JIKA Bali daratan memiliki Patih Agung legendaris bernama I Wayan Sugita, maka Nusa Penida memiliki I Made Sekat. Sekat adalah pragina Patih Agung yang sangat terkenal di seluruh Nusa Penida. Aksi-aksi panggung Sekat sangat khas, berkarakter, dan selalu mengundang decak kagum para penonton.
Jujur, pada era 80-an dan 90-an, rasanya tak ada satu pun pragina lain (di Nusa Penida) yang sanggup menandingi kemampuan aktingnya. Sayang, pada usianya ke-67 tahun, ia harus tutup usia bersama sekaa Angklung Desa Adat Sebunibus dalam “tragedi sebelas” (21/9/2011).
Made Sekat menjadi salah satu korban tenggelamnya kapal motor Sri Murah Rezeki. Ia yang tergabung dalam sekaa angklung Banjar Kangin, Desa Adat Sebunibus, ikut ngayah ngangklung ke Desa Jungutbatu (Pulau Lembongan). Ketika hendak balik ke pulau Nusa Penida, kapal motor yang ditumpanginya tenggelam dihantam gelombang besar di perairan Jungutbatu waktu tengah malam.
Selain pelaku teater tradisional (drama gong), ia juga memiliki kemampuan ber-karawitan yaitu memainkan instrumen angklung. Pria 4 anak ini tergabung dalam sekaa Angklung Banjar Kangin, Desa Adat Sebunibus.
I Made Sekat, Patih Agung Legendaris dari Sebunibus, Nusa Penida | Foto: Dok. I Wayan Sudita
Sekaa angklungnya seringkali mendapat undangan (kupah atau ngayah) di seputaran Nusa Penida, termasuk ke pulau seberang, Desa Jungutbatu. Sayangnya, aksi ngayahnya ke tempat ini menjadi yang terakhir kalinya. Ia meninggal dalam tragedi sebelas. Jasadnya lenyap bersama 11 sekaa angklung lainnya.
Patih Agung Legendaris, Penulis Naskah, dan Sutradara
Semasa hidupnya, Made Sekat dikenal sebagai pelaku teater tradisional, drama gong. Ia bukan hanya aktor (pemain) drama gong, tetapi juga penulis (pengkonsep) naskah drama dan sutradara.
Namun, orang-orang lebih mengenal Sekat sebagai pemain drama gong, khususnya peran Patih Agung. Peran antagonis inilah yang menjadikan dirinya begitu ikonik dan dikenal luas.
Nama Sekat begitu populer pada era 80-an. Era ketika seni drama gong mengalami keemasan di Nusa Penida. Zaman ketika ruang hiburan sangat terbatas waktu itu. Televisi dan radio hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu (yang mampu). Maka, hiburan rakyat yang paling berharga kala itu terpusat pada wantilan atau kalangan.
Semua pertunjukkan seni tradisional Bali termasuk drama gong digelar di wantilan secara live. Jadi, jangan heran setiap pertunjukkan drama gong, wantilan (kalangan) mendadak menjadi kerumuman massa. Kerumuman yang haus dengan hiburan drama gong yang nge-hit zaman itu.
Di tengah kerumunan penonton itulah, Sekat beraksi. Kemampuan bersilat lidah di atas panggungnya disegani penonton. Ekspresi dan gerak-geriknya di panggung selalu sukses mengundang respon penonton.
Jika ia muncul di atas panggung, meskipun belum berbicara, maka penonton langsung bersorak “Huuu…”. Sebuah reaksi penuh benci dari para penonton. Namun, Sekat sangat menikmati peran antagonisnya.
Semakin disoraki, Sekat justru bersemangat untuk menunjukkan kepiawaian aktingnya. Aksi teror, propoganda dan kelicikannnya sangat halus. Ia memainkan dengan dramatis, apik dan sangat pas dengan karakternya. Tidak ditemukan akting yang dibuat-buat. Semua aksinya mulus. Natural.
Karena itulah, seringkali ia mendapat caci-maki hingga lemparan sesuatu dari penonton. Beberapa penonton kehilangan kontrol karena jengkel (marah) melihat aksinya di panggung. Namun, pria kelahiran tahun 1955 ini tidak pernah merasa jengkel apalagi sentimen terhadap reaksi (ulah) para penontonnya.
“Ngomongin soal amarah penonton, bapak pernah dilempari batu oleh penonton waktu pentas di Desa Pejukutan. Penonton jengkel karena bapak melakukan adegan menyiksa raja muda dan tuan putri,” terang I Wayan Sudita, putra sulung dari Made Sekat ini.
Sekat sudah menyadari risiko aktingnya. Bagi Sekat, kejengkelan penonton merupakan kesuksesan. Kesuksesan bahwa ia menjalani akting dengan optimal. Hal ini akan memberikan kepuasan pada dirinya.
Sekat memang sangat menyatu dengan karakter Patih Agung. Bukan hanya karena aktingnya semata. Suami dari Ni Nyoman Niri ini juga memiliki postur yang ideal. Gede gangsuh (tinggi besar, tegap). Tingginya mencapai kurang lebih 170-180-an. Postur ini diperkuat dengan bola matanya yang bulat agak besar. Sorot matanya tajam. Di tambah, kumisnya sedikit tebal.
