KITA tidak mengerti pasti tingkat koordinasi antara Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dengan pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga kampanye (APK). Kita juga tidak memahami pasti pelanggaran admnistratif terhadap pelanggar pemasangan APK yang berwenang menyelesaikan adalah lembaga apa?
Adalah merupakan hal penting dalam konteks keberlangsungan demokrasi dan penerapan aturan hukum yang berlaku akan dibahas dan diulas dalam wacana atau opini ini. Pasal 63 ayat (2-3) dan Pasal 65 ayat (1) huruf e UU No.10/2016 Tentang Pemilihan Gubemur, Bupati dan Walikota, dan Pasal28 ayat (1) PKPU 13/2024 Tentang Kampanye Pemilihan Gubemur, Bupati dan Walikota, telah mengatur secara jelas mengenai penempatan APK bagi pasangan calon (bukan KoKo atau Kotak Kosong) berkordinasi dengan pemerintah daerah setempat.
Meski atutan tersebut telah diatur, pada kenyataanya masih terdapat pelanggaran yang dilakukan dalam hal pemasangan APK dan APS (Alat Peraga Sosialisasi) yang bukan dari peserta pemilihan (Paslon). Pertanyaan muncul, lembaga mana yang memiliki kewengan untuk menangani pelanggaran tersebut, dan tentu asumsi kita tidak lain bahwa tugas tersebut sepenuhnya menjadi wewenang Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Secara terknis pemasangan APK merupakan metode kampanye yang telah diatur dalam UU No.10/2016, serta dijelaskan lebih detail dalam Pasal 27 PKPU No.13/2024. Ayat (4) Ringkasnya APK didesain oleh Pasion (“bukan KoKo”)dan diproduksi oleh KPU. Lokasi pemasangan APK disepkati bersama antara KPU dan Pemerintah Daerah (vide Ps.28 ayat 1. PKPU No.13/2024).
Mau tidak mau, KPU memiliki peran penting dalam menindaklanjuti pelanggaran APK oleh KoKo karena tidak berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga kampanye yang berbunyi: “dari KoKo oleh KoKo untuk KoKo”. KPU memiliki – wewenang untuk memberikan sanksi kepada KoKo yang melanggar aturan pemasangan APK karena bukan Paslon (peserta pemilihan). Sanksi diberikan oleh KPU berupa peringatan tertulis atau perintah penurunan APK dalam waktu yang ditentukan.
Perlu dipahami, Bawaslu sendiri tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi terhadap Paslon apalagi Kotak Kosong dalam konteks pelanggaran APK. Bawaslu hanya melakukan fungsi pencegahan pelanggaran Pilkada dengan memberikan himbauan kepada Paslon yang melanggar aturan, apalagi KoKo. Intinya, pelaksanaan sanksi administratif berada diselenggarakan oleh KPU. Teknisnya, penurunan dilakukan langsung oleh APH (Aparat Penegak Hukum), dan apabila masih kurang baik dalam mencegah pelanggaran, maka Bawaslu dapat bekerjasama dengan Satpol PP.
Penegakan Hukum Represif Pelanggaran Administrasi
Sanksi ini bertujuan untuk memulihkan kondisi yang telah dilanggar, memberikan hukuman pada pelanggar, penyelesaian pelanggaran admnistrasi APK diatur oleh peraturan perundang- undangan, khususnya Pasal 135 UU No.10/2016 dan Pasal 28 ayat (1) tentang PKPU No.13/2024, yang merupakan landasan hukum yang jelas terkait penerapan sanksi admnistratif. Lembaga yang berwenang menangani pelangaran administartif APK meliputi Bawaslu yang bekerjasama dengan Satpol PP, dan KPU memiliki peran penting dalam menindaklajuti pelanggaran dan memberikan sanksi sesuai dengan fakta yang terjadi.
Penegakan hukum menurut Jimly Asshidiqie (2020), baik dalam arti luas, adalah proses penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum (Bawaslu, Satpol PP dan KPU) dalam setiap hubungan hukum. Sedangkan dalam arti sempit dari subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya APH tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.
Artinya, penegakan hukum (law enforcement) adalah konsep normatif di mana orang hanya tinggal mengaplikasikan apa yang ada dalam perundang-undangan. Sementara itu, kejadian pemasangan APK Koko tempat tertentu, antara KPU dengan Pemda tanpa ada koordinasi. Berarti ada · pelanggaran admnistrasi yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) PKPU No,13/2024, bukan?
