Cita-cita dia sejak kecil memang jadi dokter. Namun, melihat keadaan keluarganya yang tidak mampu secara ekonomi, dia tentu saja tak berani melambungkan harapan sangat tinggi untuk bisa mencapai cita-cita. Ia pendam cita-citanya, sampai kemudian pendidikannya lancar dan jalan pun terbuka.
Dia adalah Ni Komang Pasek Nurhyang Jumantini, biasa dipanggil dengan nama Pasek. Dia lahir dan besar di Desa Batubulan, Gianyar, bersama keluarga yang sangat sederhana.
Ayahnya seorang petani, ibunya buruh yang kadang-kadang juga membantu ayahnya di kerja di sawah. Pe4nghasilan keluarganya 18 juta setahun. Artinya, 1,5 juta sebulan. Atau, sekira 50 ribu rupiah sehari. Itu mungkin untuk makan sehari-hari saja harus dengan penuh perhitungan.
Sekolah dasar dilewatinya di SDN 2 Batubulan Kangin (2006-2012) dan sekolah menengah ditempuh di SMPN 1 Sukawati (2012-2015). Meski sekolahnya gratis, dia tetap punya bekal, setidaknya sebagai uang saku untuk sesekali bisa masuk kantin sekolah seperti teman-temannya.
Untuk mendapatkan uang saku, sesekali ia minta pada orang tua, Namun ia tetap berinisiatif bekerja sepulang sekolah. Ia bekerja membuat pernak-penik payas penjor atau hiasan penjor. Pekerjaan itu banyak dilakukan menjelang Hari Raya Galungan ketika banyak umat Hindu di Bali wajib memasang penjor. Dari kerja membuat payasan penjor itulah ia mendapatkan uang saku sebagai bekal sekolah.
“Di masa kecil saya selalu diajarkan oleh orangtua saya sebuah prinsip yaitu ‘tidak apa-apa miskin materi, asalkan jangan miskin ilmu’. Hal inilah yang memotivasi saya untuk belajar dengan rajin dan memiliki mimpi-mimpi yang ingin saya gapai,” kata Pasek.
Setamat SMP, jalan untuk menuju cita-cita pun terbuka. Ia memenunuhi syarat masuk SMA Negeri Bali Mandara. Selain berasal dari keluarga kurang mampu, ia juga termasuk siswa berprestasi. Di SD ia ranking 2, di SMP ranking 1 dan saat UN SMP mendapat nilai UN tertinggi di Gianyar,
Di SMAN Bali Mandara ia tak berpikir lagi untuk bekerja. Ia tinggal di asrama, dan bisa konsentrasi belajar. SMAN Bali Mandara, ia tempuh selama dua tahun dengan tetap mempertahankan prestasinya. Ia masuk rangking dua. “Saya menempuh pendidikan di SMAN Bali Mandara selama dua tahun karena saya mengikuti salah satu program sekolah yaitu akselerasi,” kata Pasek.
Selain program akselerasi, kata Pasek, masih banyak program-program lain yang mampu mengembangkan bakat, soft skills, serta leadership untuk siswa.
Selama di SMA ia mengaku mendapat banyak bantuan terutama dari segi pendidikan, yaitu pendidikan gratis yang membantunya dalam meringankan beban keluarga. “Saya mendapatkan banyak hal, tidak hanya saat jam sekolah namun juga saat kehidupan di asrama,” katanya.
Dan tamat SMA ia lolos masuk Prodi Kedokteran, Unud, Denpasar. Atas bantuan banyak pihak, ia pun lolos jalur bidik misi, sehingga ia tak perlu lagi pusing-pusing memikirkan biaya saat menempuh Prodi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sejak tahun 2017.
Dan kini ia berstatus dokter muda yang sedang menjalankan program coass. “Tahun depan saya akan menempuh ujian nasional untuk menjadi dokter,” katanya.
Kisah Tentang Bonfire
Pasek ingat betul masa-masa mengesankan saat menempuh pendidikan di SMAN Bali Mandara. Salah satunya adalah acara bonfire.
Saat pertama kali diterima di SMAN Bali Mandara, dia bersama para siswa baru mengikuti serangkaian acara penerimaan, salah satunya acara bonfire. Dalam acara itu para siswa diminta untuk menuliskan cita-cita dan harapan yang ditulis dalam secarik kertas dan dimasukkan ke dalam botol. Botol itu kemudian disimpan, danhanya bisa dibuka saat acara kelulusan.
Acara ini dibuat untuk memotivasi siswa agar selalu ingat akan mimpinya dan berusaha untuk menggapai cita-cita itu sampai bisa tercapai saat lulus.
“Saat acara itu saya menuliskan ingin menjadi dokter dan meringankan beban keluarga saya,” kata Pasek.
Setelah memasuki tahun terakhir di SMA, dia mulai mendaftar kuliah melalui pendaftaran SNMPTN yang diarahkan alur registrasinya oleh guru-guru. Dia mendaftar di Unud dengan jurusan kedokteran.
Selain mendaftar PTN dia juga diarahkan untuk mendaftar Beasiswa Bidikmisi dan beasiswa itu masih diperoleh hingga saat ini. Jadi, apa yang dia tulis pada secarik kertas yang disimpan dalam botol, dan dibuka saat kelulusan, benar-benar bisa diwujudkan. Cita-cita yang tertulis dalam secarik kertas itu terasa seperti doa sehingga cita-citanya bisa ditempuh dengan lancar.
“Menurut saya, SMAN Bali Mandara sangat berkontribusi dalam perjalanan saya mencapai cita-cita, terutama dari segi bantuan pendidikan. Saya bisa mendapatkan pendidikan yang layak meskipun saya berasal dari keluarga kurang mampu, dan saya mampu mengembangkan potensi saya dengan sebaik-baiknya,” kata Pasek lirih.
Pasek memang salah satu dari sekian banyak anak berprestasi yang berasal dari keluarga kurang mampu yang dapat mencapai cita-citanya berkat bantuan pendidikan dari SMAN Bali Mandara.
“Saya mengucapkan banyak terima kasih untuk SMAN Bali Mandara dan Pemerintah Provinsi Bali karena sudah memfasilitasi siswa dari seluruh Bali yang tidak mampu secara ekonomi untuk bisa mendapatkan pendidikan dengan baik,” kata Pasek. [T]