BAGIAN pertama tulisan ini perihal kalender adat Baduy sebagian sudah dipaparkan, namun pada bagian lainnya masih ada yang perlu dijelaskan agar pemahaman pembaca tentang konsep kalender adat Baduy lebih gamblang , bulat dan lebih komprehensif.
Saya sadari dengan berbagai keterbatasan yang saya miliki, bahwa tulisan singkat ini tidak mungkin memenuhi azas sempurna seratus persen. Namun paling tidak bisa menghilangkan sedikit kehausan pembaca tentang informasi materi di atas, begitu juga tentang Kolenjer yang dimiliki suku Baduy ,baik Kolenjer Sejarah Bumi Alam maupun Kolenjer lainnya.
Ngawagekeun atau Waktu Luang
Sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwa pada intinya sistem penanggalan adat atau kalender umum dengan sistem penanggalan Baduy ada kesamaan, yaitu memiliki jumlah bulan sebanyak 12. Hanya saja pada perhitungan jumlah hari di setiap bulan dan tahun berbeda, hanya dihitung 360 hari bukan 364 atau 365 hari yang disebut adanya tahun kabisat.
Jumlah hari di setiap bulan dari bulan Safar – Katiga rata-rata hanya 30 hari. Pada sistem penanggalan Baduy, sisa hari antara 4-5 hari itu digunakan sebagai waktu luang atau ngawagekeun untuk menentukan perhitungan penanggalan berikutnya.
Waktu Luang tersebut tidak dimasukkan atau tidak dihitung ke dalam jumlah hari pada tahun berikutnya atau pada tahun sebelumnya yang akan ditanggalkan atau ditinggalkan. Dasar pemikiran adanya waktu luang tersebut ditetapkan menjelang akhir tahun pada bulan Katiga dengan menggunakan perhitungan atau berpatokan pada bintang, bulan yang disebut Guru Desa ( Kidang). Penetapan penanggalan atau kalender adat itu disahkan oleh Keputusan Lembaga Adat Tangtu Tilu Karo Tujuh.
Pada kejadian tertentu atau luar biasa, di sistem Penanggalan Adat Baduy dikenal istilah yang disebut ngamajukeun atawa mundurkeun bulan jeung tahun ( dimajukan atau dimundurkan perhitungan bulan dan tahun) akibat adanya pergeseran panen yang kurang baik ( gagal panen). Perhitungan ini lebih rumit lagi bila kita sandingkan dengan sistem Masehi atau Hijriah. Penulis pun sampai saat ini masih kesulitan untuk memahami perhitungan bahkan tidak paham-paham karena tidak tahu cara perhitungan Kolenjer-nya.
Bulan Sakral
Yang menarik dari bulan dan penanggalan Baduy adalah bahwa rentetan atau sistematika susunan bulan tersebut merupakan urutan berbagai kegiatan adat, mulai dari kegiatan ritual Seba di minggu pertama awal bulan Safar sebagai tanda dimulainya tahun baru kalender Baduy sampai kegiatan ritual khusus Ngalaksa ( silaturahmi kepada kerabat) di Kawalu Tutug pada akhir bukan Katiga. . Kegiatan tersebut adalah kegiatan rutin yang berurutan dan berkesibambungan secara baku dengan acara adat lainnya yang berlaku pada setiap tahun.
Kegiatan yang dicantumkan pada kalender adat Baduy yang ditetapkan dan dibakukan tersebut secara garis besar dibagi menjadi dua bagian. Pertama, kegiatan upacara adat ( ritual khusus) yaitu : Seba Baduy ( ritual adat sebagai rasa syukur) di bulan Safar, Muja ( pemujaan) pada tanggal 17-18 pada bulan Kalima, acara geseran perkawinan, sunatan dan selamatan-selamatan pembuatan rumah dari bulan Kalima akhir – bulan Kasapuluh dan acara Kawalu dari bulan Kasa, Karo dan Katiga.
Kedua, kegiatan khusus Ngahuma atau berladang dari bulan Safar sampai bulan Katiga. Tahapan-tahapannya sangat jelas, mulai dari tahapan Narawas ( memilih dan memulai membuka batas lahan untuk dijadikan tempat berladang ), Nyacar (memotong pohon kayu dan membabad rumput yang disekitar lahan yang mau dijadikan ladang atau huma ), Nukuh ( mengumpulkan kayu , dedaunan dan rumput hasil Nyacar di beberapa tempat sampai kering ) di huma Serang ( ladang adat milik bersama) pada bulan Safar, Kalima dan Kanem.
Dilanjutkan dengan kegiatan Ngaduruk ( membakar pepohonan, dedaunan, dan rumput yang sudah kering hasil dari Nukuh, abu hasil pembakaran dijadikan untuk pupuk padi yang akan ditanam). Ngaseuk ( kegiatan utama menanam padi ) huma Serang dan Nyacar di huma Puun (ladang milik tokoh adat yang sedang menjabat) di bulan Katujuh.
Pada bulan Kadalapan diisi oleh kegiatan Ngored ( membersihkan atau menyiangi lahan yang ditanami padi ) di huma Serang. Nukuh, Ngaduruk dan Ngaseuk huma Puun, bersamaan dengan Nukuh dan Ngaduruk huma Tangtu (ladang khusus untuk kepentingan masyarakat). Di bulan Kasalapan kegiatannya Ngored di huma Serang dan huma Puun lalu Ngaseuk di huma Tangtu.
Pada bulan Kasapuluh serempak Ngored dan Meuting (menginap untuk beberapa saat)di huma. Di bulan Hapit Lemah diisi dengan kegiatan Ngirab Sawan (membasmi hama padi), Ngored dan Meuting. Di bulan Hapit Kayu kegiatan nya adalah Ngored, Ngubaran Pare ( mengobati padi atau memberantas hama) dan Meuting.
Pada bulan Kasa kegiatannya khusus hanya untuk Panen di huma Serang, di bulan Karo khusus panen di huma Puun, dan pada bulan Katiga Panen di huma Tangtu ( Baduy Dalam) dan masyarakat Baduy secara keseluruhan ( Baduy Luar).
Nach , begitulah hebat dan apiknya hukum adat Baduy yang disusun secara rapih, rinci serta baku di kalender adat , sehingga daya ikat untuk dilaksanakan secara rutin oleh warga adatnya menjadi kuat dan sangat mengikat. Hukum adat tidak sekadar diucapkan, tetapi langsung menjadi kurikulum kehidupan mereka; atau bahasa lainnya sebagai pemandu dan penuntun kehidupan kesukuan Baduy.
Dari sekian kegiatan adat yang telah dijelaskan di atas, ada kegiatan yang secara spesifik menjadi icon baduy yaitu Ritual Muja, Kawalu, Ngalaksa dan Seba, kegiatan ritual Adat tersebut jatuh pada bulan bulan _Safar, Kalima, Kasa Karo dan Katiga.. Maka bagi masyarakat Adat Baduy bulan-bulan tersebut diakui sebagai bulan kramat , disebut bulan larangan dan bulan penuh catatan khusus sehingga bulan tersebut diistilahkan atau dikatagorikan sebagai “Bulan Sakral bagi kesukuan mereka. [T]
- BACA esai-esai tentang BADUY
- BACA esai-esai lain dari penulis ASEP KURNIA