“Bli Dewa di antara semua prinsip kepemimpinan, yang mana cocok untuk orang kecil?”
SEPERTI itulah untaian pertanyaan dari seorang adik tingkat kepada saya kemarin malam. Dengan gelagat mata yang sudah menunjukkan kadar 5 watt habis berkegiatan, dengan sopan saya memohon izin untuk menunda menjawab pertanyaan tersebut hingga esok pagi. Terlebih lagi, pertanyaan tersebut mungkin lebih elok untuk dijawab ketika keadaan otak dan jiwa sudah berada dalam kondisi terbaiknya.
Di pagi dini hari, saya tiba-tiba memperoleh mimpi yang cukup mencengangkan. Terekam dengan jelas, di mana badan saya semacam dililit dan ditarik, serta tiba-tiba diangkat oleh sesuatu. Dengan perasaan takut, mata ini kemudian diperlihatkan sesuatu yang begitu besar dan tampak bersinar. Substansi yang pada akhirnya mampu mengubah rasa dalam diri yang awalnya diliputi oleh ketakutan, berubah menjadi rasa penuh kekaguman.
“Puih jeg gede lan menyala sajan punyane ne! (Wow, besar dan bersinar sekali pohon ini!)”
Ternyata, substansi yang melilit dan menarik badan ini berasal dari akar pohon yang berukuran sangat besar. Selain ukurannya yang menakjubkan, pohon tersebut juga mampu memancarkan cahaya yang berkilauan. Cahaya tersebut terpancar dari seluruh bagian tubuhnya. Baik melalui batang yang besar, dahan dan ranting yang tumbuh berkelok ke kanan maupun ke kiri, serta daunnya yang juga menampakkan unsur kerindangan.
Belum habis menikmati keindahan mimpi tersebut, saya malah terbangun akibat bunyi alarm yang menggelegar. Meskipun demikian, punyan gede (pohon besar) yang baru saja terlihat dalam mimpi masih saja terbayang -bayang di dalam sanubari. Mimpi yang bagi saya bukanlah sekedar mimpi biasa, namun bisa jadi memiliki makna intrinsik dan pesan tersembunyi yang terkandung di dalamnya.
Lama merenungi akan makna mimpi tentang punyan, tiba-tiba munculah sebuah notifikasi dari layar handphone. Sebuah pesan hadir dari adik tingkat kemarin yang menanyakan kembali pertanyaan serupa.
“Bagaimana Bli? Apakah sudah ketemu jawaban tentang prinsip kepemimpinan yang saya tanyakan kemarin?”
Dengan kondisi jiwa yang masih mengumpulkan nyawa, Buddhi sontak bergejolak dan tiba – tiba menghubungkannya dengan mimpi yang baru saja terjadi. Melalui perantara jari jemari tangan, dengan tegas seuntai kalimat jawaban akhirnya terketik:
“Jawabannya bisa jadi adalah ‘Punyan’ dik.”.
1. Lahir dari benih yang kecil
Setiap pohon besar di dunia ini tumbuh dari benih yang kecil. Baik itu pohon kelapa, pohon beringin, maupun pohon mangga yang besar semua tumbuh berawal dari sebutir biji yang bertumbuh. Filosofi inilah yang bisa dijadikan pedoman oleh calon-calon pemimpin hari ini. Anggapan kecil, minoritas, dan termarjinalkan harus bisa ditepikan dan mulai memupuk diri agar mampu menjadi pribadi yang besar.
Terlebih lagi secara historis, sudah terbukti banyak pemimpin besar di dunia yang lahir dari seseorang yang awalnya dicap kecil dan dipandang sebelah mata. Namun yang perlu juga diperhatikan oleh benih agar bisa berkembang menjadi pohon yang besar adalah usaha, pemupukan, dan lingkungan yang memadai. Jadi, kalau ingin menjadi sossosok pemimpin yang besar, perhatikan juga usaha, pemupukan diri, dan lingkungan sekitar sebagai tempat bertumbuh.
2. Tumbuh juga perlu ke bawah
Di balik bentangan batang yang besar, ranting yang panjang, serta daun yang lebat, pohon yang besar juga perlu memperhatikan akar yang mampu bertumbuh secara konsisten di dalam tanah. Akar biasanya bertumbuh ke bawah, menyelami ibu pertiwi, hingga mampu menopang bagian atas pohon untuk terus bertumbuh dan berkembang. Bisa dikatakan, akarlah yang menjadi pondasi untuk sebuah benih berubah menjadi pohon yang besar. Begitu juga layaknya insan yang ingin menjadi sosok pemimpin.
