- Artikel ini dibacakan saat memberi sambutan untuk pembukaan pameran tunggal I Ketut Jaya, dengan tajuk “Mengisi Hari Mengasah Rasa”, di The Gallery Maya, Sanur, Jumat, 18 Oktober 2024
DALAM wacana perkembangan seni rupa dunia, apapun alirannya, dan sekarang kontemporer, semua mendapatkan penghargaan yang setara di mata seni. Tidak seperti sebelumnya, di mana telah terjadi dikotomi seni tinggi dan seni rendah—sebuah kegagalan dari wacana seni yang bergulir di Eropa Barat untuk membaca perkembangan seni diluar kebudayaanya sebagai yang bukan “avant garde”. Tentu hal itu terjadi akibat dari sistem koloni, di mana kebudayaan di luar negara-negara Eropa dipandang sebagai seni yang berbau antropologis.
Berkembangnya seni di luar mainstream seni rupa yang dikenal selama ini, adalah buah dari perkembangan seni kontemporer. Seni-seni yang berbasis seni daerah atau suku pedalaman, menjadi seksi untuk dikemas ke permukaan sebagai tawaran alternatif baru untuk memperkaya khasanah seni rupa dunia.
Seniman dengan Teknologi
Hari ini, seni yang berbasis dan terinspirasi dari lokalitas menyeruak ke permukaan sebagai kekayaan tersembunyi. Apalagi teman-teman yang berkelindahan dengan adat/tradisi yang begitu kental di Bali. Sebagai insan kreatif, dengan berbagai wahana yang disodorkan hari ini oleh teknologi, seharusnya seniman menggunakannya seefektif mungkin untuk ajang promosi, pengenalan diri, juga bertemunya seniman dan apresiator.
Karya-karya I Ketut Jaya
Bagaimana perkembangan seni di tengah industri atau kapitalis me dewasa ini?
Apakah menjadi tantangan dalam berkesenian atau tergerusnya endapan cerminan atau potret situasi politik, atau apapun namanya, bagi seniman dalam mengangkat bacaannya ke dalam kanvas?
Terakhir ini, euforia terjadi untuk mengangkat seni yang berakar dari seni tradisi yang diolah dan dipersembahkan sebagai bagian dari perkembangan seni kekinian, menyeruak di tanah air, terutama di Bali
Tapi, kembali kepada tugas seorang seniman sebagai katalis, sebuah bunga bunga kebudayaan, seniman sebagai soft power kebudayaan, kerja seniman tidak semata hasil sebagai tujuan. Tapi proses. berkesenian adalah way of life dan karya seni mempunyai destiny dan pada saatnya akan ketemu dengan apresiatornya.
Seni dan perubahan sebuah keniscayaan. Godaan endonisme apakah dapat dihindari di tengah hiruk pikuk dunia tanpa batas? Namun apresiasi di zaman sekarang apakah mengalami perubahan dengan lahirna gen milineal dan gen Z?
Seniman mempunyai waktu dan perenungan, justru seniman mempunyai jarak untuk jeda, berhenti sejenak untuk merenungi perjalanan dan memulai perjalanan kembali dengan kesadaran.
Karya-karya I Ketut Jaya
Sejauh mana seniman dapat membuat jarak dengan pasar atau membuka diri terhadap apresisi penikmat di tengah ego seniman?
Satu seniman dan seniman lainnya mempunyai pengalaman empiris yang berbeda, dan dari perbedaan kesadaran ini, tercipta karya yang berbeda.
Market mengalami fluktuasi, seperti ombak, ada pasang juga surut seniman, seperti halnya pendeta. Berfikir seimbang menghadapi keduanya.
Karya seni adalah artefak, di mana kesadaran dan catatan perjalanan seseorang tercatat. Sesuatu dari karya itu tercipta, dan nilai kemnusiaanya justru disitu. Tugas seniman adalah berkarya biarlah market bekerja dengan caranya. Suatu ketika modal kebudayaan dan modal ekonomi akan bersatu dan bersinergi.
Makna Sebuah Karya
Sebuah gambar bisa bertutur,
lewat ragam warna yang melebur,
di bentang alam disekitar sang pentadabur,
yang tak takabur dan mau jujur,
tentang laut yang ajarkan syukur.
Laut selalu mampu meredam kalut,
bahkan tentang ekonomi negeri yg carut marut,
deburnya terus mengulang “jangan takut”,
selama iman kita tak tercerabut,
Penciptamu tahu kapan kita patut
memiliki kekayaan berlimpah seperti laut
Laut memancarkan kekuatan
Dan memanjakan dengan keindahan
Laut tak menyebut pengorbanan
Melainkan Kesediaan dan Kemurahan
atas tangkapan kandungannya terutama ikan.
Laut sudah amat tua,
perkasa dan tak pernah lupa
tentang sejarah negeri digjaya
Armada Sriwijaya melewati jalur sutra
dilalui perahu negeri- negeri tetangga
sebagai bentang luas menuju sejahtera.
Laut masih akan selalu menjanjikan sejahtera
bagi sesiapa yang tahu cara meminta
dengan sangat patut dan bijaksana
tanpa mengeruk paksa yang berbuah bencana,
hanya pinta bijak yang bersahaja dan beretika.
Laut itu gemerlap indah dalam harmoni
bagai sebongkah tepi syurga yang jatuh ke bumi
tepat di hamparan elok Ibu Pertiwi.
Untuk menikmatinya siapa saja harus berani
menggunakan fikir, dzikir dan kerendahan hati.
(disadur dari; Bening, Oktober 2024)
***
Ada banyak hal dalam kasat mata tak terbaca, apakah itu politik, arah ekonomi dan ketidak siapan rakyat akan pemerintahan. Alam selelu memberi arti bagi kehidupan kemarin, kini pun esok.
Tak banyak yang mampu membaca tanda alam. Atau mata batin sudah tertutup keduniawian.
Entahlah, mungkin seniman..
Gaung didengungkan dalam janji di atas buku
Agama
Apakah hanya sebatas ucapan
Tanpa makna.
Sumpah tanpa takut akibat nya
Di negara yang mengaku paling beragama
Kala laut dikeruk isinya
Sekarang dikeruk pasirnya untuk meninggikan
Pulau seberang yang semakin meluas
Kita. Semakin tenggelam
***
Bagaimana dengan karya-karya Ketut Jaya alias Kaprus berbicara banyak tentang bagaimana sebuah karya water color disajikan dari sebuah perenungan, kadang langsung on the spot di lokasi memberi dan mewarnai dalam keindahannya.
Bagaimana dan ke mana arah pencapain Ketut Jaya dalam berkarya? Kenapa mengambil media kertas dengan water coulor?
Dan Ketut Jaya menjawab:
“Dalam berkarya; bagi saya karakter media cat air itu unik. Harus .belajar sabar dalam proses berkarya. Penuh pertimbangan (bisa diterapkan dalam hidup), kenapa demikian, karena media putih kertas sangat membantu karakter karya di media cat air itu. Dalam proses tahapan berkarya ada spontanitas, bentuk-bentuk yang terjadi. Ada kesan bermain dalam mencampur warna. Betul-betul refresh perasaan dalam proses karya cat air.
Karya I Ketut Jaya
Selain itu mudah di bawa kemana saja karena saya suka jalan-jalan. Bisa gampang untuk mendokumentasi tempat, suasana yang saya kunjungi. Sebagai catatan perjalanan, mengangkat kesan yang dituangkan ke dalam karya.
Sebenarnya, seperti repleksi diri yang agak emosional, media cat air bagian proses ke diri sendiri. Proses mengendalikan emosi, dimana ada saat menahan diri agar tidak kebablasan, juga karena ada moment atau obyek yang harus kita pindahkan ke media cat air.”
Apa tantangan cat air?
“Karakter cat air terbentuk dari spontanitas menimbulkan artistik luar biasa bagi saya. Sesuai moment atau obyek yang kita rekam di kertas.
Tantangan melukis di alam. Berpacu dengan waktu.cahaya. Moment. Tapi justru karena itu kadang bisa membuat suatu karya luar biasa artistik. Tanpa sadar juga saat itu mendapatkan sepirit (aura) tempat obyek yang kita lukis, yang juga bisa dibawa suatu saat dlukis abstrak di studio.
Cat air juga melatih kepekaan rasa, insting, kelenturan menggores (artistik) belajar komposisi. Belajar warna. Kenapa suka ke alam, karena alam guru utama berkesenian.”
Penulis (paling kanan) dan I Ketut Jaya (nomor 2 dari kiri) bersama pengunjung pameran | Foto: Dok. Pria Dharsana
Semoga karya Bli Kamprus dapat apresiasi positif bagi perjalanan berkeseniannya.
Bali Sasih Kapat 18 November 2024