Baca juga:
- Inilah 1.001 [Seribu Satu] Alasan Kenapa Buku “Nyujuh Langit Duur Bukit” Penting Dimiliki dan Dibaca
Membaca buku, membuka jendela dunia. Anggapan tersebut memiliki arti dengan membaca buku seseorang dapat menambah wawasan, inspirasi dalam menulis bahkan pengalaman hidup seseorang. Berbicara tentang buku, adapun berbagai macam bentuknya baik berupa buku pelajaran, buku cerita, maupun bentuk lainnya.
Kumpulan cerpen misalnya, dapat dijadikan sebagai sebuah buku, yang tentunya cerita didalamnya mengandung nilai-nilai kehidupan. Seperti halnya buku kumpulan cerpen Suara Saking Bali yang berjudul Nyuluh Langit di Duur Bukit, memiliki berbagai macam judul cerpen dengan pengarang yang tentunya memiliki latar belakang yang berbeda.
Meskipun demikian, dalam buku Nyuluh Langit Duur Bukit terdapat cerpen-cerpen yang memiliki persamaan, dimana dalam ceritanya mengangkat tentang keadaan sebuah keluarga. Cerpen-cerpen tersebut seperti Nyuluh Langit Duur Bukit karya dari I Gede Agus Mahardikayang sekaligus dijadikan sebagai judul buku tersebut, selain itu cerpen yang berjudul Sayang karya I Komang Alit Juliartha dan cerpen yang berjudul Ulian Jengah Lan Tresna buah pikiran dari I Nyoman Buda Arimbawa. Ketiganya sangat apik, jalan ceritanya pun bagus dan menarik.
Seperti dalam cerpen yang berjudul Nyujuh Langit Duur Bukit, cerita yang diangkat yakni keadaan sebuah keluarga yang notabene merupakan keluarga sederhana. Hal tersebut dikarenakan semua tanah milik mereka habis terjual dan mata pencaharian kepala keluarga yang seketika hilang karena penyakit yang dideritanya. Namun, hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi Si Anak untuk tetap bersyukur dan terus berusaha untuk mengangkat derajat keluarganya. Meskipun sederhana, keluarga tersebut saling menyayangi Berikut kutipan ceritanya “Bapa sing maan eduman yan?” Bapane milu nyandain sambil makenyem. Rasa liang pesan makejang sanjane ento.” Dengan membacanya saja sudah terasa bagaimana mereka saling menyayangi.
Kemudian cerpen yang berjudul Sayang, cerita yang diangkat yaitu sebuah keluarga yang dapat dikatakan “mampu”, namun dalam keluarga tersebut sering terjadi cekcok, seperti sang istri yang selalu bertanya-tanya darimana sumber uang yang didapat suaminya, dan puncak konflik terjadi ketika sang suami yang tidak dapat mengontrol emosinya/
Berikut kutipan ceritanya “Bes liu mirib Men Karta mamunyi, belbelan otakne Pan Karta. Ping keti matakon ngaenang ipun pedih. Mimbuh metakon unduk anak ane mati dugas aminggu ento. Prajani Pan Karta ngantem somahne. Getih pesu uli bibihne Men Karta.” Dapat dibayangkan bagimana sakit hatinya Men Karta dengan perkataan sang suami, ditambah lagi dengan pukulan yang dihadapkan padanya.
Lain lagi cerpen yang berjudul Ulian Jengah lan Tresna, yang dalam ceritanya mengangkat keadaan sebuah keluarga sederhana yang ditambah dengan terganggunya keadaan psikis (kejiwaan) yang dialami oleh sang kepala keluarga. Diceritakan bagaimana sakit yang diderita sang suami menyebabkan kegaduhan dalam rumah dan tetangga sekitar. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan niat sang istri untuk tetap berusaha agar sang suami sehat dan mencari nafkah untuk keluarga.
Berikut kutipan ceritanya “Ulian jengah, tiang malajahang dewek uli idup tiange sane kalingang nista puniki. Kemu mai tiang ngalihang kurenan tiange tongos maubad, kemu mai tiang maburuh ngalih pipis apang ada anggon tiang meli baas jakan.” Berdasar rasa (jengah) bersemangatnya dan cinta (tresna) sang istri untuk keluarga.
Masing-masing dari ketiga cerpen tersebut memiliki nilai sosial atau kehidupan yang berbeda. Misal dalam hal menyanggah permintaan anak. Dalam cerpen Nyujuh Langit Duur Bukit, didikan orang tua dapat dilihat dari kutipan “Kadi rasa meli baas jakan sewai-wai nu ngangsehang, konden buin adin ceninge lakar masuk SMP, yen mula tuah dadi idih meme jak bapa kangguang malu neked dini sekolah ceninge.”
Berbeda halnya dengan cerpen yang berjudul Ulian Jengah lan Tresna yang ceritanya sedikit lebih keras dalam hal menyanggah permintaan sang anak, berikut kutipannya “Awak tusing ngelah pipis, apa lakar anggon masuk.” Selain itu, adapun perbedaan lainnya dari ketiga cerpen tersebut yang dapat dijadikan pelajaran hidup. Dimana meskipun hidup sederhana “kurang mampu”, namun karena saling menyayangi dan berusaha dengan sungguh-sungguh maka kebahagian dapat diraih, seperti halnya cerpen berjudul Nyujuh Langit Duur Bukit danUlian Jengah lan Tresna.
Sebaliknya, meskipun harta berlipah ruah, namun diliputi rasa sakit dan koflik keluarga, bagaimana seseorang dapat bahagia?