DENPASAR | TATKALA.CO — Sebuah karya seni seperti musik boleh-boleh saja dibilang tradisional, tetapi dalam penyajian sebaiknya tetap memperhatiakn unsur-unsur modern sebagai pendukungnya sepeti fashion, tata lampu dan tata visual.
Itu dikatakan musisi I Wayan Balawan saat menjadi narasumber bersama Ketut Sumerjana, S.Sn.,M.Sn, pada kegiatan Timbang Rasa (Serasehan) bertajuk “Kreativitas dan Capaian Musik Bali Terkini” serangkaian Festival Seni Bali Jani (FSBJ) IV di Gedung Citta Kelangan, ISI Denpasar, Senin 17 Oktober 2022..
Balawan mengatakan, seniman-seniman tradisional Bali itu harus lebih benyak mendapat ruang untuk pentas, khususnya di masyarakat umum. Saat ini memang banyak ada festival-festival yang memberikan ruang bagi seniman Bali untuk berekspresi.
Festival itu bukan semata-mata hanya untuk mencari ramai, tetapi bagaiman seni itu memberikan impact kepada lestarinya musik Bali kedepan atau dua puluh tahun kedepan. “Pengkemasan suatu karya adalah yang penting dalam menghadapi tantangan di jaman ini,” kata Balawan.
Seniman juga harus berbuat untuk melakukan perubahan-perubahan. Menurutnya, perubahan-perubahan itu mesti ada agar tak ditinggalkan jaman.
Misalnya, musik tradisi harus didukung dengan perkembangan fashion juga tata lampu. Hal itulah yang menjadi unsur kekiniannya.
“Rohnya masih tradisi, itu idak apa-apa, tetapi cara mengkemasnya harus baru. Sekarang ini orang melihat dalam audio visual, dunia dalam genggaman. Semua orang memegang HP. Nah, kalau melihat sajian musik di HP burem, orang akan skip. Makanya tampilan harus bagus dan memikat,” katanya.
Kalau tata lampunya bagus, dan tata busana juga bagus, kata Balawan, orang akan senang melihatnya. Semua itu mesti dilakukan dengan saling mendukung satu sama lainnya.
Pemerintah dan seniman yang mesti memikirkan hal itu, artinya menjadi tanggung jawab pemerintah dan seniman. Sementara masyarakat yang akan menilai. “Kita memberikan suatu gagasan, lalu direspon audient dari sana kemudian memberikan argument atau masukan untuk ajegnya kesenian Bali,” kata Balawan.
Seni tradisi mesti diberikan ruang yang bagus, dan waktu pentas yang bagus serta disupport dana yang bagus pula, sehingga bisa tampil dengan penataan cahaya dan busana yang bagus. Waktu pentas juga diberikan yang terbaik, jangan pada saat-saat orang sibuk.
Selain itu, kata Balawan, seniman Bali jangan berinovasi pada karya saja, tetapi juga pada alat. Misalnya, membuat gamelan Bali yang ringan, sehingga bisa dibawa ke luar negeri. “Saya pernah membuat pelawah gangsa dengan kayu waru dan bisa lepas agar memudahkan kita berangkat,” katanya.
Sementara itu, Ketut Sumerjana memaparkan, pemahaman masyarakat Bali, khususnya seniman di tradisi harus berubah. Jangan merasa tradisi diacak-acak oleh kehadirnya karya-karya musik asing. Justru kehadiran karya-karya musik tradisi barat yang masuk malah memperkuat tradisi musik di Bali.
“Jangan salah, kehadiran musik tradisi barat itu dapat memperkaya tradisi musik kita. Saya sudah mencobanya, mengkombinasikan dengan yang beda. Hilling musik yang kami lakukan bersama teman-teman di Unud dan RSUP Sanglah. Cara pengobatan dengan gelombang musik itu, sepetrti cara di barat,” kata Sumerjana. [T][Ole]