Ada banyak pertanyaan yang berkelidan dibenak saya saat menyaksikan pementasan Raya Raya Cinta oleh Komunitas Mahima pada Jumat, 29 Oktober 2021 serangkaian Festival Bali Jani III, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar. Pertama, bagaimana suatu naskah mampu dibangun dengan dasar mindfulness? Kedua, bagaimana kerangka kerja mental pemain menyeimbangkan titik chaos dan cosmos? Serta bagaimana romantisme ditafsir oleh masing-masing pemain?
Seperti yang telah ditulis oleh sutradara sekaligus penulis naskah Sonia Piscayanti tentang proses persiapan pementasan (klik https://bit.ly/3mQ7dED) bahwa Raya Raya Cinta adalah bentuk keseimbangan antara chaos dan cosmos. Artikel selanjutnya yang ditulis oleh Carma Citra (klik https://bit.ly/3k8af5e) tentang peran perempuan yang selalu harus sadar pada setiap kekacauan.
Pada kedua artikel itu banyak memaparkan tentang peran seorang wanita yang mampu mengambil sikap dan bersuara di tengah himpitan kewajibannya. Raya Raya Cinta yang dibuka dengan sangat teatrikal dan khyusuk. Dari awal hingga akhir strukturnya cerita terjaga hingga membuat pementasan ini layak menjadi tontonan yang kritis juga romantis.
Perayaan Pertemuan yang Dipertanyakan
Sonia Piscayanti memang sedang getol-getulanya bergulat dengan mindfulness. Hal itu nampak pada kerja-kerja berkeseniannya yang ditulis dan yang disuarakan. Selain itu, hal-hal terkait kesadaran bersikap juga tercermin dalam berbagai dialog. Pertemuan tokoh Raya dan Cinta adalah pertanyaan-pertanyaann yang sublim tentang pengambilan keputusan dan jatuh cinta yang tak tergesa. Kesadaran tokoh Cinta menerima perasaan Raya penuh dengan pertanyaan dan pertentangan. Semua hal itu tumpah ruah dalam dialog-dialog Cinta dan Raya. Dialog yang pepat dan terukur membuat alurnya terjaga sehingga penonton khusyuk mengikuti jalannya cerita.
Raya Raya Cinta mengandung premis tentang seorang perempuan yang terjebak pada kewajiban yang chaos namun mampu menemukan titik cosmosnya. Seperti yang diungkapkan Lajos Egri bahwa manusia adalah sebuah labirin dari kontradiksi-kontradiksi yang terlihat jelas. Hal-hal kontradiksi dalam Raya Raya Cinta memberikan pengertian tentang bentuk mencintai kekasih, keluarga, sahabat, juga budaya. Misteri ketangguhan tokoh Cinta semakin menarik ketika banyak hal yang berubah dalam dirinya. Bagaimana seorang sulung perempuan mampu memahami alasan-alasannya bertahan atau berubah.
Kualitas Aktor yang Konsisten
Keseimbangan chaos dan cosmos yang diharapkan sutradara tentu berakar pada kepiawaian para pemain. Kerja mental aktor dibentuk mencapai titik seimbangnya sehingga dapat menyuguhkan kualitas keaktoran yang konsisten dan tidak ‘kehabisan napas’. Rajutan demi rajutan yang diperhitungkan sutradara tak akan apik tanpa pencapaian kesadaran dari para aktor yang terlibat. Terlebih, beberapa koreografi kontemporer menjadi bagian dari pemanggungan.
Tubuh aktor menerjemahkan dengan baik setiap emosi-emosi yang ingin diungkapkan. Nampak keberhasilan pemain menafsir romantisme yang ingin dibangun adalah dengan pilihan-pilihan gerakan dan sopan santun bercinta yang terlihat apik disetiap adegan.
Yang menarik dari stuktur pembentukan aktor yakni lima unsur yang ditokohkan yakni Cinta, Asa, Kala, Cahaya, dan Laut. Sayangnya, kelima tokoh ini tidak digarap dalam medium yang lebih dalam. Saya rasa kelima tokoh ini bisa diulik lebih intim sehingga kemunculan tokoh-tokoh ini semakin penting.
Sinergi Musik Pembentuk Dramatik
Penafisiran romantisme tersebut juga dilakukan di ranah pemusik. Musik membentuk ruang menjadi magis dan mencapai titik dramatik. Di sinilah sangat diperlukan peran pemusik yang mampu membedah naskah dan mendekati setiap dialog-dialognya. Para pemusik juga sangat perlu hadir dalam setaip proses latihan sehingga mampu menciptakan cahaya cosmos. Penerjemahan yang telah dilakukan pemusik telah berhasil mengugah batin penonton. Kecermatan penata artistik memberikan kesempatan pada penonton untuk memahami pementasan lebih dalam.
Dengan upaya kesadaran-kesadaran ruang dan bentuk pemanggungan, serta olahan-olahan rasa yang membantin, maka proses penyembuhan dari kekacauan sudah terjadi dengan utuh. Pementasan ini berpotensi besar dialihwahanakan ke dalam bentuk film.
Keberhasilan Sonia Piscayanti menrancang sebuah pementasan Raya Raya Cinta tidak terlepas dari upaya-upayanya menggaungkan konsep mindfulness dalam setiap dialog dan setiap proses latihan. Keberhasilan mengolah sudut peristiwa dan menakar stuktur dramatik berkat kecakapan menemukan titik seimbangnya. Cahaya cosmos yang cermelang nampaknya akan mampu membawa penonton pada bentuk kesadaran baru menafsir romantisme. [T]