TEATER Genta Malini dari SMA Negeri 1 Gianyar mencoba meramu tema cinta dan persoalan alihfungsi lahan atau tanah saat memanggungkan kisah “Matemuang Samaya” pada Panggung Apresiasi Seni Sastra Bulan Bahasa Bali (BBB) VII di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Sabtu, 2 Februari 2025.
“Matemuang Samaya” adalah naskah drama yang diadaptasi dari novel berbahasa Bali berjudul “Ketemu Ring Tampaksiring” karya Made Sanggra. Alurnya sama dengan novel, namun saat dipindahkan ke naskah drama sepertinya Teater Genta Malini memerlukan tokoh-tokoh tambahan untuk menyesuaikan tema Bulan Bahasa Bali tahun 2025: “Jagat Kerthi Jagra Hita Samasta”, pemuliaan bahasa, aksara, dan sastra Bali sebagai sumber kesadaran menuju keselarasan dengan semesta raya.
“Secara alur itu sama saja, tetapi kami mamasukkan tokoh lain untuk mendukung dari tema BBB VII,” kata Ni Putu Kliyo Meita, sutradara pementasan itu.

Matemuang Semaya dari Teater Genta Malini | Foto: Bud
“Ketemu Ring Tampaksiring” mengisahkan tentang seorang wartawan asal Belanda, Van Steven. Ia datang ke Bali bersama rombongan turis ini berwisata ke Tirta Empul di Tampakiring.
Di objek wisata Tirta Empul, Steven bertemu Luh Rai, seorang penjual oleh-oleh khas Bali. Mereka saling jatuh cinta.
Ternyata Van Steven dan Luh Rai bersaudara. Ayah Van Steven dan Luh Rai adalah orang yang sama.
Di zaman kolonial, sang ayah tinggal di Bali dan menikah dengan orang Bali bernama Kompyang. Karena ayahnya menjalankan tugasnya sebagai tentara, di zaman kemerdekaan, ia kembali ke Belanda.
Si Belanda ini mengajak anak pertamanya Van Stven karena sudah lahir. Sementara Luh Rai sedang dalam kandungan ibunya.
Dalam nashkah drama “Matemuang Samaya”, Teater Genta Malini menambahkan sejumlah tokoh yang tak ada dalam novel. Seperti tokoh Ajik selaku peran antogonis. Termasuk menambahkan tokoh I Geblag dan I Geblug yang berperan seperti parekan (punakawan). Fungsi punakawan itu untuk mencairkan suasana pementasan itu.
“Kalau cerita aslinya itu kisah roman. Namun, kami sengaja adaptasikan dengan mengangkat unsur alam atau pesan untuk pelestarian alam, bahwa Bali tidak sedang baik-baik saja. Tanah Bali banyak ditumbuhi beton,” kata Kliyo Meita.
Tokoh Ajik itu, tokoh yang melambangkan keserakahan orang Bali yang menjual tanahnya untuk orang asing.
“Ajik itu merupakan orang Bali yang serakah yang tidak memikirkan kalau sawah-sawah itu merupakan warisan yang kita miliki. Tanah itu merupakan warisan kita, carik-carik adalah milik kita,” ujar Kliyo Meita.

Matemuang Semaya dari Teater Genta Malini | Foto: Bud
Drama ini menegaskan, keberadaan carik di Bali sangat penting untuk orang-orang Bali. Itu artinya, masyarakat Bali tidak hanya menjaga hubungan harmonis sesama manusia, tetapi juga menjaga hubungan hamonis dengan lingkungan dan Sang Maha Kuasa. Karena itu, dalam adegan juga menampilkan kisah Luh Rai yang rajin mebanten.
Punawakan I Geblag dan I Geblug punya perasn penting dalam pementasan itu yang berhasil menghidupakn suasana. I Geblug seorang penari bencong lebih banyak menggunakan basaha Bali, terkadang bahasa Indonesia, terkadang pula bahasa Inggris, sehingga kesan lucu bisa ditangkap oleh penonton.
Iringan teater ini sangat sederhana, yang terdiri dari 2 penyanyi, 2 gitar bolong dan satu kajon. Dalam penampilannya iringan bukan sebagai sajian seni yang menonjol. Iringan itu hanya mendukung suasana, dan terkadang menegaskan suasana melalui tembang-tembang yang dilantunkan.
Kliyo Meita menjelaskan, untuk persiapan pentas ini Teater Genta Malini telah mempersiapkan diri lebih dari sebulan. Hal itu, mulai dari penyuntingan naskah, selanjutnya menentukan tema yang selalu berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan Bali.
Termasuk berkoordinasi dalam melakukan adaptasi dengan karya Made Sangra ini. “Kami melakukan penyuntingan naskah sekitar satu minggu sekalian casting mencari pemain,” paparnya.


Matemuang Semaya dari Teater Genta Malini | Foto: Bud
Teater Genta Malini dipilih untuk tampil dalam Panggung Apresiasi Seni Sastra ini karena pada BBB VI tahun 2024 teater yang didukung para siswa SMA Negeri 1 Gianyar tampil sebagai juara I.
“Kami sangat senang dan bangga diberikan apresiasi untuk pentas kali ini. Kami juga berterima kasih kepada sekolah yang memberi dukungan atas pementasan drama ini,” kata Kliyo Meita.
Pihak SMA Negeri 1 Gianyar memang mendukung penuh pementasan Teater Genta Malini ini, terbukti dengan hadirnya seluruh siswa dan guru-guru di Gedung Ksirarnawa untuk menonton rekan-rekan mereka di atas panggung. Mereka mengenakan busana adat Bali.
Mereka datang dengan menggunakan 5 bus, serta mobil pribadi dan ada yang membawa sepeda motor untuk mensupport pementasan itu. [T]
Reporter/Penulis: Budarsana
Editor: Adnyana Ole
- BACA JUGA: