PADA BAHAGIAN LAIN (SUATU KETIKA) TANPA HARI DI MUSIM KUPUKUPU
I
Pohon dan bumi tumbuhkan bungabunga
Bagi jiwa yang kelana
“Cecaplah dan mabuklah dalam aroma madu
Yang akan mewartakanmu airmata”
Kupukupu yang bermata teduh
Menandai gerimis yang mengental dalam dingin embun
Hingga sampai padamu
Mencair seperti muaian panas fajar
Taman seribu musim. Dan waktu mengalir
Tanpa jeda: Engkau akan terjebak
Dalam cuaca dimana angin selalu merubah arah datangnya
Menjemput cintamu
Taman seribu musim. Memuati sedih itu!
Kupukupu yang lahir dari peraman panas madu bunga
II
Berkelebat burung itu ke dalam sunyi
Dari derak ranting yang memperjelas petang
Matahari sempurna dalam rumah kaca
Membagi bayang. Menera cahaya
Dan melunturkan jarak serta detak jam
Selama perjalanan
Sinar lampu jalan temaram karena hujan
Dan gerak jerajak kaki mengantarkan
Hingga sampai jalan pulang
Mercusuar tak selalu memberi tanda untuk tidak tersesat!
Kupukupu dalam partitur bungabunga
Menandaimu musim kawin. Persilangan dan
Penyerbukan akan abadi
Pada taman yang lukis dalam tulisan ini!
Berkelebat burung. Liukan kupukupu
Sempurnalah olehmu, penata kebun
Yang menanam bungabunga
Dan memanen dalam hatiku!
III
Lalu kutulis padamu: Bungabunga taman yang senyap
Terjaga seperti kemarau
Menghalau terik di retak telapak tanganmu
:”Tulis pula padaku tentang burungburung yang berkelana
Dalam denyut jantungku!”
Dan tiba juga pada petang
Angin menyelinap pada celah jarimu
Mewartakan dingin. Mimpi akan cahaya
Yang memuaikan. Terurai
Menjadi airmata yang biru
Jalan yang nampak setelah hujan
Genangan air akan mengalirkanmu
Ke hulu yang jauh
Pada jukung yang mengarung akan membawamu
Ke rantau. Airmata akan beku
Setelah pasang air laut. Menandai purnama
Dan akan berkisah tentang arus
Yang engkau larung ke relung hidupku!
Lalu kutulis padamu: Kupukupu yang ngungun
Memandang kemarau dan bungabunga
Yang terpesona dihatimu!
IV
Kujaga dirimu seperti hening. Serupa pohon
Tumbuhkan tunas dengan senyap
Tanpa bisikan mesti derit angin menjuntai
Dalam hijau daun
Lalu siapa menanbat luka takikan
Pada purnama yang pecah
Di halaman rumahmu. Rembesannya mengental
Di setiap jarak rantauan. Rindu sanakkadang
Dan cintamu yang tulus
Serupa kupukupu. Cairkan madu
Di setiap putik. Jadilah mabukmu
Buah larangan yang ranum pada perjamuan
Di meja segi 9
Lalu siapa menuangkan janji pertemuan
Pada perpisahan ini. Detak jam atau
Arah tanda panah yang menunjuk ke dalam
Diri sendiri
Terjaga dirimu seperti penantian ini
Senyap serupa pohon menumbuhkan tunas diri
Memaknai wingit pertiwi: Ada kupukupu
Yang rindu mencecap lembut
Lukaluka yang tak berdarah!
V
Burung yang terbang rendah dengan kepak sayap memjangkau
Langit: Siapa memuaikan warna biru
Pada lengkung pelangi itu
Memudar seperti lelehan cahaya sehabis hujan
Dan angin memempiaskannya ke bahagia daun
Yang setia memeram panas matahari
-Penyerbukan ini di mulai. Dan Engkau masih
Menancapkan tiang pancang itu di setiap jalanan
Menurun untuk menandai betapa tinggi tanjakan
Yang akan kita tempuh
Jalan paling rahsia. Jejakjejak wingit
Adalah kesenyapan tanah memberi warna pada setiap bungabunga
Dan Engkau masih menumbuhkan pohonpohon di kepalaku
Dikerdilkan dengam sempurna. Kupukupu
Menandur musim di situ: Hingga akhir angin
Menyisir taman dan detak jam berguguran
Seperti embun. Siapa yang akan menamai
Bunga itu
Kupukupu/lalat yang menebar wangi
Dan Engkau masih menernak diriku seperti lepasan
Burungburung menerbangkan diri
Di biru langit!
