10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Misteri Layar Lebar: Mengapa Film Horor Merajai Bioskop Indonesia?

Petrus Imam Prawoto JatibyPetrus Imam Prawoto Jati
January 26, 2025
inEsai
Misteri Layar Lebar: Mengapa Film Horor Merajai Bioskop Indonesia?

Poster-poster film horor populer | Foto: Google

BARU-BARU ini saya berencana mengajak keluarga untuk pergi nonton film di bioskop. Tapi naas bagi saya, dari 6 film yang ditawarkan hari itu lima film merupakan film horor, yang satu film drama romantis. Sebenarnya saya senang juga dengan film horor karena tidak asing bagi saya. Tapi tidak cocok untuk anak saya.

Hal ini membuat saya sedikit merenung, betapa film horor menjadi favorit di masyarakat kita. Memang, film horor telah lama menjadi raja takhta box office Indonesia. Deretan film seperti Pengabdi Setan, Sebelum Iblis Menjemput, hingga KKN di Desa Penari membuktikan bahwa genre ini bukan sekadar film untuk menghibur, tetapi sekaligus juga fenomena budaya, ekonomi, bahkan psikologi yang menarik untuk kita cermati.

Sebagai orang Indonesia pasti sering Anda mendengar kisah kuntilanak di sudut kampung, pocong di sekitar kantor, atau genderuwo yang suka menampakkan diri di pohon besar? Tradisi lisan bermuatan mistis seperti ini bukan hanya dongeng omong kosong, tetapi merupakan tak terpisahkan dari kesadaran kolektif masyarakat Indonesia. Jadi dalam hal ini, horor bukan sekadar genre namun lebih sebagai jendela untuk menyaksikan warisan budaya yang hidup di sekitar kita.

Nah, para produser film horor Indonesia dengan cerdik memanfaatkan elemen-elemen ini. Lokasi-lokasi yang angker, ritual mistis, dan makhluk gaib bukan sekadar gimmick, tetapi merupakan simbol yang meresap dalam kehidupan sehari-hari. Ketika penonton menyaksikan film seperti Pengabdi Setan, mereka tidak hanya menikmati ketegangan, tetapi juga merasa terhubung dengan sesuatu yang sangat akrab, sesuatu yang mungkin pernah mereka dengar dari nenek atau orang tua.

Biaya Produksi yang Bersahabat

Sekarang, mari kita lihat dari kacamata bisnis secara rasional. Coba saja kita kira-kira secara kasar saja produksi film aksi Hollywood yang dipenuhi ledakan dahsyat, efek visual berbiaya tinggi, dan jajaran aktor papan atas dibandingkan dengan genre horor lokal. Film aksi memerlukan tim produksi yang besar, penggunaan teknologi canggih, serta lokasi syuting yang spektakuler. Sementara itu, film horor lokal sering kali cukup memanfaatkan lokasi sederhana, seperti rumah tua, hutan lebat, atau gang sepi, ditambah lagi tanpa harus mengandalkan aktor dengan bayaran miliaran rupiah.

Contoh paling mencolok adalah KKN di Desa Penari. Film ini secara teknis jauh dari istilah “mewah” karena tidak ada ledakan, CGI spektakuler, atau bintang besar yang gajinya bisa bikin anggaran bocor. Namun, apa yang terjadi ketika dilempar ke khalayak? Film ini sukses mencetak pendapatan ratusan miliar rupiah. Bagi para produser, genre horor tentu adalah tambang emas. Lihat saja dari modal produksi yang relatif kecil, risiko kerugian jauh lebih rendah dibanding genre lain, namun potensi keuntungannya bisa luar biasa.

Dalam perspektif bisnis, ini adalah kombinasi sempurna: investasi minimal dengan peluang Return On Investment yang luar biasa besar. Apakah genre lain mampu menawarkan skema serupa? Sudah pasti sulit. Film horor, dengan segala kesederhanaannya dan kengiritannya, telah membuktikan bahwa kreativitas dan keberanian mengambil risiko, bisa menumbangkan logika kapital besar. Dalam industri perfilman yang semakin kompetitif, genre horor adalah bukti bahwa terkadang yang sederhana justru yang paling efektif dan menguntungkan.

Katarsis dari Realitas yang Menekan

Mari kita akui bahwa hidup di masa sekarang makin tidak mudah. Tingginya tekanan akibat masalah ekonomi, pendidikan, dan hubungan sosial sering kali membuat banyak orang merasa terjebak dalam rutinitas yang berat. Hari makin terasa pendek dan orang merasa makin tidak punya waktu rileks.

 Film horor, dengan pengalaman intens dan mendebarkan yang ditawarkan, menjadi distraksi positif yang memberi jeda dari beban hidup. Sensasi yang ditawarkan film genre ini bisa membantu menciptakan suatu momen “melupakan dunia”, meskipun hanya selama dua jam di dalam bioskop. Setelahnya? Ada rasa lega yang tidak bisa dijelaskan, seolah ketakutan itu telah “dicabut” dari kenyataan.

