SUASANA riuh terdengar dari sebuah rumah di Desa Dinas Kuwum, Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt, Buleleng, Bali. Para ibu tampak bersemangat mengoperasikan alat tenun tradisional dengan suara-suara unik yang memecah kesunyian pagi.
Suara-suara alat tenun tradisional itu seakan saling bersahutan, seperti manusia, bekerja keras dalam menciptakan kain tenunan yang biasa diproduksi di desa itu.
Kain tenun itu dikenal dengan nama Tenun Tebusalah.
Tenun Tebusalah memang merupakan produk tenun yang berasal dari Desa Ringdikit. Usaha Tenun yang sudah berdiri dari tahun 2018 ini merupakan usaha lokal yang dijalankan secara mandiri oleh masyarakat. Penamaan tenun Tebusalah berasal dari nama asli Desa Ringdikit yaitu Tebusalah.
Menurut penuturan Putu Arya Nyeneng, selaku salah satu inisiator Tenun Tebusalah, pada zaman dahulu, sebelum berubah nama menjadi Ringdikit, desa itu bernama Tebusalah.
Hal ini dikuatkan dengan adanya bukti sejarah berupa Pura Prajapati yang terdapat di belakang rumahnya.
Perubahan nama Desa Ringdikit diawali peristiwa sejarah di masa lampau ketika merebaknya penyakit menular di Tebusalah. Karena penyakit itu, masyarakat Tebusalah harus berpindah mengungsi ke sebuah tempat yang bernama Rangdu-aakit yang saat ini menjadi Ringdikit.
“Karena hal tersebut agar tidak melupakan sejarah desa, tiang ambil nama awal Desa Ringdikit yaitu Tebusalah sebagai nama dari produk tenunan yang ada di desa kami,” ucap Arya Nyeneng yang juga merupakan Kelian Dinas Desa Dinas Kuwum, Desa Ringdikit.
Proses pengerjaan Tenun Tebusalah masih menggunakan cara tradisional yakni menggunakan alat tenun tradisional atau ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Proses pengerjaan tenun Tebusalah dilakukan cukup panjang. Mulai pembentukan benang menjadi kain tenun, kemudian pencelupan kain dengan pewarna sampai penambahan motif berupa bordiran.
Sebagian besar proses pembuatan tenunan dilakukan oleh ibu-ibu yang bertempat tinggal di Dusun Kuwum. Hal tersebut dikarenakan inisiator dari kegiatan tenun yaitu Nyoman Sugiartini yang juga merupakan istri dari Arya Nyeneng menginginkan agar ibu rumah tangga dapat memiliki pekerjaan tambahan yang menghasilkan.
Berbicara kualitas kain, Tenunan Tebusalah memiliki kualitas kain yang mampu bersaing dengan pasar. Proses pembuatan kain tenun yang masih menggunakan alat tenun tradisional meningkatkan kualitas dari kain tenun itu sendiri.
Menurut Arya Nyeneng proses pembuatan kain tenun Tebusalah dengan cara tradisional mampu meningkatkan nilai jual dari kain itu sendiri. Ia juga menyampaikan kain tenun Tebusalah bahkan sudah mendapat uji lab guna memastikan kualitas kain tenun yang diproduksi.
“Untuk kain tenun Tebusalah pernah saya bawa ke Jogja untuk dilakukan uji lab, disana diuji kerapatan benangnya, kekuatan warnanya dan juga ketahanan warna pada kainnya, dan saat ini kami sudah memegang surat uji lab sebagai bukti dari kualitas kain tenunan kami,” ujarnya.
Untuk pemasaran kain tenun Tebusalah, Arya Nyeneng menyebutkan bahwa pemasaran kain tenun biasanya didapatkan melalui pemesanan kain tenun dari beberapa daerah di Bali.
Biasanya pembuatan kain tenun didasarkan pada banyaknya pemesanan yang diberikan. Kain tenun Tebusalah biasanya dipasarkan di Kabupaten Tabanan seperti daerah Pujungan hingga Pupuan.
Selain itu kain Tebusalah juga mendapatkan minat dari kelas menengah ke atas seperti pemesanan yang dilakukan oleh pemerintah saat adanya kegiatan pengangkatan anggota dewan. Karena kualitas kainnya yang baik mampu meningkatkan daya jual dari kain tenun Tebusalah.
Kain Tebusalah memiliki empat motif kain yang biasanya dipasarkan. Motif kain yang diproduksi yaitu kain motif sutra dobol, kain endek mastuli, kain endek jumputan dan kain endek motif cakra. Namun terkadang pesanan motif dibuat sesuai permintaan pemesan sehingga Tenun Tebusalah juga melayani pembuatan tenun motif lain.
Kendala yang dirasakan oleh Arya Nyeneng selaku inisiator tenun Tebusalah terdapat pada kurangnya atensi pemerintah dalam pengembangan produk UKM lokal.
Menurutnya, produk tenun ini diharapkan mampu dirasakan oleh masyarakat umum sebagai produk lokal yang tak kalah saing oleh produk kain tenun yang banyak beredar di pasaran.
Selain itu kendala juga terasa pada saat produksi kain tenun. Seperti kurangnya bahan baku cukup membatasi produksi kain tenun Tebusalah. Biasanya bahan baku yang didatangkan dari daerah Klungkung kerap kali kosong sehingga produksi kadang tertunda sampai bahan baku datang.
Selain dari bahan baku dalam tahap pengerjaan seperti bordir kain juga kerap kali menjadi kendala dalam produksi. Hal tersebut karena proses bordir memakan waktu cukup lama sehingga menghambat proses produksi dari kain tenun Tebusalah.
Arya Nyeneng berharap kain tenun Tebusalah mampu dikenal oleh masyarakat umum. Menurutnya pemasaran terkendala karena masyarakat lebih memilih produk kain yang memang sudah terkenal sejak awal sehingga kain Tebusalah kadang kurang dikenal oleh masyarakat. Selain itu dia berharap atensi dari pemerintah terkait produk UKM lokal.
“Tiang berharap dari pemerintah mampu memperhatikan kami sebagai pengerajin kain, walaupun bisa dibilang kami masih pemula namun kami juga berharap dari pemerintah khususnya pemerintah desa mampu mengatensi produk kami sebagai produk lokal asli Desa Ringdikit sehingga produk ini dapat dikenal secara luas oleh masyarakat,” ujarnya. [T]