MENANAMKAN kecintaan kepada Nabi. Merawat kesetiaan kepada tradisi. Adakah yang lebih berarti dari menanamkan kecintaan kepada Nabi (Muhammad SAW) dan merawat kesetiaan kepada tradisi bagi warga Muslim Pegayaman di pedalaman Bali?
Saya merasakan di Ahad, 9 Oktober 2022, siang itu. Siang yang dipenuhi keceriaan dan luapan kebahagiaan. Siang yang penuh cinta. Cinta kepada Nabi, kekasih semesta.
Padahal hujan turun dengan derasnya. Mendung di langit mencurahkan buliran-buliran bening ke setiap sudut Desa Pegayaman. Rumah-rumah dan jalanan basah kuyup. Air mengalir di setiap celah di bumi “Kumpi Bukit” itu.
Tapi, lihatlah warga Desa Pegayaman berbondong-bondong ke Masjid Jami’ Safinatussalam siang itu. Di jalan depan masjid bersejarah ini, warga berkumpul. Anak-anak putra-putri, remaja, orangtua, bapak-bapk, ibu-ibu, hingga kakek-nenek tumpah ruah.
Lihatlah anak-anak usia dini dengan beragam pakaian yang melekat pada tubuhnya. Pakaian adat-istiadat, pakaian wisuda, pakaian sekolah, ah entah pakaian apa lagi. Pokoknya beragam.
Lihatlah anak-anak seusia sekolah dasar, dengan pakaian seragam kebesaran hadrahnya. Mereka bersiap untuk atraksi. Lihatlah para remaja dengan grup drumbandnya.
Perayaan Maulid Nabi di Pegayaman | Foto Yahya Umar
Lihatlah juga grup-grup hadrah dewasa, grup burdah yang juga siap beraksi. Lihatlah para pendekar dari Pagar Nusa, Gasmi, dan Sitembak yang juga ikut hadir pada siang itu. Mereka pun siap ikut pawai.
Juga lihatlah pajegan sokok taluh yang dibuat warga sudah berjejer di jalan depan Masjid Jami’ Safinatussalam siap untuk diarak.
Ya pada siang itu digelar Pawai Maulid. Pawai untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pawai siang itu merupakan puncak dari serangkaian kegiatan dalam rangka perayaan Maulid Nabi. Sebelumnya, ada sejumlah kegiatan yang digelar, antara lain penampilan grup burdah semalam suntuk di rumah Penghulu/Imam Desa Pegayaman, H. Abdul Ghafar Ismail. Belum lagi kegiatan di masjid dan rumah-rumah warga.
Seperti halnya perayaan hari raya masyarakat Hindu Bali, perayaan Maulid Nabi di Pegayaman juga memakai sistem urutan, seperti penjajaan, penapean, penampahan, rainan, dan umanis. Itulah yang dikenal sebagai akulturasi Hindu Bali dan Muslim Desa Pegayaman. Sokok taluh yang diarak juga merupakan akulturasi dari pajegan di Bali.
Hujan terus mengguyur siang itu. Pawai sempat ditunda. Menunggu hujan reda, grup burdah memanfaatkan jeda. Memilih tempat di sisi kanan masjid, sejumlah lagu dimainkan. Lantunan lagu-lagu yang ditampilkan menyentuh jiwa. Hati ikut bergetar.
Suara burdah menarik perhatian warga. Mereka bergeser ke sisi kanan masjid, menyaksikan dan mengabadikan dengan HP aksi para seniman burdah. Semua penonton terkesima, tak kecuali anak-anak.
Hujan reda, para peserta Pawai Maulid sudah siap berlaga. Dengan membaca sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, Penghulu Desa Pegayaman, H. Abdul Ghofar Ismail, melepas pawai. Wajah-wajah ceria, dengan sejuta perasaan bahagia.
Perayaan Maulid Nabi di Pegayaman | Foto Yahya Umar
Beberapa saat kemudian, hujan kembali turun. Kali ini, para peserta bagai tak peduli dengan hujan. Berhujan-hujanan para peserta Pawai Maulid tampak tetap bersemangat mengikuti pawai. Dengan pakaian dan alat-alat peraga yang basah kuyup, mereka tak kendur. Justru mereka tampak bahagia.
Tak kalah antusiasnya warga Pegayaman menyambut pelaksanaan Pawai Maulid tersebut. Di Masjid Jami’ Safinatussalam tampak dipenuhi warga. Dari masjid ini, pawai dimulai. Di setiap jalan yang dilewati peserta pawai juga tampak antusiasme warga menyaksikan dan memberi semangat kepada peserta pawai.
Di tempat finish pawai pun, yakni di depan kantor Desa Pegayaman, juga dipadati warga. Bahkan tampak juga warga dari luar Desa Pegayaman. Hujan semakin deras, namun peserta pawai tak mundur sedikit pun.
Di depan kantor desa, beberapa peserta tampak menampilkan atraksi. Seperti grup hadrah anak-anak, drumband, dan seni bela diri. Atraksi inilah yang paling ditunggu oleh warga. Meskipun hujan mengguyur, para peserta Pawai Maulid yang melakukan atraksi tetap berusaha tampil maksimal. Meskipun hujan mengguyur, penonton tak mau beranjak. Tetap berdesakan menyaksikan setiap atraksi yang dipersembahkan peserta pawai.
Bagi warga Pegayaman, perayaan Maulid Nabi menjadi sesuatu yang istimewa. Karena itu, warga Pegayaman yang ada di rantau biasanya pulang kampung. Perayaan maulid, justru lebih meriah dibandingkan perayaan hari raya Islam lainnya, seperti Idul Fitri atau Idul Adha.
Lantas, apa makna dari anak-anak usia dini yang tetap ceria dan bahagia dalam guyuran hujan saat mengikuti Pawai Maulid? Apa manfaat anak-anak sekolah atau santri yang tak surut sedikit pun dan tetap bersemangat mengikuti pawai meski cuaca sangat membahayakan? Apa sih yang dicari para orang tua, guru, atau ustadz yang harus basah kuyup dan melintasi jalan-jalan yang licin mengikuti pawai?
Itulah yang dinamakan cinta. Itulah yang disebut setia. Cinta kepada Nabi. Setia kepada tradisi. Dan salah satu cara, dari banyak cara, menanamkan cinta kepada Nabi itu ya dengan pawai. Dan, salah satu cara, dari banyak cara, merawat tradisi itu, ya dengan pawai. Pawai Maulid namanya. [T]