JUDI berbasis platform daring atau sering disebut judi online merupakan efek samping dari terjebaknya Indonesia di dalam middle income trap. Dalam bukunya yang berjudul an east Asia Renaissace: Ideas for economic growth pada tahun 2007, Gill dan Kharas menyebutkan bahwa middle income trap adalah sebuah fenomena perlambatan pertumbuhan dan terjebak dalam status berpenghasilan menengah.
Pemikiran tersebut muncul pasca adanya penurunan kinerja pertumbuhan ekonomi secara tiba-tiba di negara-negara Asia Timur yang sebelumnya dipandang sebagai negara-negara dengan perekonomian penuh keajaiban.
Oleh karena itu, berdasarkan pengamatan tersebut, ditarik sebuah kesimpulan bahwa middle income trap adalah sebuah fenomena ketidakmampuan sebuah negara untuk bersaing dalam hal upah pada ekspor manufaktur dan dalam memproduksi suatu produk dengan inovasi dan berteknologi tinggi.
Dalam konteks hari ini, Indonesia terhitung telah berada di dalam middle income trap selama 30 tahun, sejak 1993 sampai hari ini. Realitas ini menjadi tantangan serius dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai negara maju di tahun 2045.
Gill menyebutkan bahwa penyebab utama tidak berkembangnya Indonesia dalam konteks ekonomi adalah terjadinya ketimpangan distribusi kekayaan yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Diperkirakan oleh Gill, Indonesia membutuhkan waktu selama 70 tahun hanya untuk mencapai seperempat pendapatan per kapita Amerika Serikat apabila Indonesia tidak sesegera mungkin membenahi regulasi dan meningkatkan efisiensi ekonominya.
Persoalan ekonomi yang belum juga menemukan jalan keluarnya, kini mendapatkan perhatian khusus dari pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka.
Melalui semangat “Asta Cita”, Prabowo Subianto memiliki keyakinan bahwa Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dan segera keluar dari middle income trap. Target tersebut juga telah tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2025 – 2045, selanjutnya dokumen tersebut akan digunakan sebagai kompas dalam rangka penyelenggaraan pembangunan nasional selama 20 tahun ke depan.
Hadapi Tantangan
Target besar, sudah tentu menghadapi tantangan yang tak kalah membikin pusing kepala. Optimisme pemerintah untuk membawa bangsa Indonesia lepas dari middle income trap harus berhadapan dengan pelbagai persoalan, salah satunya datang dari sektor teknologi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kini diibaratkan seperti pisau bermata dua, satu sisi dapat memberi kebermanfaatan bagi kehidupan manusia, namun di sisi lain, dapat memberi ancaman, bahkan dapat mematikan kehidupan manusia. Salah satu wujud ancaman nyata berbasis teknologi yang dihadapi bangsa Indonesia hari ini adalah permainan judi berbasis daring atau lebih familiar disebut judi online (judol).
Kini, pemerintah dan seluruh komponen masyarakat tampak tengah serius dalam menanggulangi penyakit yang telah terlanjur dalam menggerogoti kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat ekonomi kelas menengah dan menengah ke bawah.
Drone Emprit, sebuah perusahaan media monitoring berbasis kecerdasan buatan mempublikasikan bahwa pada tahun 2024, Indonesia menempati posisi pertama di dunia sebagai negara dengan pemain judol terbanyak di dunia, yakni sebanyak 201.122 orang. Bahkan dalam temuannya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut bahwa perputaran dana di judol mencapai Rp 600 triliun.
Angka tersebut jelas meningkat pesat tinimbang total perputaran dana judol di tahun 2023, yaitu sebesar Rp 327 triliun. Hal tersebut menjadi lebih memprihatinkan tatkala sekitar 80 ribu anak-anak di usia 10 tahun menjadi korban judol. Terpaparnya pulluhan ribu anak-anak Indonesia tersbeut oleh judol tak lepas dari pelbagai permainan yang disediakan di gawai yang mereka mainkan.
