target nasional yang telah ditetapkan. “Kerjasama antara pemerintah kabupaten, pemerintah desa, lembaga swadaya, dan seluruh masyarakat menjadi kunci dalam menangani masalah ini,” ujarnya.
Sekadar informasi, upaya Pemkab Buleleng menurunkan prevalensi stunting hingga mencapai 6,2 persen sesuai hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 mendapatkan penghargaan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Republik Indonesia.
Strategi 4T dan Program Lainnya
Selain komitmen seluruh jajaran Pemkab Buleleng yang bergotong royong dalam mencegah dan menangani stunting, strategi kampanye edukatif 4T—atau 4 Terlalu—juga menjadi program yang cukup efektif dan mengantarkan Buleleng menjadi salah satu dari 15 kabupaten/kota dengan angka prevalensi stunting terendah se-Indonesia dan berada pada nomor urut ke-3 prevalensi stunting terendah di Provinsi Bali.
“Buleleng menempati posisi ke-6 dari 15 kabupaten/kota se-Indonesia dengan prevalensi stunting 6,2 persen,” ungkap Kepala DP2KBP3A Buleleng I Nyoman Riang Pustaka usai menerima penghargaan serangkaian Hari Keluarga Nasional ke-31 tahun 2024 di Merapi Grand Ballroom, Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (28/6/2024).
Penyuluhan edukatif dengan tema 4T menyasar calon penantin (catin), fokus pada 4 isu yang dianggap menjadi penyebab tingginya angka stunting di Buleleng, yaitu usia ibu yang terlalu muda dan terlalu tua, jarak persalinan yang terlalu sering, serta jumlah persalinan yang terlalu banyak.
Strategi 4T ini berkaitan erat dengan edukasi pra-nikah yang juga menjadi salah satu bagan dari kerja-kerja Pemkab Buleleng dalam mempercepat penurunan angka stunting. Edukasi pra-nikah termasuk bagian dari Program Bangga Kencana atau Pembangunan Keluarga Kependudukan Keluarga Berencana Dinas P2KBP3A Buleleng.
Menurut Riang Pustaka, program Bangga Kencana ini bertujuan menyiapkan keluarga yang berkualitas. Sebuah keluarga dianggap berkualitas jika sudah ada dimensi kemandirian, ketentraman, dan kebahagiaan di dalam keluarga tersebut. Dan untuk menjalankan program tersebut, dibentuklah Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang anggotanya ada di setiap desa di Buleleng.
“TPK inilah yang kemudian melakukan pendampingan terhadap pasangan yang akan berkeluarga maupun yang sudah berkeluarga. Mereka berkoordinasi dengan desa-desa adat dan lembaga lain untuk mengetahui siapa-siapa pasangan yang akan menikah, lalu diberikan pendampingan, terutama dalam pencegahan stunting,” Riang Pustaka menjelaskan.
TPK Buleleng beranggotakan 1.830 kader di seluruh wilayah Kabupaten Buleleng. Pada tahun 2023, TPK Buleleng melaporkan telah mengedukasi 1.030 warga yang menikah dan hingga bulan Mei 2024, sebanyak 232 pasangan yang telah dibimbing dan diedukasi. Itu angka yang mengesankan.
Selain strategi 4T, sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021, Pemerintah Buleleng juga membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S)—tim yang dibentuk pemerintah untuk mengatasi masalah stunting.
Tujuan TP2S adalah untuk menurunkan prevalensi stunting di Indonesia dari 21% menjadi 14% pada tahun 2024. TP2S dikoordinasikan oleh Kedeputian Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia, Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) Republik Indonesia. Wakil Presiden RI menjabat sebagai Ketua Pengarah TP2S Pusat.
Di Buleleng, TP2S tak hanya dibentuk di kota saja, tapi juga di kecamatan dan desa/kelurahan se-Kabupaten Buleleng. “Di tingkat desa/kelurahan bahkan sudah membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang bertugas melakukan pendampingan kepada keluarga dengan cara mengidentifikasi faktor risiko stunting, pelayanan KIE, kesehatan, dan lainnya,” ujar Riang Pustaka.
Sebagai bagian dari TP2S di pedesaan, ada 4 sasaran besar pendampingan TPK yakni calon pengantin (catin), ibu hamil, pasca persalinan, serta pengasuhan dan tumbuh kembang anak di bawah 5 tahun (balita). “Dari empat sasaran besar tersebut, kami fokus pada catin. Melakukan KIE, skrining minimal tiga bulan pranikah untuk mengetahui faktor risiko stunting,” kata Riang Pustaka.
Dalam mengatasi stunting, Pemerintah Buleleng cukup optimis, apalagi kini sudah ada rumah sakit khusus untuk ibu dan anak di Buleleng. “Dengan adanya rumah sakit khusus ibu dan anak di sini, semoga memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan kesehatan di Kabupaten Buleleng,” ujar Ketut Lihadnyana, Pj Bupati Buleleng, usai peresmian RSIA Puri Bunda Singaraja, Sabtu (30/3/2024) siang.
Sementara itu, Direktur Utama RSIA Puri Bunda Singaraja, dr. Ida Bagus Semadi Putra, Sp.OG., dengan tulus menerima ajakan Pemkab Buleleng untuk menurunkan stunting dan fokus pada kesehatan ibu dan anak pada umumnya. Ia berharap, hadirnya rumah sakit ini dapat memberikan sumbangsih bagi kesehatan dan kesejahteraan di Buleleng. “Kami berkomitmenuntuk membantu pemerintah dalam mengentaskan stunting di Buleleng,” ujar dr. Semadi Putra.
Kini, sebagaimana telah disampaikan di atas, prevalensi stunting Buleleng yang awalnya tinggi, 8,9 % tahun 2021 dan meningkat menjadi 11 % pada tahun 2022, menurut data mutakhir ePPGBM pada, menunjukkan penurunan menjadi 3,5 % per Februari 2024. Sebuah usaha yang melegakan, tentu saja.[T]
Reporter/Penulis: Jaswanto
Editor: Adnyana Ole
Catatan: Artikel ini ditulis dan disiarkan atas kerjasama tatkala.co dan Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik (Kominfosanti) Kabupaten Buleleng.