MATA kuliah Komunikasi Tradisional merupakan pilihan di program studi ilmu komunikasi. Karenanya, mata kuliah ini pesertanya tidak begitu banyak. Mahasiswa menganggap mata kuliah ini tidak begitu menarik dan terkesan kuno.
Di era digital ini, mahasiswa lebih banyak yang memilih mata kuliah yang kekinian, seperti Komunikasi Bisnis, Praktikum Media Sosial, dan mata kuliah pilihan lain.
Namun sejak mata kuliah Komunikasi Tradisional diampu oleh dosen baru, Ageng Nugraha atau biasa dipanggil Ageng Semesta, banyak mahasiswa yang mengambilnya.
Pak Ageng mampu menjelaskan pokok-pokok bahasan Komunikasi Tradisional secara menarik. Banyak contoh kasus yang disampaikan Pak Ageng tentang komunikasi dan tradisi yang relevan dengan kondisi saat ini.
Terkadang Pak Ageng bercerita tentang pengalaman pribadinya dalam menjalankan tradisi Jawa yang saat ini banyak ditinggalkan masyarakat. Padahal di dalam tradisi itu banyak terdapat nilai dan pesan moral yang tinggi.
Perkembangan teknologi juga sebagian menggeser peran komunikasi tradisional di masyarakat. Orang lebih asyik mendengarkan musik maupun menonton film lewat ponsel, ketimbang menyaksikan pertunjukan kesenian di lapangan desa.
Meski demikian, Pak Ageng menjelaskan saat ini mulai ada kolaborasi media tradisonal dengan media digital. Banyak konten kreator yang mengunggah kegiatan kesenian daerah di kanal media sosial. Salah satu yang lagi marak adalah tampilnya kesenian tradisional Ebeg atau kuda lumping di kanal YouTube dan Facebook.
Banyak mahasiswa, khususnya yang dari luar Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, belum mengenal kesenian Ebeg. Oleh karena itu Pak Ageng merencanakan mengundang dukun Ebeg untuk hadir di kelas, agar mahasiswa dapat mengetahui seluk beluk kesenian itu.
***
Perkuliahan kali ini, Pak Ageng memasuki ruang kuliah 3 tidak sendirian. Ia ditemani Pak Sariman, seorang dukun atau dalang kesenian Ebeg. Kesenian itu dikenal luas pada masyarakat di Jawa Tengah. Biasanya kesenian itu dipentaskan di lapangan desa.
Pak Ageng memperkenalkan Pak Sariman. Usianya sudah menginjak 70 tahun. Namun tubuhnya masih tampak kekar. Kulitnya gelap. Itu karena ia terlalu sering berada di bawah terik matahari saat mendampingi para pemain ebeg.
Tidak sendirian, Pak Sariman didampingi istrinya, Murniati, yang menjadi sinden atau penyanyi dalam kesenian Ebeg. Murniati berusia 60 tahun, termasuk sinden senior dalam kesenian Ebeg. Suaranya masih tetap merdu dan lantang layaknya sinden muda.
Pak Sariman membawa beberapa perangkat kesenian Ebeg ke ruang kuliah. Salah satu yang dibawa adalah kuda lumping yang terbuat dari anyaman bambu. Selain itu ia juga membawa beberapa contoh sesajen dalam kesenian Ebeg, seperti kemenyan, minyak wangi, dan bunga mawar, cempaka, kenanga, serta daun dadap.
Tentang Ebeg, Pak Sariman menjelaskannya secara gambling kepada mahasiswa. Untuk menjadi pemain Ebeg seseorang harus memiliki indang atau sejenis roh halus yang akan merasuk ke dalam diri pemain Ebeg. Saat indang dipanggil dan merasuk, seorang pemain Ebeg akan kesurupan dan menari dengan menaiki kuda lumping.
Banyak pertanyaan dari mahasiswa tentang kesenian Ebeg, mulai dari cara mendapatkan indang, proses menjadi kesurupan, dan gunanya sesajen. Pak Sariman menjawabnya dengan ekspresi yang semangat. Sesekali ia juga memperagakan cara menaiki kuda lumping. Sementera istrinya melantunkan tembang-tembang Jawa.
Suasana perkuliahan mulai sedikit menegangkan. Gerakan Pak Samiran bermain Ebeg dan lantunan tembang istrinya mengundang suasana magis. Apalagi tempat kuliah ruang 3 sering diceritakan sebagai ruang yang penuh misteri. Banyak kejadian aneh saat dosen dan mahasiswa kuliah di ruang 3.
Saat istri Pak Sariman membawakan lagu Eling-Eling, Galih Sanjaya, mahasiswa di deretan kursi belakang tiba-tiba menjerit. Tangan dan kakinya kaku. Matanya melotot. Galih Sanjaya kesurupan. Teman-temannya kaget. Semua menyingkir ketakutan, berharap Pak Ageng maupun Pak Sariman melakukan sesuatu.
Pak Sariman tampak tenang. Ia meyakinkan mahasiswa, bahwa tidak akan terjadi apa-apa.
“Tenang saja. Nanti saya tanyakan siapa yang merasukinya,” kata Pak Sariman kepada mahasiswa.
Sedangkan Pak Ageng memegang tangan Galih Sanjaya agar tidak banyak bergerak
Pak Sariman membakar kemenyan yang ia bawa di atas pecahan genting sebagai alasnya. Asap dan bau kemenyan menebar ke seluruh ruang kuliah. Sebagian mahasiswa perempuan menutup hidung mencium aroma kemenyan. Namun sebagian besar bersikap biasa saja.