Kompleksnya tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia untuk melawan praktek judol ini tentu harus mendapatkan dukungan seluruh komponen bangsa. Pemerintah sudah tentu tidak akan menyelesaikan persoalan serumit ini sendirian, mengingat anggaran dan sumber daya manusia (SDM) yang begitu terbatas.
Oleh karena itu penting bagi seluruh komponen masyarakat menjadi ujung tombak dalam rangka menunjang program dari pemerintah Indonesia. Lantas, apa yang dapat dilakukan oleh generasi muda bangsa, khususnya mahasiswa di Indonesia untuk ikut berpartisipasi aktif mewujudkan cita-cita bangsa?
Partisipasi Mahasiswa
Dalam konteks politik elektoral, partisipasi jamak dipandang hanya dalam konteks rakyat menggunakan hak pilihnya di bilik suara (voter’s turn out). Namun sejatinya partisipasi rakyat dalam upaya ikut mewujudkan cita-cita bangsa jauh lebih luas. Miriam Budiardjo dalam tulisannya berjudul “Partisipasi dan Partai Politik” menyebutkan bahwa partisipasi oleh rakyat dapat dibagi menjadi 4 (empat) kelompok besar.
Pertama, sekaligus sebagai pemilik strata tertinggi adalah kelompok aktivis. Biasanya, kelompok ini mengimplementasikan partisipasi politiknya dengan menjadi pejabat umum, anggota partai politik penuh waktu, pimpinan dari kelompok kepentingan.
Kedua, adalah kelompok partisipan. Biasanya kelompok ini mengimplementasikan partisipasi politiknya dengan cara menjadi petugas kampanye, aktif dalam partai politik atau kelompok kepentingan, hingga aktif dalam pelbagai aktivitas sosial.
Ketiga, adalah kelompok pengamat. Kelompok ini biasanya mengimplementasikan partisipasi politiknya dengan menghadiri kegiatan-kegiatan kampanye, anggota kelompok kepentingan, hingga memberi perhatian kepada perkembangan politik.
Sedangkan keempat, adalah kelompok orang yang apolitis. Artinya kelompok ini adalah orang-orang yang tidak melaksanakan akivitas yang ada di tiga kelompok sebelumnya.
Berangkat dari uraian di atas, mahasiswa dapat menempatkan diri di tiga kelompok pertama, yakni kelompok aktivis, partisipan, dan pengamat. Kelompok mahasiswa dapat menjadi mitra strategis bagi pemerintah dalam menyukseskan program pembangunan nasional, tidak terkecuali upaya pemberantasan praktek judol.
Hal ini dikarenakan mahasiswa adalah kelompok masyarakat yang telah mendapatkan pendidikan di tingkat perguruan tinggi. Tidak hanya soal pendidikan, mahasiswa juga sering kali berhimpun dalam sebuah organisasi maupun komunitas yang bergerak untuk mengabdikan diri kepada masyarakat.
Mahasiswa memiliki peran penting dalam upaya menggugah kesadaran masyarakat terhadap bahayanya praktek judol, sekaligus memberikan solutif terhadap pelbagai masalah yang dihadapi masyarakat di level grassroot. Melakukan edukasi, sosialisasi, workshop, hingga pemberian modal usaha menjadi salah satu kekuatan yang dapat dimanfaatkan mahasiswa.
Mengapa demikian? Karena mahasiswa dapat menggandeng pelbagai pihak, seperti akademisi, praktisi, hingga menggaet program-program pemerintah dalam pelaksanaan kegiatan mereka bersama masyarakat.
Indonesia tidak akan bergerak kemana-mana apabila generasi mudanya hanya berdiam diri saat dihadapkan sebuah tantangan yang berpotensi mendegradasi kualitas bangsa. Judol adalah salah satu tantangan dan ancaman yang dapat memberi hambatan serius terhadap langkah bangsa Indonesia untuk menjadi negara maju. Sebagai generasi muda, khususnya mahasiswa, akankah kita hanya berdiam diri? [T]
Baca esai-esai politikTEDDY CHRISPRIMANATA PUTRAlainnyaDI SINI