DALAM NYEPI
kita padamkan seluruh cahaya hari ini
agar tahu guna kegelapan setelah mata tak henti terpapar sinar
sampai serasa berpijar
kita hentikan semua kerja hari ini
agar bisa menikmati diam istirahat
setelah tak henti diburu tenggat
tak mengindahkan badan dan pikiran yang penat
kita hentikan seluruh keberangkatan hari ini
agar tahu nilai perjalanan setelah sekian jauh jarak ditempuh
tanpa mengindahkan keluh
tanpa peduli seluruh yang ada luluh dan lusuh
kita tutup seluruh kegembiraan hari ini
agar tahu ada ketenangan dan keheningan
selain keriuhan hingar-bingar
tak mengenal jeda
membuat hari-hari menjadi onar dan nanar
Kumendung, 28 Maret 2025
TENTANG LAILATUL QADAR
dari malam ke malam berkelana
mencari penerima
lailatul qadar kehabisan tenaga
lama melayang-layang diangkasa
akhirnya tersangkut jaring internet
tak jadi jatuh di dunia
Kumendung, 21 Maret 2025
BERBURU LAILATUL QADAR*)
malam-malam terakhir ramadhan
aku melesat mengitari semesta dengan seluruh tenaga
berwaktu-waktu sepanjang malam-malam akhir ramadhan
dalam keheningan senyap berburu
tiba-tiba kulihat lailatul qadar di kejauhan
terjerat jaring internet
kehabisan tenaga tak mampu membebaskan diri
kukerahkan seluruh kekuatan menuju ke sana
naas, tinggal sejangkauan menggapai
mendadak baterai habis, sinyal terputus
lailatul qadar hilang dari hadapanku
sebelum tanganku menyentuhnya
sedangkan aku terlempar kembali ke bumi
tanpa lailatul qadar
sampai ramadhan tak tersisa
(aku berharap
tuhan masih memberiku usia
sampai akhir ramadhan tahun depan
aku berharap
jaring-jaring internet itu lapuk terkikis waktu
dan lailatul qadar terbebas sendiri
turun ke bumi
menemuiku di malam-malam terakhir ramadhan
tanpa harus kuburu)
Kumendung, 28 Maret 2025
*)Ketika saya menulis puisi “Lailatul Qadar”, salah satu “murid” Umbu di “Grudag-grudug”, mengatakan: “Menurut Umbu :Berburu Lailatul Qadar”. Konon Umbu beberapa kali berseloroh menggunakan kata ini.
NYANYIAN KECIL DARI DESA KUMENDUNG
sekali waktu memang ada pelangi
melintang di langit atas desaku
tapi tak ada bidadari akan turun mandi
desaku tak punya telaga
adanya hanya parit yang sering tak ada airnya
sungai menggaris batas desa bagian utara
hanya bisa mengalir ke laut
dan di laut
para bidadari pasti tak mau
berebut tempat dengan putri duyung
tapi sawah-sawah masih menghampar
bunga-bunga jagung menyembul
di atas daun-daun hijau
layaknya permadani tergelar di luas dataran
di hamparan sawah lainnya
pucuk-pucuk daun semangka, merah hijau jari-jari cabai
berselang-seling dengan aneka sayur dan rerumputan
saling berebut hidup dan hari esok
bau daun bawang kadang menyeruak di udara pagi
bercampur bau pestisida, dedaunan membusuk
atau kotoran ternak
lenguh sapi dan kambing dan kokok ayam
siang hari
beradu keras dengan suara sound system dari rumah penduduk
di sini orang-orang saling berlomba
di petak-petak persawahan, di jalan-jalan desa, di dalam rumah
di mana saja
berkejaran dengan mimpi dunia
juga harapan
menabung surga
berusaha mengubur neraka
Kumendung, Februari 2025
TENTANG NGENGAT DAN API
kita adalah ngengat
yang melihat api hanya terangnya
tanpa mengenal gunanya panas
ketika sayap-sayap itu hangus
baru kita tahu:
api bisa untuk membakar
bukan hanya menerangi kegelapan
tapi tatkala kita sadar akan manfaat api
nyala itu sudah padam
meninggalkan sisa asap
yang juga segera lenyap terbawa angin
Kumendung, 13 Februari 2025
DI TENGAH LABIRIN KOTA
di tengah labirin kota
setiap orang tersesat dan linglung
menjajakan mimpi dari jalan ke jalan
sampai habis ujung
tak bertemu sudah
tanyamu pada semua yang lewat
tak pernah bisa terjawab
tak ada yang mengerti apa pertanyaan
pun tak tahu apa masalah
tak ada lagi yang tahu
apalagi rasa
di sudut taman seseorang sendiri memetik rindu
dengan senar-senar hatinya
tapi tak ada getar yang terdengar
tidak irama
suara nyanyinya tenggelam di kejauhan cakrawala
di sudut lain
sebungkus nasi basi disuap tangan yang tak tercuci
masihkah harus dicari di tiap butirnya
arti dan makna suci?