Kehendak Pasal 28 ayat (1) PKPU No.10/2024 (be :membuat hukum) ditegaskan : KPU Provinsi dan KPU Kab/Kota berkoordinasi dengan meperintah daerah, untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga Kampanye, “frasa koordinasi” harus dibaca dua lembaga yang sama atau
sederajat (KPU &Pemda) temyata tidak selaras dengan cita hukum yang diwujudkan.
Penegak hukum preventif dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman dan kesadaran bagi masyarakat maupun pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah perizinan dan pemasangan serta penempatan APK agar memahami apa yang diinginkan oleh peraturan perundang-undangan. Karena sudah terjadi pelanggran, maka penegakan hukum represif dilakukan dapat berupa penegakan hukum administrasi. Dan ingat, bahwa Pasal tersebut telah berkepastian hukum, yaitu produk PKPU merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara nomatif,
Justru itu, suatu kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan atau tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada hakekatnya penyelenggara hukum bukan hanya mencakup law enforcement, namun juga peace maintenance, penyelenggara hukum sesungguhnya merupakan proses penyelenggaraan antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian (Soerjono Soekanto, 2004).
Tanggungjawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak (fakultatif) dan kewajiban (imperatif) KPU. Pertanggungjawaban timbul karena hak Paslon dirugikan, KoKo bukan pembawa hak untuk
pemasangan APK/APS, dimana KPU tidak tunduk ketentuan yang telah diatur, dan meninggalkan perintah sebagai kewajiban berkoordinasi dengan Pemda mengenai Pemasangan APK di luar Paslon. Kondisi tidak tunduknya subyek hukum terhadap peraturan yang ada disebut sebagai suatu pelanggaran.
Penegakan hukum merupakan proses dilakukanya upaya tegaknya dan berfungsinya norma- norma hukum secara nyata sebagai pedoman untuk menjalankan fungsi hukum yang berkepastian dan kemanfaatan. Dalam proses penegakan hukum, fungsi hukum haruslah teralisasikan demi berjalan baiknya hukum yang ada. Hubungan koordinasi dilakukan antara KPU, Bawaslu Kab/Kota dan Pemrintah Daerah, KPU memiliki kewenangan untuk eksekusi yang bersifat administrasi dengan memberikan surat perintah kepada KoKo, apabila dalam waktu paling lama 7 hari tidak mengindahkansurat perintah yang diberikan oleh KPU, maka Satpol PP atas perintah Bawaslu akan melakukan penurunan APK/APS yang melanggar peraturan perundang-undangan, Bawaslu sebagai pihak yang melakukan pengawasan dan mengeluarkan
surat rekomendasi, serta Sapol PP sebagai perwakilan dari pemerintah daerah untuk melakukan eksekusi.
Memang tidak ada hubungan struktural dan tidak ada hubungan fungsional dalam pembagian kewenangan, yang ada hanyalah hubungan saling berkoordinasi antara satu dengan lainnya.. Kendala yang terjadi adalah saling menunggu antara pihak yang satu dengan yang lain, membuat prosedur penegakan hukum terhadap pelanggaran pemasangan APK/APS menjadi panjang. Agar prosedur tersebut tidak terlalu panjang, sebaiknya Bawaslu juga memiliki kewenangan untuk eksekusi, tidak perlu menuggu respon dari pihak yang melanggar.
Kesimpulan
Di dalam PKPU No.13 Tahun 2024 tepatnya di dalam Pasal 28 ayat (1) yaitu, “KPU Provinsi dan Kab/Kota berkordinasi dengan pemerintah daerah, untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga Kampanye”. Koordinasi ini ditinjau dari segi susunanya, susunan bersifat kolektif; maksudnya KPU berkoordinasi dengan Pemda adalah koordinasi mengintegrasikan kepentingan bersama. Ditinjaun dari segi hukumnya, penegakan bersifat preventif sebagai perintah (wajib) dilakukan oleh KPU untuk berkordinasi dengan Pemda.
Itulah peran KPU dalam memastikan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan Pemilukada yang diwajibkan karena perintah (imperatif) demi terciptanya harmonisasi serta sinkronisasi hukum Pemilukada yang baik. Karena sejak awal tidak ada koordinasi kolektif upaya preventif dari KPU berkordinasi dengan Pemda untuk pemasangan APK/APS bagi KoKo, maka sekarang dalam melakukan penegakan upaya hukum represif ini dapat dilakukan tanpa adanya koordinasi terlebih dahulu dan Satpol PP langsung dapat mengeksekusi dan menerunkan APK/APS di lapangan. Pihak Bawaslu langsung bertindak dan menghubungi · pihak yang memasang tanpa menunggu adanya koordinasi terlebih dahulu dari KPU adalah wujud memberikan sanksi secara administratif. Wallahu a ‘lam bis-shawab. [T]