Menonton film horor sesungguhnya bisa menjadi semacam terapi emosional.  Sejalan dengan yang Mathias Clasen ungkapkan tentang recreational fear dalam “Playing with Fear: A Field Study in Recreational Horror”, yang diterbitkan pada tahun 2020 dalam jurnal Psychological Science. Dalam kondisi tekanan sosial dan ekonomi yang sering melanda masyarakat Indonesia, menonton film horor menawarkan suatu pelarian yang aman.

Ketakutan yang dirasakan di bioskop sebenarnya adalah terapi emosional, yang memungkinkan kita melepaskan stres atau emosi terpendam tanpa menghadapi ancaman nyata. Melalui ketegangan yang dirasakan, penonton secara tidak sadar memproses emosi mereka, atau mungkin bahkan trauma yang tak terselesaikan.

Film Horor dan Media Sosial: Penghubung Emosi di Era Modern

Film horor bukan sekadar pengalaman individual, tapi bisa jadi bahan obrolan yang panas di berbagai platform media sosial. Reaksi seperti, “Gila, serem banget filmnya, Cok, sampai kebawa mimpi buruk!” atau “Sumpah, adegan itu bikin jantung gue hampir copot!” sering kali memenuhi kolom komentar, thread, dan story di Instagram, X, hingga TikTok. Media sosial kini tidak hanya menjadi tempat berbagi pengalaman, tetapi juga ruang untuk membentuk komunitas emosional.

Ketika seseorang memposting reaksi mereka setelah menonton suatu film horor, hal itu sering memicu diskusi yang lebih luas. Orang lain yang membaca dengan cepat ikut-ikutan berkomentar, berbagi ketakutan yang sama, atau bahkan sekadar mengirim meme lucu terkait adegan menyeramkan. Proses ini menciptakan keterhubungan di antara netizen yang tidak saling mengenal.

 Mereka merasa divalidasi ketika mengetahui bahwa ketakutan, adrenalin, dan bahkan mimpi buruk mereka dirasakan juga oleh banyak orang lain. Dalam masyarakat modern Indonesia, di mana interaksi online sering kita keluhkan mulai menggantikan percakapan tatap muka, ini menjadi salah satu cara paling efektif untuk membangun rasa kebersamaan.

Yang menarik, film horor juga bisa menjadi pemantik obrolan yang lebih dalam. Di tengah masyarakat yang masih cenderung tabu membicarakan kesehatan mental atau emosi negatif, genre ini membuka ruang diskusi dengan cara yang santai namun signifikan dan mendalam. Ketakutan yang ditampilkan dalam film sering kali menjadi cerminan dari kecemasan, trauma, atau bahkan ketakutan kolektif masyarakat.

Ketika orang-orang mendiskusikan rasa takut mereka dalam film, mereka secara tidak langsung berbicara tentang emosi mereka sendiri, meskipun dalam format yang ringan. Sepertinya ada sisi positif film horor, di tengah masyarakat digital seperti Indonesia, film horor menjadi lebih dari sekadar tontonan. Ia berubah menjadi pengalaman bersama, percakapan lintas platform, dan bahkan bentuk terapi emosional yang tidak disadari.  

Lebih dari Sekadar Hiburan

Film horor di Indonesia jelas lebih dari sekadar hiburan. Ia adalah cerminan budaya, pelarian emosional, dan bahkan alat untuk memproses trauma kolektif. Dalam konteks kesehatan mental, genre ini memberikan ruang untuk katarsis, distraksi, dan refleksi.

Tapi, di sisi lain, ada pertanyaan yang perlu kita renungkan bersama. Jika film horor begitu efektif membantu masyarakat mengolah emosi, apakah ini berarti ada masalah kesehatan mental yang lebih besar yang belum terjawab? Mengingat pula bahwa film horor begitu melimpah pilihannya di luar sana.

Mungkin, saat kita menikmati ketakutan di layar, kita juga harus mulai mengintip kondisi kesehatan mental kita sendiri secara lebih serius. Tabik. [T]

Penulis: Petrus Imam Prawoto Jati
Editor: Adnyana Ole

BACA artikel lain dari penulisPETRUS IMAM PRAWOTO JATI

Hantu yang Selalu Perempuan dalam Film Indonesia dan 5 Film Horor yang Wajib Ditonton
Pemutaran Film “Death Knot”, Film Horor Tanpa Setan di BaliMakarya Film Festival 2022
Menonton Film Horor, Membayar Mahal untuk Menikmati Rasa Takut
Film Horor: Hantu Perempuan, Hukum, Agama, dan Hal-hal yang Berubah
Jika Film Horor Indonesia Seperti “Bokep” – Bukan Salah Setan!

Tags: filmfilm hororgaya hidup
Previous Post

Satuan Pendidikan dan Pengelolaan Sampah

Next Post

Legu Juga Bisa Digugu

Petrus Imam Prawoto Jati

Petrus Imam Prawoto Jati

Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah

Next Post
Legu Juga Bisa Digugu

Legu Juga Bisa Digugu

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co