hanya mimpi
di tengah simpang siur ketersesatan
kemanapun arah
linglung membentur dinding-dinding
mata terpicing
buta gulita semua di depan mata
bangunlah
cari arahmu kembali
sebelum batu-batu menjadikanmu pondasi
bagi peradaban yang sia-sia dan basi
Kumendung, 31 Januari 2025
TENTANG CAHAYA
gelap walau gulita
tak akan mampu membendung cahaya
berkas cahaya lebih tajam dari apapun
tanpa penghalang
akan terkuak seberapapun pekatnya kegelapan
meski hanya setitik
cahaya tak bisa dimatikan oleh gelap
apalagi menguburnya
Kumendung, 29 Januari 2025
RUANG TUNGGU
di ruang itu yang ada hanya waktu
menjelma tanda baca gagu
titik koma dan sekian rambu-rambu
tanpa ragu menunjuk untuk menunggu
tak ada beda malam atau siang
siapapun yang datang
tak bisa lancang menerjang
semua harus antri walau tak senang
sampai waktunya tiba
giliran namamu dipanggilnya
kau siap atau tak siap
harus segera datang menghadap
Kumendung, 17 Januari 2025
SEPERTI DAUN
seperti daun
gugur
tak ada yang tahu dukanya
tak ada yang mengerti mimpinya
tiba-tiba gugur terkapar di tanah
masihkah mimpi-mimpinya tersangkut
di ruas-ruasnya
di bibir lembarnya?
ketika tiba-tiba gugur
walau tak ada angin melintas
mimpinya tengah riuh bertumbuh
sendiri tiba-tiba melayang
seperti daun
semua yang ada
juga kita
Kumendung, 24 Juli 2024
TENTANG BUNGA
bunga tak pernah meminta warna
ketika mekar
tinggal memamerkan warna yang melekat pada kelopaknya
pada lembar-lembar bibirnya
merah, putih, kuning atau ungu
bunga-bunga mekar tanpa ragu
kumbang, lebah, atau kupu-kupu
datang tanpa pernah diundang
mereka mencari bunga tanpa berpikir membantu penyerbukan
tapi karena mereka
bunga bisa berubah menjadi putik dan berbuah
bunga-bunga musiman akan setia menunggu musim yang datang untuk mekar
tak akan muncul apalagi berkembang sebelum waktunya
bunga-bunga tak kenal musim
akan mekar bila kuncup sudah muncul
tanpa harus menunggu komando atau perintah
tak ada yang mencegah bunga-bunga tumbuh atau berkembang
tak pernah meributkan kapan harus mekar atau kembali kuncup
pun tak ada yang mempermasalahkan kapan layu dan gugur
bunga-bunga selalu setia muncul di ujung-ujung ranting
atau di bagian batang di mana biasanya tumbuh
mewarnai daun-daun dan pokok pohon
sesuai kodrat
menyegarkan keindahan alam
tanpa harus tawar menawar apalagi membuat perjanjian
Kumendung, 16 Januari 2025
Penulis: Kardanis Mudawi Jaya
Editor: Adnyana Ole
[][] Klik untuk BACA puisi-puisi lain