SEBAGAI mahasiswa semester enam Jurusan Ekonomi di Undiksha Singaraja, Zainul Qiram sepertinya enggan untuk nongkrong biasa, sembari rokokan, dan isinya hanya ngobrol-ngobrol tanpa arah untuk membunuh waktu. Apalagi hanya sekadar membuat agenda perwacanaan pasca bangun tidur, harus begini-begitu, tapi sejatinya tak menghasilkan apa-apa.
Tampaknya juga, lelaki asal Negara ini enggan untuk menghabiskan bekal hidup dari orang tuanya. Maka, berpikirlah ia. Mengapa nongkrong tidak sambilan usaha sekalian? Hitung-hitung belajar jadi pengusaha muda. Hitung-hitung jadi harapan bangsa.
“Iya, kan, kalau bisa dijalanin dua-duanya, barengan, kenapa gak jalanin aja, kan? Jadi jualan sambil nongkrong,” kata Zainul Qiram saat ditemui Selasa malam, 18 Februari 2025.
Zainul Qiram jualan tahu walik dengan brand Tahu Walik Om Jo di Jalan A. Yani, dekat Apple Mart, Singaraja.

Zainul Kiram jualan tahu walik di tepi Jalan A Yani Singaraja | Foto: tatkala.co/Son
Tahu walik merupakan makanan khas dari Banyuwangi. Tahu yang dibalik, kemudian diisi adonan, memang gurih sebagai cemilan dan cocok sebagai teman ngopi. Setelah buka di jam enam sore, sebuah meja dengan payung merah dan plang nama “Tahu Walik Om Jo” terlihat menantang pasar.
Menantang pisangnya Mas Kaesang di Solo. Alamak!
Ditunggulah pembeli oleh Zainul. Lelaki itu seperti tak peduli dengan jualannya yang beda sendiri, dan ia yakin, tahu walik akan merobek pasar di Singaraja. Soal pasar dunia, itu urusan belakangan. Yang penting laku saja dulu di tingkat lokal.
Bahkan, di hari valentine kemarin, ia seperti melempar bola api, mempertanyakan orang-orang yang dimabuk cinta di hari itu. Kenapa, katanya, coklat tidak diganti saja dengan tahu walik. Lebih berbeda. Barangkali lelaki itu ingin mengatakan, bentuk cinta kan tak mesti sama.
Menyoal bentuk dan filosofis, dia hendak menjelaskan bungkus dari tahu walik lebih ramah, bukan dari plastik. Sebagaimana cinta melahirkan keramahan. Lingkungan harus tetap dijaga baik.
“Kita mengusung konsep tahu walik premium jadi semua yang kita kasi ke pelanggan itu yang berkualitas tapi dengan harga terjangkau. Slebew,” kata Zainul Qiram.
Zainul tak sendiri, temannya dari Jurusan Bahasa Jepang semester empat, Iffan Rusyadi, juga ikut bersamanya Mereka bekerja sama dalam usaha ini.

Tahu walik produksi Zainul | Foto: tatkala.co/Son
Zainul memiliki tugas membeli bahan, dan Iffan bertugas meracik tahu walik. Soal membuka dan menutup warung, mereka bersama-sama angkat meja dan kompor di jam lima sore dan menutupnya di jam 12 malam.
Menyoal ide, awalnya dari bos tempat si Zainul kerja ngajak kerjasma membuat bisnis yang lain, selain coffee shop. Mumpung di Singaraja tidak ada yang jual tahu walik, akhirnya usaha kecil-kecil yang akan mengguncang jagat raya ini dicetuskan.
Tapi, kerjasama dengan bosnya tidak berlangsung lama, hanya dua harian, dan dilepas kemudian. “Jadinya brand tahu walik Om Jo ini udah aku sepenuhnya yang punya tapi masih dengan fasilitas bosnya,” lanjut lelaki itu menyampaikan si bos cukup baik.
Selain jualan tahu walik, Zainul juga bekerja sebagai barista di Kedai Kopi Etnik itu di Jalan Nusa Indah. Karena jam kerjanya cukup padat. Ini dimanfaatkan lelaki itu sebagai pencarian jati diri, untuk jam terbang agar lebih tinggi.
Ya, kuliah. Ya, usaha. Ya, jadi barista. Lelaki itu akhirnya harus mensiasati waktu agar semua terbagi antara kerja dan kuliah tidak amburadul. Dan sampai sekarang, semua masih berjalan berdampingan.
“Bagi tugas sama teman soal jam kuliah, soal bisanya di jam berapa untuk jualan tahu,” kata Zainul Qiram.

Wadah kertas untuk membungkus tahu walik | Foto: tatkala.co/Son
Sudah dua minggu usaha ini berjalan. Dalam satu hari, sekitar 250 tahu ludes terjual. Dan beberapa hari lalu, di satu hari saat hendak dibuka usaha, segerombol Satpol PP penuh kasih sayang datang. lengkap dengan pentungan.
Mereka menghampiri Zainul. Seperti kasih sayang, Pak Petugas menegur, banner-nya jangan sampai ke trotoar, yah, ganteng. Takutmenganggu pejalan kaki, begitulah kira-kira isi pembicaraan mereka.
Banner itu kemudian dipindahkan dari garis umum, ke garis secukupnya oleh Zainul. Setelah urusan selesai, pembeli datang, ia segera melayani. Satu porsinya sepuluh ribu, dapat sepuluh biji tahu.
“Selalu digorengkan yang baru kalau ada yang beli, biar hangat. Mau beli kamu, Bang?” katanya.
“Yoi,” kata saya, sebelum pergi malam itu. [T]
Reporter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Adnyana Ole
- BACA JUGA: