SEBELUM melangsungkan diskusi secara formal, kami berdiskusi manis di selasar kampus UPMI Bali (Universitas PGRI Mahadewa Indonesia). Memang hanya berupa beberapa anak tangga, tetapi anak-anak kampus kerap menyebutnya dengan selasar ala UPMI, tempat ini sering dijadikan tempat kumpul tatkala jam kosong ataupun menunggu dosen tiba.
Kami berbincang-bincang sembari menikmati kudapan yang diberikan oleh panitia, lumayan untuk mengganjal perut di pagi hari. Kudapan itu tidak disajikan dalam kotak, tetapi hanya beralaskan ingke (piring khas Bali yang terbuat dari lidi).
Sebetulnya, panitia telah menyiapkan ruangan khusus untuk kami. Tapi apa daya, obrolan sudah terlanjur berjalan, lagi pula terasa lebih santai dan asyik menunggu sembari mengobrol di luar ruangan, rasanya seperti kongko di warung kopi.
Made Adnyana–jurnalis sekaligus dosen UPMI Bali itu terlihat mengambil satu air mineral untuk diminum, sementara Adnyana Ole–sastrawan yang juga jurnalis itu tampak sedang menyulut rokok. Obrolan pun mulai mengalir dari situ, mereka berbincang tentang banyak hal, mulai dari membahas kuliner, hingga fenomena gebogan yang menggunakan minuman kaleng. Mereka juga bercerita tentang masa-masa ketika menjadi wartawan, kebetulan dua Adnyana itu sama-sama pernah bekerja untuk koran Nafiri dan Bali Post.
Beberapa orang juga sempat mengira talk show hari itu diisi oleh narasumber tunggal, karena nama narasumbernya sama, yaitu Made Adnyana.
Tak terasa setengah jam sudah kami menanti, obrolan kala itu mengalir tanpa sekat, kami sudah seperti menggelar talk show sendiri di selasar itu. Beberapa saat kemudian, panitia pun mulai mengisyaratkan bahwa sesi talk show akan segera dimulai. Kami bergegas menuju pintu depan ruang Paseban, menunggu dipersilakan masuk oleh pewara.
Saat itu saya berkesempatan menjadi moderator dalam sesi talk show Pekan Jurnalistik 2024 yang dilaksanakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Jurnalistik UPMI Bali. Meskipun saya sudah bukan bagian dari mereka, saya merasa senang bisa dilibatkan kembali dalam acara tersebut.
Acara talk show yang dilaksanakan pada 23 Oktober 2024 tersebut mengusung tajuk, “Jurnalisme Warga dan Jurnalisme Sastra di Era Digital”. Selain talk show, Pekan Jurnalistik UPMI Bali juga terdapat beberapa lomba, mulai dari lomba foto jurnalistik dan lomba news anchor tingkat SMA/K se-Bali. Acara Talk show tepat dimulai setelah final lomba news anchor usai dilaksanakan.
Final lomba News Anchor, Pekan Jurnalistik 2024 UPMI Bali | Foto: Ajestya Prayoga
Ruang Paseban UPMI Bali jadi saksi berlangsungnya Pekan Jurnalistik hari itu, ruangan padat sesak oleh peserta lomba, dosen, dan beberapa undangan mahasiswa. Meskipun tempatnya tidak terlalu luas, justru situasi semacam itu membuat sesi talk show terasa begitu intim.
Talk show hari itu berlangsung dengan arif dan mengesankan, waktu satu jam pun terasa begitu cepat berlalu. Awalnya saya mengira gelar wicara tersebut akan menjadi diskusi yang formal dan kaku, ternyata suasananya begitu cair dan santai, mungkin karena pesertanya dominan dari anak-anak SMA/K dan mahasiswa. Hanya saja, topik yang sebelumnya disiapkan oleh narasumber, harus dikemas kembali menjadi lebih sederhana, agar bisa dipahami oleh peserta pada saat itu. Barangkali itulah pentingnya memilih narasumber yang kompeten di bidangnya. Jadi, ketika menghadapi situasi semacam itu, semua bisa teratasi dengan cepat.
Sesi talk show dimulai dari Made Adnyana yang menyajikan materi seputar jurnalisme warga atau kerap disebut dengan citizen journalism. Menurut Podcaster Oke Made itu, perkembangan jurnalisme warga saat ini terdapat berbagai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya, semua bisa menyampaikan informasi dengan lebih jujur dan netral, serta sumber berita menjadi lebih beragam. Sedangkan kelemahannya, pemahaman warga mengenai etika dan praktik jurnalistik yang bebas dan bertanggung jawab cenderung masih kurang.
“Sekarang tinggal siapkan uang 350 ribu pertahun, kalian sudah bisa beli domain. Begitu mudahnya membuat media di zaman sekarang, tetapi pertanyaannya satu, akurat atau tidak?” ujar Made Adnyana.
Setelah Made Adnyana membahas berbagai hal tentang jurnalisme warga, gelar wicara beralih dengan penyampaian materi oleh Adnyana Ole yang membahas seputar jurnalisme sastra dan kaitannya dengan jurnalisme warga.
Sejalan dengan apa yang dibahas oleh Made Adnyana, Adnyana Ole mengatakan, jurnalisme sastra adalah cara yang sesuai digunakan oleh warga. Karena lewat jurnalisme sastra, warga lebih bebas menyampaikan berita dari angle manapun. Bahkan bisa menjadi lebih menarik daripada berita di media mainstream.
Bagi Ole, sebuah peristiwa atau fenomena bisa diceritakan dari berbagai sudut pandang, khususnya untuk jurnalisme sastra. “Akan lebih menarik jika kita bisa menceritakan hal-hal yang jarang dilirik oleh media mainstream. Misalnya, siapa tukang atau kuli di balik pembangunan-pembangunan besar, siapa tukang ukir dari patung fenomenal, kisah-kisah dari pedagang atau warung-warung legendaris di sekitar kita, dan masih banyak lagi,” ujar founder Tatkala.co itu.
“Jurnalisme sastra bisa adik-adik coba, ini lebih gampang daripada adik-adik bikin berita seperti di koran-koran. Karena dalam jurnalisme sastra, setiap orang bisa menulis hal yang berbeda meskipun peristiwanya sama, dan dengan gaya tersendiri,” jelas Adnyana Ole kepada para peserta.
Talk show Pekan Jurnalistik 2024 UPMI Bali. (Dari kiri ke kanan, Dede Putra, Adnyana Ole, Made Adnyana) | Foto: Ajestya Prayoga
Salah satu peserta saat mengajukan pertanyaan | Foto: Ajestya Prayoga
Semua peserta, khususnya anak-anak SMA/K begitu fokus menyimak apa yang disampaikan oleh dua Adnyana itu. Nyaris tidak ada yang mengobrol ataupun bermain gawai selama gelar wicara berlangsung.
Seusai Adnyana Ole menyampaikan materi, saya pun membuka sesi tanya jawab untuk seluruh peserta. Mereka mengacungkan tangan tanpa ragu, mungkin begitu banyak hal yang ingin ditanyakan oleh mereka. Tetapi sayangnya waktu begitu terbatas, alhasil saya hanya memilih tiga peserta saja untuk bertanya.
Penyerahan sertifikat penghargaan dan souvenir | Foto: Ajestya Prayoga
Talk show pada hari itu, diakhiri dengan penyerahan sertifikat penghargaan dan souvenir berupa cangkir edisi khusus Pekan Jurnalistik 2024 UPMI Bali kepada moderator dan narasumber.
“Cangkirnya bisa buat ngopi pagi-pagi ini de,” celetuk Made Adnyana, si pemilik slogan ‘Salam Secangkir Kopi Hangat’ itu. [T]
Reporter/Penulis: Dede Putra Wiguna
Editor: Adnyana Ole