DESA Batur Utara, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli sebagai salah satu desa yang terpilih dalam Kegiatan Penguatan Ekosistem Kebudayaan di Desa-desa Warisan Dunia – Subak, Kementerian Kebudayaan RI, menggelar pameran dan lokakarya tentang arsip bertajuk “Citralana Bebaturan: Membaca Masa Lalu, Membangkitkan Masa Depan”. Aktivasi kegiatan dilaksanakan di kawasan Pura Segara Ulun Danu Batur-Pura Jati, Minggu (1/12/2024).
Daya Desa Batur Utara, Gede Suastawan, mengatakan pameran arsip adalah kegiatan aktivasi yang dipilih oleh Desa Batur Utara, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Selain pameran arsip, Batur Utara juga melaksanakan lokakarya arsip yang menghadirkan dua orang narasumber, Marlowe Bandem (Bali 1928) dan Anggara Mahendra (fotografer). Kegiatan bertema “Citralana Bebaturan: Membaca Masa Lalu, Membangkitkan Masa Depan” diikuti anak-anak muda dan masyarakat yang tertarik dengan arsip.
Pameran Arsip “Citralana Bebaturan” di Desa Batur Utara | Foto: Ist
Suastawan mengaku sengaja mengaktivasi pameran dan lokakarya arsip karena menurutnya arsip bisa menjadi media edukasi yang baik bagi masyarakat. Melalui lensa kamera masa lalu bisa dibangkitkan untuk masa depan yang lebih baik.
“Kami memilih foto sebagai media edukasi karena kita tahu anak-anak sekarang lebih suka visual daripada membaca narasi. Dengan memamerkan arsip ini, harapannya mereka tahu sejarah Desa Adat Batur di masa lalu, juga memahami bagaimana mereka sesunggunya merupakan pewaris dari kebudayaan yang sangat erat dengan subak, meskipun mereka tidak punya sawah,” katanya berharap visi kegiatan dapat tercapai.
Bahkan, katanya, pameran akhirnya diperpanjang karena masyarakat sangat antusias menyaksikan pameran tersebut. “Awalnya kami agendakan hanya berjalan satu hari, tetapi karena antusias masyarakat, khususnya ada permintaan dari pengelola kawasan, maka kami memutuskan untuk memperpanjang pameran ini. Sementara untuk tiga hari ke depan. Ini karena masyarakat merasa terkesima dengan visual masa lalu, yang mungkin membuat mereka bernostalgia,” katanya.
Di sisi lain, narasumber lokakarya menyatakan pentingnya arsip dalam kehidupan. Arsip bisa membantu orang untuk mengindentifikasi suatu kondisi. “Arsip bisa membuka cakrawala masa lalu kita. Bayangkan, dari arsip kita tahu bahwa di tahun 1928 sudah ada piringan hitam di Bali. Bagaimana raut muka orang Batur, demikian juga budaya-budaya yang hidup di Batur, semacam tari baris dan tari sanghyang,” kata Marlowe Bandem.
Angga Mahenda mengatakan yang serupa. Ia yang merupakan fotografer pun membagi pengalaman dalam melakukan dokumentasi. “Mengambil foto itu tidak perlu dengan alat yang bagus, yang terpenting adalah niat. Foto nanti akan bisa bercerita kepada kita, juga merekam kejadian-kejadian yang tidak akan mampu ditampung di otak kita yang terbatas,” kata dia.
Pameran Arsip “Citralana Bebaturan” di Desa Batur Utara | Foto: Ist
Fasilitator kegiatan, I Ketut Eriadi Ariana (Jero Penyarikan Duuran Batur) kegiatan Penguatan Ekosistem Kebudayaan di Desa-desa Warisan Dunia sebagai hiliriasi dari program Kementerian Kebudayaan (dulu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) yang telah berlangsung sejak awal tahun 2024. Kegiatan menyasar tujuh desa di kawasan Pura Ulun Danu Batur-DAS Pakerisan yakni Desa Batur Utara, Batur Selatan, Batur Tengah, Kedisan, Buahan, Sanding, dan Patak Kaja.
“Kami mengangkat tema ‘Ranupakreti Janahita Kasuwakan: Memuliakan Danau untuk Kesejahteraan Masyarakat Subak; dalam aktivasi bersama ini sebagai bentuk respons terhadap konsep leluhur kami, yakni pasihan. Pasihan adalah kawasan penerima air Batur, yang diamanatkan bertanggung jawab atas kelestarian air dalam pengelolaan alam Bali,” kata dia. [T][Ado/*]