DI pusat Kota Hanoi ada banyak sekali tempat bersejarah. Sebut saja museum literatur nasional, danau di pusat Kota Hanoi yang penuh legenda (Hoan Kim Lake), sampai pertunjukan kesenian wayang air.
Saya membeli tiket seharga 100 VND (Vietnam Dong) dan duduk di kursi atas. Saat itu pintu pertunjukan mulai dibuka pukul 6.00 waktu setempat. Kapasitas gedung kurang lebih 200 orang. Tampak antrean sudah membentuk barisan layaknya tentara Vietnam yang bersemangat. Saya penasaran seperti apa water puppet show ini. Ada yang menyebutnya teater, tapi saya ingin lebih meyakinkan diri dengan menontonnya secara langsung.
Di depan tampak kolam air dan di kedua sisinya ada tempat artis pengisi suara dan pemain musik tradisional pengiring pertunjukan. Lampu yang mengeluarkan cahaya sudah mulai beraksi, barangkali ini memberi kesan seperti menonton teater, pikir saya.
Acara dimulai dengan pemain musik tradisional yang beraksi. Nada setiap dentingnya membawa penonton terbang merasakan suasan khas Vietnam Selatan sampai ke negeri Cina. Selanjutnya, diiringi nyanyian khas Vietnam, satu per satu lakon ditampilkan. Dan semua sosok wayang muncul dan tenggelam dari air.
Cerita legenda negeri sosialis ini menjadi pembuka. Tampak figur naga tampil pertama—beberapa sosok raja di dinasti masa lalu. Tak jarang adegan lucu muncul dari lakon, seperti orang yang memancing, orang yang bertani, dan juga orang yang beternak bebek. Saya menangkap itu pesan bahwa negeri ini kaya dengan air, pertanian, peternakan, dan budaya yang kuat di masa lalu dan berlanjut ke masa kini.
Tapi bagian yang kerean adalah ketika pertunjukan selesai muncul puluhan orang, sebut saja pemain wayang, ke depan untuk mengucapkan terima kasih. Pertunjukan wayang air di Hanoi ini memang sangat luar biasa. Pesan untuk terus melestarikan budaya tersampaikan, pelestarian budaya tapi terkesan jauh dari komersialisasi budaya.
Sampai di sini, memang selalu ada alasan berkunjung ke suatu tempat, termasuk ke Hanoi. Dan ketika sudah ada pengunjung atau dikunjungi, maka tempat tersebut wajib menyediakan sesuatu, setidaknya atraksi. Begitulah pandangan patiwisata yang paling sederhana.
Meski, tentu saja, ada banyak hal yang menunjang pariwisata, setidaknya yang tertuang dalam jargon Sapta Pesona: Keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahan, dan kenangan. Ada daerah yang bisa memenuhi semua itu; ada pula yang hanya bisa memenuhi separuhnya. Asal aman dan indah, kenangan baik pasti akan mengikuti.
Saya teringat Joged Bumbung pada akhirnya. Begitu menarik dan cantiknya, seandainya saja itu dibuat pertunjukan tanpa harus ada pelecehan budaya, betapa terpukaunya penonton hanya melihat satu penari saja. Dengan sentuhan teater bisa jadi itu akan memberi nuansa baru pada tarian joged yang kadung sudah disalah pertunjukan.[T]