25 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Orkestra Warna Wayan Naya

HartantobyHartanto
May 4, 2025
inUlas Rupa
Orkestra Warna Wayan Naya

Wayan Naya, Abstrak 4, Acrylic on canvas

SALAH satu karya yang menarik pada pameran senirupa “Metastomata : Metamorphosi Manifesto Galang Kangin” di Neka Art Museum, Ubud –  18 April hingga 18 Mei , adalah karya Wayan Naya yang bertajuk : “Landscape”. Gagasan Naya, Mengangkat problema Alam sebagai Inspirasi karyanya.  Karya ini dapat dianalisis menggunakan pendekatan ekologi – yang mengeksplorasi hubungan antara manusia dan lingkungan. Pada dasarnya, Naya mengkritisi perilaku manusia yang secara sadar atau tak, acap mengakibatkan kerusakan alam.

Dalam hal ini, karyanya mencerminkan antropogenik—perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti urbanisasi atau eksploitasi sumber daya, buang sampah sembarangan, dan perusakan lainnya.. Representasi visual dari kondisi ‘semrawut’ yang sekarang (bagi Naya) dapat menjadi analogi degradasi ekosistem akibat polusi, deforestasi (alih fungsi hutan, dengan tindakan penggundulan). dan perubahan iklim.

Wayan Naya, Abstrak 6, Acrylic on canvas

Kondisi alam yang sekarang lebih ‘semrawut’ dibandingkan masa lalu, menjadi pesan kuat yang disampaikan dalam karya “landscape” ini. Adapun karya-karya yang berhasil menangkap transformasi lingkungan seperti ini sering kali menjadi media refleksi sekaligus advokasi. Hal tersebut bisa kita simak dari unsur visual seperti kondisi pantai yang penuh dengan sampah plastik, dan kayu-kayu hanyut, serta berbagai jenis sampah lainnya – seakan mencerminkan kekacauan yang terjadi. Lukisan laut yang tampak bergelora di bagian atasnya juga menambah nuansa ‘ketegangan’ yang ingin ditonjolkan.

Dalam lukisan ini, Naya menggunakan kontras antara warna terang seperti merah dan oranye di bagian tengah, dengan gelap di latar belakang – ini, menciptakan tensi visual. Elemen garis putih dan abu-abu pada bagian bawah memberikan kesan gerakan dinamis. Analisis ini menekankan bagaimana elemen visual dapat mencerminkan kondisi alam yang kacau. Ia bukan hanya menceritakan, tetapi juga menghadirkan pengalaman emosional perupanya kepada audiens.

Penggayaan Ekspresionis karya Wayan Naya ini tengah mengeksplorasi emosi dan kondisi psikologis melalui penggunaan ‘bahasa visual’ : warna, bentuk, garis, tekstur, pola, orientasi, skala, sudut, ruang, proporsi dan dinamika. Penggunaan warna yang intens, seperti merah dan oranye, dapat diasosiasikan dengan perasaan cemas atau urgensi. Elemen bentuk yang tidak beraturan mencerminkan kekacauan, sesuai dengan tema kerusakan alam. Pendekatan ini membantu memaknai bagaimana karya menjadi cerminan emosi terkait pergeseran kondisi lingkungan.

Wayan Naya, Abstrak 3, Acrylic on canvas

Wayan Naya, Abstrak 2, Acrylic on canvas

Karya rupa Wayan Naya kali ini,  tidak hanya dapat dipandang sebagai objek estetis, tetapi juga sebagai media ekspresi yang kompleks. Pendekatan ini memperkuat relevansi karya dalam mengkritisi perubahan lingkungan sekaligus mengadvokasi kesadaran ekologis. Oleh karenanya, sesuai dengan spirit ‘Metastomata’, estetika saja tak cukup bagi unjuk eksistensi sebuah karya – dibutuhkan juga produk pemikiran yang ‘genial’.

Seperti kita ketahui, Ekspresionisme, adalah sebuah gerakan seni modernis yang berasal dari Jerman sebelum Perang Dunia I. Tujuan utamanya adalah untuk menggambarkan realitas dari sudut pandang pribadi, menjadikannya objek distorsi radikal untuk menghasilkan efek “ekspresif” guna membangkitkan keadaan atau ide emosional. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap gaya impresionisme yang lebih pasif. Aliran lukisan ini juga menjadi respons terhadap kegelisahan hubungan umat manusia yang makin kurang harmonis.

Ekspresionisme adalah aliran seni yang berfokus pada ekspresi emosi dan kondisi psikologis melalui elemen visual. Karya Naya mencerminkan pendekatan ini dengan penggunaan warna intens dan bentuk yang tidak beraturan untuk menggambarkan kekacauan akibat kerusakan alam. Elemen tekstur dan pola dalam lukisan juga menambah kedalaman emosional, memungkinkan audiens merasakan dampak antropogenik terhadap ekosistem.