Di balik gempitanya pertumbuhan ke atas dengan segala macam keberhasilan dan kemenangan yang penuh pujian, seseorang juga perlu menghadapi pertumbuhan ke bawah dengan segala konsekuensi kepahitan, kekalahan, dan juga kegagalan yang menyakitkan. Seseorang yang berkenan bangkit dan menerima pertumbuhan ke bawah layaknya akar, disanalah ia secara tidak langsung juga bertumbuh ke atas untuk menjadi seorang pemimpin yang agung.
3. Jangan terlalu lurus!
Pohon yang mampu memayungi adalah ia yang memiliki liukan batang dan ranting menuju ke segala arah. Dengan demikian, daun yang lebat akan mampu bertumbuh secara subur serta mampu memayungi makhluk hidup yang berteduh di bawahnya. Selain itu, Rsi Canakya sebagai guru besar Raja Candragupta Maurya dalam Niti Sastra juga pernah mengemukakan, pohon yang memiliki batang dan ranting yang terlalu lurus cenderung ditebang, serta pohon-pohon yang memiliki batang dan ranting bengkok atau berkelok-kelok cenderung dibiarkan hidup.
Filosofi jangan terlalu lurus ini juga bisa menjadi pedoman oleh calon – calon pemimpin hari ini. Dimana dalam meraih mimpi untuk menjadi pemimpin yang besar, menjadi pribadi yang tidak terlalu lurus serta mampu bertumbuh ke berbagai bidang juga diperlukan agar mampu memayungi berbagai karakter anggota atau masyarakat kedepannya.
4. Sayatan terkadang juga diperlukan
Satu hal yang menarik di balik rahasia pertumbuhan pohon mangga yang menghasilkan buah melimpah adalah perlunya sayatan pada batangnya. Dari sisi biologis, zat hara dan sari makanan dari daun biasanya dikembalikan ke tanah melalui media bagian luar lapisan batang.
Oleh karena itu, sayatan terkadang diperlukan agar zat hara dan sari makanan tidak langsung mengalir ke dalam tanah, namun mampu bertransformasi menghasilkan bunga dan buah yang lezat. Begitu juga apabila seorang pemimpin ingin meninggalkan legacy baik dan mencapai sesuatu yang besar. Terkadang cobaan, hinaan, fitnah yang terkadang menyayat hati serta perasaan perlu diterima untuk memperoleh buah yang lebat dan manis di kemudian hari.
5. Semakin tinggi, Semakin rawan!
Saat musim hujan, pohon tinggilah yang berpotensi lebih besar untuk tersambar petir. Begitu juga saat ada badai, pohon besarlah yang pertama kali mesti berkenan menahan terjangan angin. Dibalik agungnya sebuah pohon yang tinggi, tersimpan juga potensi lebih besar untuk menerima ancaman dan tantangan. Begitu juga apabila filosofi tersebut dikaitkan dengan menjadi seorang pemimpin.
Sebagai seorang kepala, sudah menjadi kewajiban apabila muara dampak dari kesalahan, kekurangan, ancaman, dan rintangan yang ada pada organisasi atau instansi akan berakhir di seorang pemimpin. Disinilah keuletan dan kekokohan pemimpin akan diuji. Apabila gagal dan tak kuat menahan terjangan petir dan badai tersebut, konsekuensi tumbang juga harus siap diterima. Namun sebaliknya jika berhasil menerima terjangan petir atau badai, semakin tinggi dan besarlah ia akan dapat bertumbuh.
Kembali lagi ke percakapan dengan adik tingkat, lima poin di atas bisa menjadi bahan saya untuk menjawab, apabila ia menanyakan kembali kenapa jawaban yang diberikan adalah “Punyan”.
Lebih daripada itu, jika mau digali dan dikuliti lebih dalam, sesungguhnya pohon bisa saja memberikan prinsip kepemimpinan yang lebih banyak, serta bahkan falsafah kehidupan yang lebih luas.
Namun jika dipikir-pikir, apabila di masa depan pohon – pohon besar sudah tidak ada lagi karena habis ditebang dan bertransformasi menjadi bangunan, apakah prinsip kepemimpinan ini masih relevan? Benar saja beberapa menit kemudian, adik kelas tersebut kembali mengetik dan bertanya:
“Kok bisa Punyan? Apa hubungannya punyan dan kepemimpinan Bli?” [T]
BACA artikel lain dari penulisDEWA GEDE DARMA PERMANA