VI
Bisikanku menyelinap ke dalam kelam telapak
Tanganmu, seperti purnama timbul tenggelam
Sinarnya menembus sunyi dirimu
Di beranda masih ada keinginan untuk
Mempercakapkan rahsia malam
Dan aku menghantarkan padamu
Dingin yang mencairkan temaram lampu jalan
:Oi, laron laron itu merebutnya
Dan melepaskan sayapsayapnya untuk kemudian
Menenggelamkan diri pada hawa tanah
Yang lembab. Pada hujan yang baru usai
Melatalah kembali. Bergelinjang seperti mabuk
Cahaya. Dan detakan jam
Menandainya untuk selesai acara pesta!
Engkau. Atau burung penjaga malam
Purnama yang meluntur di jelaga langit
Kesiur jangkrik mengentalkan dingin
Engkau dan angin kemudian memburaikannya
Pada sela ilalang:”Mengapa Engkau memukatkan
Getah damar dan jaring labalaba
Yang kembali kukenali sebagai
Kampung halaman. Tua di makan usia
Dan kita mengasahnya agar berkilau
Dengan gesekan panas telapak tangan”
Api unggun menunggui malam ini pada perkemahan sunyi
VII
Dari jendela udara bertukar aroma
Bunga di kebun dengan angin yang berdesis
Di dalam dahan. Dan kupukupu memeramnya
Pada kentalan madu:”Mabuklah!”
Di luar masih ada yang mengeja namamu
Dengan senyum yang purba. Hurufhuruf yang disusun
Seperti relief. Partitur anacaraka
Hurufhuruf yang direkatkan dengan sumsum airmata
Seperti menara. Mercusuar yang melengangkan
Malam di tengah laut.
“Suaramu yang sayup. Tanpa gurulagu
Menembangkan rintik hujan yang menempias
Di telempap tanganku. Aku rindu padamu
Uluhati yang tertikam karena pertemuan ini”,
Suaramu teduh
Dan menyempurnakan juga salam perpisahan
Engkau. Atau bungabungs yang mekar karena malam
Hingga aroma sunyi ini mencair
Siapa menyuling madu dan mabuklah
Kita disitu
Aku rindu padamu dan tulis namamu seperti airmata kalbu.
VIII
Menera hujan yang jatuh. Halamam membilang
Tetes ke tetes. Bayangan pun hanyut
Kedalamnya. Menjadi dingin
Dan sunyi. Engkau, masihkah menadahnya
Dengan cakupan tangan. Sinar bulan memudar
Di jelaga mendung
Menggambar hujan dengan wajah pohon kuyub
Warna itu muncul kelabu. Siapa membenamkan
Diri dalam liukan bayangan itu
Engkau. Atau kilau halilintar yang menikam malam
Anakanak mewarnainya dengan warna
Dadu. Sejuk. Dan angin yang menebalkan
Di gigil malam menjadi embun dan menetes
Sebelum fajar
Anakanak mengumpulkannya menjadi
Ulakan untuk melayarkan dirinya menuju
Lautan dalam tubuhmu!
Menera hujan. Tetes ke tetes.
Takmampu kuterka tujuan ini. Tanda arah tak menunjuk
Tempat berkemah. Engkau berkaca
Dalam hening!
IX
Masih sempat memandang bulan sebelum gerimis
Menguburnya. Serupa sebuah karangan bunga
Pemakaman ini di mulai
Berangkat tanpa kelam dan sunyi terbunuh
Sendiri. Engkau menyilaukan sekali
Dalam kesendirian ini.
Memandang bulan dan bayang pepohonan
Yang kadang memyembunyikannya dari angin
Dingin yang memuaikan segalanya
Engkau. Atau burungburung yang melengkapi
Rantingranting dengan senyap kembali
Dalam rantauan: Tampak dalam sangkarku
Jiwaku terkurung pada tulus cintamu
Melukis bulan dan memandangnya dengan takjub
Hujan yang turun tak membasahi sinarnya
Serta membiarkan laronlaron merebutnya
Pada hablur lampu halaman
Jalan pulang selalu tertulis dalam sajakku
Jalan rantauan kuterakan dalam peta jiwaku
Engkau. Atau jerajak yang suram menjaga
Jarak dan kabar terakhir itu
Engkau tandai dengan arsitektur fajar.