Menurut subyektif saya, karya ini menunjukkan bagaimana seni rupa dapat menjadi cerminan emosi, simbol, dan advokasi yang kompleks. Dalam sudut pandang ekspresionisme, teori seni rupa yang sering digunakan ini – berasal dari pemikiran tokoh-tokoh seperti Vincent van Gogh, Edvard Munch, Matthias Grünewald,  Francisco Goya, Ernst Ludwig Kirchner, James Ensor, Wassily Kandinsky, juga tokoh sejarawan asal Ceko, Antonin Matejcek.

Wayan Naya, Abstrak 1, Acrylic on canvas

Pada awal abad ke-20, Ekspresionisme muncul sebagai kecenderungan dan gerakan seni internasional, yang mencakup seni rupa, sastra, musik, teater, film, dan arsitektur. Tujuan para seniman adalah untuk mengekspresikan pengalaman emosional mereka, tidak berfokus pada penggambaran realitas fisik.

Jerman, bersama dengan Prancis, Austria, dan Norwegia, merupakan pusat penting perkembangan Ekspresionisme. Ekspresionisme Jerman terbagi menjadi dua kelompok seniman utama: Die Brücke (jembatan), yang dipimpin oleh Ernst Ludwig Kirchner, dan Der Blue Reiter (Penunggang Biru), yang dipimpin oleh Franz Marc dan Wassily Kandinsky. Gaya seni  Die Brücke bersifat personal dan dikenal dengan penekan psikologis dan erotisme

Die Brücke (Jembatan) adalah kelompok seni ekspresionis yang didirikan di Dresden, Jerman, pada tahun 1905 oleh Ernst Ludwig Kirchner, Erich Heckel, Karl Schmidt-Rottluff, dan Max Pechstein. Mereka ingin menjembatani seni tradisional dengan gaya baru yang lebih ekspresif dan emosional. Gaya seni Die Brücke ditandai dengan: Warna-warna mencolok dan kontras yang digunakan untuk mengekspresikan emosi. Lantas garis-garis tegas dan bentuk yang terdistorsi, sering kali menggambarkan ketegangan dan kegelisahan.

Mereka juga acap mengambil tema kehidupan urban dan manusia – termasuk adegan kota, model telanjang, dan kehidupan sosial yang dinamis. Kelompok ini juga terpengaruh seni primitif, seperti ukiran kayu dan seni Afrika, yang memberikan kesan spontan dan bebas. Kelompok  Die Brücke berusaha untuk menciptakan seni yang lebih intuitif dan emosional, menolak aturan akademik yang kaku. Mereka juga terinspirasi oleh filsafat Friedrich Nietzsche, yang menggambarkan manusia sebagai “jembatan” menuju masa depan.

Wayan Naya, Abstrak 5, Acrylic on canvas

Wayan Naya, Abstrak 7, Acrylic on canvas

Der Blaue Reiter (Penunggang Biru) adalah sebuah kelompok seni yang muncul di Jerman pada awal abad ke-20, khususnya antara tahun 1911 hingga 1914. Gaya seni mereka sangat dipengaruhi oleh ekspresionisme, dengan fokus pada penggunaan warna yang ekspresif dan bentuk yang tidak realistis untuk menyampaikan emosi dan spiritualitas.

Kelompok ini didirikan oleh seniman seperti  Wassily Kandinsky, Franz Marc, dan August Macke, yang percaya bahwa seni harus lebih dari sekadar representasi visual – seni harus mampu mengekspresikan perasaan batin dan dunia spiritual. Lukisan-lukisan mereka sering kali menampilkan warna-warna cerah, bentuk yang dinamis, dan komposisi yang penuh energi. Selain itu, Der Blaue Reiter juga memiliki ketertarikan pada mistisisme dan teosofi. Ini, tercermin dalam karya-karya mereka – yang sering kali bersifat simbolis dan abstrak. Mereka berusaha untuk menciptakan seni yang memiliki makna lebih dalam, bukan hanya sekadar gambar yang indah.

Sebagai pembanding, saya mencoba mengkaji lukisan abstrak no 5 karya Wayan Naya. Jika diperkenankan, saya memberinya Judul : Moonlight Sonata. Ini, sebenarnya Judul lagu karya Beethoven. Karya Naya ini menekankan elemen visual seperti warna, garis, bentuk, dan tekstur. Selain itu, memiliki komposisi yang dinamis, dengan kontras warna yang kuat antara merah dan latar gelap. Bentuk melingkar (rembulan) dapat diinterpretasikan sebagai pusat perhatian, menciptakan keseimbangan visual.

Wayan Naya, Abstrak 4, Acrylic on canvas

Wassily Kandinsky pernah punya pandangan tentang spiritualitas dalam Warna. Pasalnya Kandinsky percaya bahwa warna memiliki makna spiritual dan dapat mempengaruhi emosi penonton. Jika bersandar pada pandangan Kandinsky, Warna merah dalam lukisan Naya ini bisa melambangkan kekuatan atau gairah, sementara latar gelap menciptakan kedalaman dan ketenangan. Selain itu, bentuk dan komposisi yang tidak realistis mengajak penikmat untuk merasakan makna lebih dalam, bukan sekadar melihat bentuk visual.

