Perempuan mahasiswa magang di bank umum – dalam artian bank yang mengelola uang, sepertinya sudah biasa. Ini ada tiga perempuan menjadi relawan di bank sampah, tepatnya di Bank Sampah Galang Panji, Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali.
Tiga perempuan itu tentu saja tak berkantor si sebuah bank yang bangunannya mewah dengan AC yang sejuk dan meja mengkilap. Mereka bukan pula berpakaian seragam dengan jas rapi, serta setiap hari mesti menggunakan parfum yang harum semerbak.
Tiga perempuan itu berkantor di sebuah kantor biasa-biasa saja dengan pakaian biasa-biasa saja, tentu tanpa parfum semerbak. Bau tubuhnya sejuk alami. Senyumnya pun sangat manis dan alami. Tidak dibuat-buat.
Tiga perempuan itu; Gusti Vica Tunastini, Putu Wulan Libriani, dan Kadek Seni. Ketiganya adalah gadis asli Desa Panji. Mereka bergabung untuk menjadi relawan di Bank Sampah Galang Panji, sebuah bank sampah yang sedang berdiri 7 tahun lalu, dan kini makin bergerak maju dan profesional.
Dengan bergabungnya tiga gadis relawan itu, tampaknya relawan Bank Sampah Galang Panji yang sebelumnya berjumlah 6 orang, dan semuanya laki-laki, akan lebih sering tersenyum. Tentu karena bank sampah itu saban hari bakal dipenuhi senyum manis tiga perempuan.
Gusti Vica Tunastini
Yang pertama bergabung menjadi relawan Bank Sampah Galang Panji adalah Gusti Vica Tunastini, Perempuan kelahiran tahun 2000 ini tinggal di Banjar Dinas Dauh Pura, Desa Panji, Perempuan yang akrab dipanggil Vica ini sebelumnya, selama sekitar dua tahun, 2019-2020, aktif sebagai Pengurus Kopma Citra Dana Undiksha yang salah satunya juga mengelola bank sampah.
Kini ia masih terdaftar sebagai mahasiswi Semester 6 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Undiksha. Sesuai pendidikannya, ia memang suka belajar manajemen. Dan manajemen bukan melulu soal uang kecil menjadi uang besar, melainkan bisa juga soal sampah menjadi uang besar.
Kenapa tertarik dengan sampah?
Visa mengatakan, entah mengapa ia merasa senang ketika memilah-milah sampah pada saat bertugas di Bank Sampah Citra Dana Undiksha. Perlahan muncul ketertarikannya terhadap pengelolaan sampah,
“Senang sekali bisa memilah sampah, apalagi tahu ternyata ketika sudah dipilah harga sampah itu jadi cukup tinggi,” ujarnya.
Untuk itulah, ketika masa tugasnya selesai sebagai pengurus KOPMA dan bank sampah di kampusnya, dia ingin melanjutkan pembelajarannya tentang potensi dan pengelolaan sampah di Bank Sampah Galang Panji.
“Rumah saya kan dekat dengan pasar desa di Panji. Saya lihat belum banyak yang sadar untuk mau memilah sampahnya di pasar, jadi ya semoga setelah saya ikut di sini bisa memberikan informasi tentang pentingnya pemilahan,” kata Vica yang seharihari juga suka berkebun itu.
Putu Wulan Libriani
Putu Wulan Libriani usianya setahun lebih muda dari Vica. Ia adalah perempuan kedua yang menyatakan kesiapannya menjadi bagian dari Bank Sampah Galang Panji.
Perempuan yang memiliki hobi bernyanyi, menari dan membaca novel ini, sejak SMA telah ikut serta mengelola bank sampah di Banjar Bangah Desa Panji. Karena berbagai kendala bank sampah itu berhenti beroperasi, dan dia lantas melanjutkan menjadi relawan di Bank Sampah Galang Panji.
Wulan yang lahir September 2001 itu masih menjadi mahasiswa semester 4 Program Studi Pendidikan Dasar di Undiksha. Ia ingin secara intensif belajar pengelolaan bank sampah di Galang Panji agar bisa nantinya mendorong kembali berdirinya bank sampah di banjarnya, di Banjar Bangah.
“Dulu bank sampah itu sudah banyak nasabahnya tetapi karena pengurusnya banyak yang sibuk jadinya gak bisa berlanjut,” ungkap wanita yang aktif sebagai pengurus UKM Penalaran dan Karya Ilmiah Mahasiswa Undiksha ini.
“Nantinya saya ingin belajar lagi di Bank Sampah Galang Panji yang sudah mampu konsisten selama ini. Siapa tau nanti saya bisa menerapkan pelajaran ini di banjar saya,” jelasnya.
Kadek Seni
Perempuan ketiga yang bergabung sebagai relawan di Bank Sampah Galang Panji adalah Kadek Seni. Perempuan berkulit putih ini tinggal di sekitar Bank Sampah Galang Panji, di Banjar Dinas Kelod Kauh, Desa Panji.
