PRESIDEN Prabowo Subianto telah membentuk Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan. Pembentukan badan yang beraroma intelijen itu termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor 158 tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan. Publik dan media lebih mengenalnya sebagai Badan Intelijen Keuangan.
Badan yang baru diumumkan beberapa hari lalu tersebut berada dalam struktur organisasi di bawah Kementerian Keuangan, bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. Tugas badan itu adalah menyelenggarakan pengembangan dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi, serta pengelolaan data, informasi, dan intelijen keuangan.
Sedangkan fungsinya adalah menyusun kebijakan teknis, rencana dan program pengembangan dan pengelolaan teknologi dan komunikasi, pengelolaan data, informasi, dan intelijen keuangan. Selain itu juga melakukan transformasi digital dan manajemen perubahan. Sepintas, badan tersebut menyerupai badan intelijen dalam tugas dan fungsinya.
Lantas, apa urgensi Presiden Prabowo membentuk badan telik sandi keuangan itu? Menyimak dari beberapa pernyataan Prabowo, masalah ekonomi dan keuangan merupakan persoalan serius pemerintahan Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinannya. Tidak heran jika posisi Kementerian Keuangan saat ini langsung berada di bawah Presiden, bukan lagi di bawah Menko Perekonomian.
Urgensi lain terkait pembentukan badan intelijen di bidang keuangan itu adalah target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 yang telah ditetapkan sebesar 8 %. Target yang sangat ambisius. Selain itu juga harus memastikan pengelolaan dan pemanfaatan APBN sebesar Rp 3.005,1 triliun.
Masalah ekonomi Indonesia ke depan semakin berat tantangannya. Bukan hanya seputar target pertumbuhan dan APBN saja. Pemerintah harus bekerja keras untuk urusan pendapatan negara, devisa, investasi, inflasi, hutang luar negeri, dan keamanan keuangan negara. Akankah badan ini dapat bekerja sebagai supporting system bagi Kementerian Keuangan?
Tantangan
Sebagai badan baru dalam Kementerian Keuangan, lembaga ini tentu saja banyak tantangan. Apakah Badan Intelijen Keuangan itu nantinya juga akan berkiprah seperti halnya badan intelijen lainnya? Jika demikian, tentu akan banyak tantangan seiring dengan dinamika ekonomi dan politik nasional serta internasional.
Tantangan pertama berkaitan dengan tugas dan fungsi Badan Intelijen Keuangan. Tumpang tindih atau overlapping dalam tugas di lapangan kemungkinan terjadi antara badan ini dengan Badan Intelijen Negara (BIN), karena BIN juga memiliki Deputi Bidang Intelijen Ekonomi atau Deputi IV BIN.
Terkait dengan teknologi informasi, komunikasi, dan transformasi digital, BIN juga memiliki Deputi Bidang Teknologi atau Deputi V BIN. Mengapa pemerintah tidak mengoptimalkan kinerja BIN saja? Tentu hanya Presiden Prabowo yang bisa menjawab.
Tantangan kedua adalah masalah kredibilitas laporan intelijen yang diterima Presiden sebagai user semua informasi intelijen. Manakah laporan informasi intelijen keuangan yang akan dipercaya Presiden? Apakah laporan dari Badan Intelijen Keuangan ataukah laporan Badan Intelijen Negara?
Berbagai kemungkinan bisa saja terjadi. Laporan intelijen yang bernilai Akurat 1 atau A1 yang diperoleh Badan Intelijen Keuangan ternyata oleh BIN dianggap bernilai Akurat 2 atau A2. Laporan Badan Intelijen Keuangan yang Sangat Dipercaya (completely reliable ) dapat menjadi Biasanya Dapat Dipercaya (usually reliable). Itu semua lantaran laporan tidak dikuatkan oleh sumber lain (confirmed by other sources), sehingga hanya bernilai Benar (probably true).
Tantangan ketiga menyangkut masalah komunikasi dan koordinasi. Hal ini menjadi masalah klasik di lapangan dalam dunia intelijen. Sikap sektoral masih sering terjadi pada aparat intelijen. Mereka tidak bersedia berbagi informasi intelijen. Informasi intelijen ditahan sendiri. Aparat intelijen juga saling mencuri informasi. Bahkan Kepala BIN, Muhammad Herindra sempat melontarkan sindiran bahwa aparat intelijen saling “menginteli” ( Merdeka.com, 7/11/2024).