Pada pendekatan Ekspresionisme Abstrak, yang terfokus pada ekspresi emosi dan intuisi seniman – penggunaan warna dan sapuan kuas yang bebas menunjukkan perasaan dan energy yang dituangkan di atas kanvas pada karya ini. Menurut subyektif saya, karya lukisan ini mencerminkan perasaan melankolis yang mendalam dari pelukisnya, maka saya memberinya  judul “Moonlight Sonata”. Seni abstrak tidak hanya membuang representasi figuratif, tetapi juga merangsang imajinasi dan persepsi penikmat. Lukisan ini tidak menggambarkan objek nyata, tetapi lebih kepada kesan dan atmosfer yang ditimbulkan oleh warna dan bentuk.

Wayan Naya, Teksture, Mix Media on Canvas

Wayan Naya, Landscape, Mix Media on Canvas

Judul Moonlight Sonata, seperti yang sudah saya sebut di atas – bisa memberikan nuansa yang lebih romantis dan melankolis pada karya ini. Dalam lukisan abstrak ini, terdapat bentuk melingkar merah di bagian kiri atas yang bisa diasosiasikan dengan bulan, sedangkan latar gelap dengan tekstur kaya menciptakan suasana misterius dan mendalam—mirip dengan efek emosional yang ditimbulkan oleh komposisi musik Sonata No. 14 karya Beethoven.

Menurut subyektifitas saya, judul ini bisa memberikan konteks yang lebih dramatis dan emosional, mengajak penikmat untuk merasakan ketenangan sekaligus ketegangan dalam visualnya, seperti menikmati Moonlight Sonata dalam bentuk gambar. Jadi, melihat karya ini – yang saya anggap sebagai orkestra warna — saya seperti sedang menikmati Orkestra Moonlight Sonata, Karya Beethoven. Jika ingin menikmati karya Beethoven bisa simak di https://www.youtube.com/watch?v=Hu7hscHkfPw. [T]

  • Sejumlah referensi diambil dari sejumlah sumber

Penulis: Hartanto
Editor: Adnyana Ole

  • BACA JUGA
Dewa Soma Wijaya, Penjaga Budaya Lama
Kosa Poetika Senirupa Anak Agung Gede Eka Putra Dela
Trimatra Galung Wiratmaja
Selilit: Perlawanan Simbolik Ketut Putrayasa
Memorial Made Supena
METASTOMATA: Metamorphosis Manifesto Galang Kangin di Neka Art Museum, Ubud
Sekilas Pentas “Kekecewaan” Wayan Jengki Sunarta : Narasi Tekstual ke Narasi Teaterikal
Tags: Komunitas Galang KanginNeka Art MuseumPameran Seni RupaSeni RupaSuteja Neka
Previous Post

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Next Post

Mengenang Joko Pinurbo [1]: Menemukan Sajak di Sebuah Rumah, di Ujung Sebuah Gang

Hartanto

Hartanto

Pengamat seni, tinggal di mana-mana

Next Post
Mengenang Joko Pinurbo [1]: Menemukan Sajak di Sebuah Rumah, di Ujung Sebuah Gang

Mengenang Joko Pinurbo [1]: Menemukan Sajak di Sebuah Rumah, di Ujung Sebuah Gang

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

AI dan Seni, Karya Dialogis yang Sarat Ancaman?

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 25, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

“Seni bukanlah cermin bagi kenyataan, tapi palu untuk membentuknya.” -- Bertolt Brecht PARA pembaca yang budiman, kemarin anak saya, yang...

Read more

Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

by Gede Maha Putra
May 24, 2025
0
Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

MUSEUM Bali menyimpan lebih dari 200 lontar yang merupakan bagian dari koleksinya. Tanggal 22 Mei 2025, diadakan seminar membahas konten,...

Read more

Saatnya Pertanian Masuk Medsos

by I Wayan Yudana
May 24, 2025
0
Saatnya Pertanian Masuk Medsos

DI balik keindahan pariwisata Bali yang mendunia, tersimpan kegelisahan yang jarang terangkat ke permukaan. Bali krisis kader petani muda. Di...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran
Khas

Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran

JIMBARAN, Bali, 23 Mei 2025,  sejak pagi dilanda mendung dan angin. Kadang dinding air turun sebentar-sebentar, menjelma gerimis dan kabut...

by Hamzah
May 24, 2025
“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja
Panggung

“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja

SIANG, Jumat, 23 Mei 2025, di Berutz Bar and Resto, Singaraja. Ada suara drum sedang dicoba untuk pentas pada malam...

by Sonhaji Abdullah
May 23, 2025
Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno
Panggung

Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno

JIKA saja dicermati secara detail, Pesta Kesenian Bali (PKB) bukan hanya festival seni yang sama setiap tahunnya. Pesta seni ini...

by Nyoman Budarsana
May 22, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co