Ketika pertama kali pihak Bank Sampah Galang Panji menghubungi Kadek Seni melalui pesan WA, sempat ada sedikit keraguan tampaknya.
“Saya pikirkan dulu ya, Bli,” balasnya melalui WA.
Tetapi beberapa kemudian, ketika tahu Wulan dan Vica telah bergabung, tanpa panjang lebar lagi langsung dia jawab, “Siap”.
Wanita kelahiran tahun 2000 yang hobi memasak ini memang sedikit pemalu orangnya, padahal secara akademik ia sangat pintar. Ketika ditanya kenapa akhirnya mau menjadi bagian dari Bank Sampah Galang Panji, dia mengatakan karena ingin menambah pengalaman.
“Saya ingin belajar dan menambah pengalaman lagi di luar kampus, saya pikir dengan ikut di Bank Sampah Galang Panji bisa belajar banyak hal, apalagi bank ini di rumah sendiri,” ujar mahasiswi Akutansi Undiksha ini.
***
Apa saja yang dilakukan tiga perempuan itu di Bank Sampah Galang Panji?
Peran mereka tidak akan banyak turun langsung mengambil sampah di tempat-tempat nasabah Bank Sampah Galang Panji. Vica yang pendidikan formalnya manajemen akan membantu bagaimana mengatur manajemen pengelolaan sampah sehingga Bank Sampah Galang Panji memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang tersusun dengan baik.
Karena sudah pernah mengelola bank sampah, Vica sendiri sudah paham betul tentang apa-apa yang harus dikerjakan. Dia sendiri sangat yakin dengan keberadaan bank sampah bisa menjadi solusi untuk mengurangi permasalahan sampah.
“Sampah kalau tidak dikelola dengan baik akan selalu jadi masalah. Untuk melarang orang membuang sampah sembarangan tentu juga tidak mudah. Dengan adanya bank sampah ini sepertinya akan lebih mudah menyadarkan warga untuk mengelola sampah dan juga bisa menghasilkan,” ujarnya.
Kadek Seni dengan pendidikan Akuntansi tentunya membantu dalam pengelolaan keuangan. Apalagi selama ini Bank Sampah Galang Panji agak kewalahan mengatur keuangan karena belum sepenuhnya dikelola dengan professional. Dengan masuknya Kadek Seni, keuangan Galang Panji setidaknya dapat tercatat dengan baik. Karena dengan pengelolaan keuangan yang baik akan dapat memberikan keterbukaan kepada para nasabah.
“Masalah sampah memang berat ya. Mungkin dengan lebih banyak yang terlibat dan bergabung di bank sampah, apalagi anak-anak mudanya juga mau peduli, pasti pengelolaan sampah jadi lebih mudah,” kata Kadek Seni.
Dan yang termuda, Wulan tentunya akan membantu sebagai pemberi edukasi kepada masyarakat atau calon nasabah. Dengan pengalamannya yang sudah pernah mengelola sampah tentu dia sudah paham betul potensi pengelolaan sampah, dan nantinya sebagai calon guru sekolah dasar dia bisa memberikan edukasi kepada anak-anak tentang asiknya memilah sampah.
“Sampah ini punya potensi ekonomi yang cukup tinggi, dan butuh kesadaran untuk itu, sehingga masyarakat tidak membuang sampah sembarangan,” ungkap Wulan yang anak Kelian Banjar Dinas Bangah Desa Panji ini.
Walaupun ketiga perempuan itu adalah asli warga Desa Panji, mereka bertiga bukan teman sepermainan. Namun begitu, karena usianya yang seumuran membuat mereka bertiga langsung akrab.
Ketika pertama bertemu di Bank Sampah Galang Panji mereka langsung saling bercanda, dan canda serta senyum mereka jadi penyemangat para relawan lain yang sebelumnya sudah bergabung sejak lama di Bank Sampah Galang Panji.
Seni dan Wulan hampir sudah kenal semua relawan di Bank Sampah Galang Panji. Meski begitu, keduanya masih tampak malu-malu ngobrol dengan relawan lainnya. Berbeda dengan Vica yang memang belum banyak yang dikenal tapi sangat percaya diri, dia selalu memperkenalkan diri lebih dulu kepada relawan lain yang ditemuinya.
Tapi mengenai semangat meskipun paling muda, Wulan selalu jadi yang pertama memberikan reaksi atas arahan dari pengurus bank. Sementara Kadek Seni kalau sudah mulai masuk pada pembahasan penting, tampak paling serius memperhatikan.
Ketiga perempuan muda ini jelas adalah generasi emas bagi Desa Panji. Mereka yang mau belajar dengan mencari pengalaman di luar kampus tentu akan membuat mereka lebih siap lagi nantinya memasuki dunia kerja dan bisa lebih peduli lagi dengan lingkungannya. [T]