Persoalan Human Intelligence
Badan Intilijen Keuangan tentunya akan menjalankan fungsi intelijen pada umumnya. Selain penyelidikan dan penggalangan, badan itu juga akan melakukan pengamanan keuangan negara. Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data (Pulahta) keuangan menjadi kegiatan keseharian.
Persoalannya, apakah badan intelijen milik Kementerian Keuangan itu sudah memikirkan persoalan human intelligence ( Humint) mereka? Ini berhubungan dengan sumber daya manusia (SDM) aparat intelijen keuangan. Apakah Humint akan disiapkan dari dalam Kementerian Keuangan sendiri?
Secanggih apa pun teknologi yang digunakan oleh Badan Intelijen Keuangan, faktor manusia akan sangat menentukan. Kendala kinerja dapat saja terjadi jika kualitas Humint buruk. Operasi intelijen bidang keuangan dapat gagal jika aparat di lapangan tidak memiliki sense of intelligence.
Menjadi aparat intelijen tidak hanya diperoleh melalui pelatihan dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. Diperlukan waktu dan pengalaman panjang dalam berbagai aktivitas dan operasi intelijen. Idealnya, badan intelijen milik Kementerian Keuangan itu juga merekrut aparat intelijen dari BIN.
Agen-agen intelijen BIN sudah memiliki conditioning yang panjang, bukan hanya mengumpulkan dan menganalisis informasi, tetapi juga menghasilkan produk intelijen. Selebihnya, aparat intelijen itu bisa direkrut dari berbagai perguruan tinggi yang memiliki kajian strategis di bidang intelijen ekonomi.
Persoalan Komunikasi
Komunikasi merupakan titik lemah dalam kegiatan intelijen, termasuk nantinya dalam intelijen keuangan. Banyak kasus, sebuah operasi intelijen mengalami kegagalan hanya karena masalah yang sepele, seperti cover aparat intelijen. Diperlukan rencana strategi komunikasi serta perkiraan risiko yang terjadi jika berhadapan dengan kegagalan.
Prinsip Velox et Exactus perlu diterapkan dalam intelijen keuangan, yaitu kecepatan dan ketepatan. Kesegeraan dan ketepatan informasi intelijen sangat dibutuhkan pemerintah. Pola dan metode komunikasi intelijen akan sangat menentukan sejauhmana aparat intelijen keuangan melihat, mendengar, menulis, dan menyampaikan informasi secara cepat dan tepat.
Metode terbuka dan tertutup, langsung dan tidak langsung (cut out) menjadi pilihan dalam komunikasi intelijen. Potensi terjadinya laporan informasi intelijen yang salah dan bias sangat besar. Laporan intelijen lebih cenderung menjadi cooked intelligence atau witchcraft intelligence, karena tidak dilakukan berdasarkan komunikasi dan administrasi intelijen yang benar serta hanya untuk menyenangkan atasan.
Prinsip intelijen adalah kerahasiaan. Artinya, intelijen keuangan harus bekerja dalam kesenyapan. Namun bukan berarti komunikasi intelijen hanya diperoleh melalui open source intelligence, tetapi juga berbagai saluran komunikasi seperti signal intelligence, electronic intelligence, maupun imagery intelligence. Tidak tertutup kemungkinan juga aparat intelijen keuangan dibekali intelligence device dalam berkomunikasi.
Harapan besar tentu tertuju pada Badan Intelijen Keuangan. Lembaga baru ini diharapkan tidak sekadar melakukan rutinitas sebagaimana pegawai negeri biasa. Lembaga ini harus mampu mencegah kebocoran anggaran kementerian hingga membongkar kasus-kasus penyelewengan keuangan negara.
Tidak ada yang sulit bagi intelijen keuangan untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Serapat dan setertutup apa pun informasi itu harus dapat diperoleh. Filosofi intelijen mengatakan, “Jika ada sebuah pintu tertutup rapat, ada angin di sana, maka di sana ada intelijen”.[T]
BACA artikel lain dari penulisCHUSMERU