X
Kunukilkan padamu tentang bunga yang menjadi buah
Penyerbukan. Musim tumbuh. Pergantian musim.
Kebun jasmani rokhani. Maka, Benih biji yang menumbuhkanmu kembali
1
Aku menanti cahaya bulan
Di sebelah daunan basah
Terpeleset dalam getaran jiwa
2
Menuntun diri melewati malam
Cahaya yang tersibak karena senyap tualang
Diternakkan sunyi
3
Di sela dingin masih juga malam
Memuati angin
Meliuk ke dalam bayangan
Yang tertunda menebalkan tetesan sayong
4
Maka berdianglah sendiri di hangat musim ini
Bungabunga memperjelas warna dengan wangi
Bagi mabuk kupukupu
5
Bulan menanam sinarnya di sela ilalang yang basah
Gigilpun tumbuh di situ
Serambi membisu dalam percakapan ini
6
Maka Engkau akan mengenaliku lagi
Bila kembali
Menanam benih air dalan airmata itu
Bertahuntahun dan mengering dalam gelora lautan jiwa
7
Tubuh akan kaku membujur seperti waktu
Dan detakan itu menandaiku dengan tanda api
Jalan tanpa tepi serupa lingkaran tak bersisi
8
Siapakah Engkau mengajakku meluku
Menanami diri dengan benih jejak
Yang tak berluka
Perjalanan yang kadang khilaf kuakhiri
9
Seekor burung tertawan di geriat angin
Dan sehelai bulu itu melambai
Seperti udara
Menukiklah dan akan Engkau temui
Aku tertuntun cintamu yang tulus
Dan kusandarkan sekaligus kutancapkan dalam hidupku
10
Menari dan liukan angin dalam gerakan itu
Akan membawamu memasuki ruang yang paling rahsia
Untuk melafadzkan setiap bahasa
Yang terkadang menyerupai kebun bunga
Di tubuh kupukupu
11
Burung ataukah kupukupu yang berganti rupa dalan warna bungabunga
Menandai cuaca yang baik ini
Engkau menangkapku dan menyamarkannya
Ke relung sunyi
Seperti perapian yang senyap menyempurnakan gelap malam
12
Maka dingin meneteskan embun satu satu
Seperti Engkau mengaburkan sinar bulan itu dengan kilau bintang
Dan takjuga kutangkap sunyimu yang mengalir menuju hulu
Serta menambatkan jukungku dalam labuhan rindu
Gelora yang mendedah setiap getaran jam yang mencair di udara
13
Engkau tersenyum laksana pagi yang ditandai kicauan ini
Setiap musim bertukar dengan musim yang lain
Siapa menyela di situ antara liukan angin
Dab tertambat dalam katakata yang kejam
14
Seekor ikan dan seperti yang lain
Menyembul ke permukaan air
Serupa sebuah telaga
Dan menenggelamkan diri aku di situ
15
Malam yang datang bersama burungburung yang kembali
Menggenapi ranting dengan kesunyian
Masing masing untuk beranakpinak
Dan angin berlalu tanpa desau
Menebal dengan dingin
16
Angin mendesir menghalau
Hujan yang mulai akan turun
Dan takjuga tebal mendung
Mampu menutup pantulan cahaya matahari
Hingga suram di lembab halaman
Desiran angin yamg terdampar di celah ranting
Tak cukup memudarkan
Semburat yang menjelaga di pekat mendung
17
Malam telah menuntaskan purnama
Dan kini bersama angin
Menyempurnakan dingin serta melelapkan mimpi dalam tidurmu
Masih terjagakah Engkau, maka
Mainkanlah dawai dari partitur lagumu
Memainkan alunan merdu
Mengantarkan aku melengkapi
Nadanada yang berkabung dalam luruhan airmatamu
18
Mata kupukupu yang dingjn
Menangkap fajar di warna bunga
Kilau yang senyap dari cahaya matahari
Dan memuaikan diri aku pada lelehan embun
Dalan rebahan halimun
19
Engkau menahanku dalam takikan sunyimu
Sempurna seperti kayuhan jukungmu
Melayari bidupku
Aku menjagamu selalu dalam rindu
Tempuhan tanpa ukuran jarak
Sipta Umadika, Celuk Sukawati, Gianyar, 30.01.2021 -07.02.2021
____