Perlahan Pak Sariman mendekati Galih Sanjaya. Asap kemenyan diusapkan beberapa kali ke wajah Galih, sambil dipegang tangan dan kakinya. Seketika tangan dan kaki Galih melemas, tak lagi kaku. Namun mata Galih tetap saja melotot. Wajahnya tegang seperti orang sedang menahan emosi.
“Sinten ingkang rawuh niki nggih?” tanya Pak Sariman kepada Galih dalam bahasa Jawa halus. Artinya, siapa yang datang merasuki tubuh Galih.
“Dipo Gumbolo…!” jawab Galih dengan nada tinggi. Tentu saja bukan Galih yang menjawab pertanyaan Pak Sariman. Makhluk halus bernama Dipo Gumbolo itu yang menjawabnya.
“Mohon maaf, Mbah Dipo, apa gerangan yang membuat Mbah Dipo datang?” tanya Pak Sariman.
“Aku hanya ingin mengingatkan. Jangan sampai kalian melupakan leluhur. Melupakan adat dan tradisi…!” jawab Dipo Gumbolo melalui raga Galih. Wajah Galih masih tampak tegang. Pak Sariman tetap menanggapinya dengan tenang.
“Inggih, Mbah… Kami semua mohon maaf. Kami akan selalu sowan leluhur dan menjaga tradisi,” ucap Pak Sariman.
Rupanya roh halus yang merasuki tubuh Galih termasuk sudah tua dan berwibawa, sehingga Pak Sariman harus menunjukkan sikap hormat mengatupkan kedua telapak tangannya.
Suasana perkuliahan menjadi tegang. Semua berharap makhluk halus bernama Dipo Gumbolo yang merasuk ke dalam tubuh Galih bisa segera keluar. Namun ketegangan itu belum berakhir. Kaki Galih menghentak-hentak ke lantai. Pak Sariman segera tanggap.
“Bagaimana, Mbah. Apa ada lagi yang ingin disampaikan?” tanya Pak Sariman.
“Aku mau joget…” jawab Galih. Pak Sariman paham apa yang dimaksud. Ia segera mengambil kuda lumping, kemudian diselipkan di sela-sela kedua kaki Galih.
“Sekar Gadung…” kata Galih kepada istri Pak Sariman.
Rupanya Galih yang kerasukan roh Dipo Gumbolo ingin menari kuda lumping dengan diiringi tembang Sekar Gadung yang dinyanyikan oleh Murniati, istri Pak Sariman.
Murniati segera melantunkan tembang Sekar Gadung dalam logat bahasa Banyumasan. Lagu itu dalam pertunjukan Ebeg termasuk lagu yang dianggap sakral. Konon lagu ini dipercaya dapat memanggil roh leluhur, sehingga sering dinyanyikan dalam kesenian Ebeg.
Suara Murniati sangat merdu, namun bila diresapi dapat membangkitkan bulu kuduk. Galih sangat menikmati lagu itu. Sambil menari di atas kuda lumping, matanya menatap langit-langit ruang kuliah. Tatapannya tajam, tetapi tampak kosong.
Setelah lagu Sekar Gadung selesai dinyanyikan Murniati, gerakan menari Galih pun berhenti. Ia mengelus-elus dan menciumi kepala kuda lumping. Lalu ia mendekati Pak Sariman sambil berbisik:
“Mulih…”
Itu berarti Dipo Gumbolo yang ada di dalam tubuh Galih minta pulang atau keluar dari tubuh Galih. Pak Sariman menyambutnya dengan melepaskan kuda lumping yang ditunggangi Galih. Kemudian ia memegang kening Galih sambil membaca mantra. Sesaat tangan dan kaki Galih meronta. Matanya menatap ke atas. Kemudian lunglai, melemas. Sosok Dipo Gumbolo yang merasuk tubuh Galih telah keluar. Galih tampak seperti orang bingung, tak tahu apa yang baru saja terjadi.
***
Asap kemenyan masih mengepul di ruang kuliah. Aroma bunga juga menebar ke seluruh penjuru ruangan. Mahasiswa masih diselimuti kecemasan dan ketakutan. Semua takut kalau ada makhluk halus lain seperti Dipo Gumbolo merasuk ke tubuh mereka.
Merasa tak ingin mengalami nasib sama seperti Galih, mahasiswa bertanya kepada Pak Sariman.
“Kenapa Galih bisa kesurupan, Pak? Kan dia tidak punya indhang?” tanya Krisnanto.
Pak Sariman tersenyum. Ia memahami ketakutan mahasiswa.
“Memang Mas Galih tidak punya indhang. Mungkin tadi Mas Galih sedang melamun, pikirannya kosong. Roh Dipo Gumbolo yang ada di area kampus ini menghampirinya. Apalagi ruang kuliah ini juga memiliki aura mistis,” jawab pak Sariman sambil melirik kepada Galih.
Merasa apa yang dikatakan Pak Sariman benar, Galih mengangguk dengan masih menyisakan perasaan lemas dan mencekam.
Pak Ageng Nugraha menutup perkuliahan dengan menerangkan kepada mahasiswa akan arti penting fokus pada saat melakukan pekerjaan apa pun. Makhluk gaib selalu ada di sekeliling manusia untuk berkomunikasi. Namun karena dimensi ruang dan waktu yang berbeda, makhluk gaib mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan manusia.
Ketika ada manusia yang lengah, tidak fokus, dan kosong pikirannya, maka makhluk gaib itu akan meminjam raga seseorang sebagai media untuk menyampaikan pesan atau permintaan tertentu.
Penulis: Chusmeru
Editor: Adnyana Ole
- Ini adalah cerita fiksi misteri bersambung. Jika terdapat kesamaan nama, tempat, dan peristiwa hanyalah kebetulan dan rekaan penulis semata