Ia juga memiliki senyum ganda. Sehari-hari, Sekat memiliki senyum yang ramah. Ia dikenal sebagai pribadi yang murah senyum. Namun, ia juga memiliki “senyum panggung” yang khas. Kata orang, senyum sinis nan licik (karena mengikuti karakter tokoh).
Jadi, Sekat memiliki fisik ideal dan natural sebagai seorang Patih Agung. Karakternya menjadi lebih kuat ketika dirias. Cukup dirias dengan alis dan kumis yang cungkring, maka feel Patih Agung langsung menyatu pada dirinya. Jika ia sedikit melototkan mata dan menarik kumisnya, dijamin anak-anak pada zaman 80-an dan 90-an akan lari terbirit-birit.
Bakat Sekat menjadi pragina (Patih Agung) mengalir dari keluarga sang nenek. Menurut I Wayan Sudita, saudara neneknya dulu seorang pragina terkenal pada zamannya. Rupanya, darah seni dari saudara neneknya ini menurun kepada sang ayah, Made Sekat.
I Made Sekat, Patih Agung Legendaris dari Sebunibus, Nusa Penida | Foto: Dok. I Wayan Sudita
Sekat memulai karier bermain drama pada tahun 70-an. Pada masa permulaan itu, Sekat tidak langsung menjadi Patih Agung. Ia sempat menjadi Pranan (tokoh utama, raja muda).
“Waktu itu bapak saya memainkan drama tentang Rama dan Sinta dengan bahasa kawi/ Jawa kuno. Ia ditunjuk sebagai Rama (Pranan),” terang Sudita, pengusaha sawit yang kini tinggal di Palembang ini.
Sebelum jatuh cinta pada tokoh Patih Agung, Sekat pernah memerankan beberapa tokoh lain dalam drama gong. Namun, ia merasakan lebih cocok menjadi Patih Agung. Sekat memiliki karakter vokal khas yaitu suaranya berat, serak dan berpower.
Ia piawai memainkan lirik mata yang tajam. Lirikan picik dan penuh keculasan. Senyumnya manis tetapi sinis. Senyum khas penuh siasat dan taktik tipu muslihat. Ditambah, Sekat juga pandai berdiplomasi dan menguasai jurus-jurus provokasi.
Dengan kelebihannya itu, Sekat memang tiada tandingan pada masanya. Dialah (mungkin) satu-satunya orang yang memiliki skill Patih Agung yang paling kompleks di Nusa Penida, khususnya di Desa Adat Sebunibus.
Karena itu, ia sering mendapat tawaran bermain di beberapa tempat di wilayah Nusa Penida pada acara upacara adat, misalnya acara tiga bulanan anak, odalan, nawur sesangi, dan lain sebagainya.
Ia pentas tidak hanya bersama sekaanya (sekaa Gong Madu Suara Sebunibus), tetapi sering diajak berkolaborasi oleh beberapa sekaa gong lain di wilayah Nusa Penida. Bahkan, ia pernah satu panggung (bermain drama) dengan I Wayan Sugita (Patih Agung legendaris Bali daratan) dan Patih Anom legendaris (Anak Agung Rai Kalem). Waktu itu, Made Sekat tetap sebagai Patih Agung, sedangkan I Wayan Sugita berperan sebagai Patih Werda.
Selain menjadi pemain, Sekat juga merangkap jabatan kala itu. Ia menjadi ketua gabungan sekaa drama tersebut. Pria yang pernah menjabat sebagai prajuru bendesa adat Sebunibus ini juga menjadi tukang konsep ide cerita (penulis naskah cerita). Bahkan, Sekat merangkap sebagai sutradara.
I Wayan Sugita pernah satu panggung dengan I Made Sekat | Foto: Dok. sekdutbali
“Pernah ada drama gabungan (bonan) untuk memperingati 17 Agustus di Lapangan Umum Sampalan, Nusa Penida. Sekitar tahun 90-an. Ketiga legend ini bermain satu panggung. Ada I Wayan Sugita, Anak Agung Rai Kalem dan bapak saya. Pengiring tabuhnya waktu itu dari Sekaa Gong Madu Suara Sebunibus, yang diketua oleh Made Riawan dan pembina tabuh Made Ngaji,” ujar Sudita.
Selain di Sampalan (Nusa Penida), Sekat juga pernah diundang bermain drama gong di Art Center dalam rangkaian Pesta Kesenian Bali (tahun 90-an). Kembali Sekat satu panggung dengan Sudita dan Rai Kalem. Posisinya hampir sama. Sekat berperan sebagai Patih Agung, Sudita sebagai Patih Werda dan Rai Kalem berperan menjadi Patih Anom.
Dari awal (tahun 70-an), masa kejayaan (tahun 80-90-an), dan meredupnya seni drama gong (2000-an) di NP—nama Made Sekat tidak dapat dilepaskan dalam per-dramagong-an di Nusa Penida. Ia memiliki peran besar dalam perkembangan seni drama gong di Nusa Penida.
Berkat jam terbangnya yang tinggi dalam dunia per-dramagong-an, Sekat banyak mendapat tawaran melatih (membina) sekaa drama gong di beberapa wilayah di NP hingga ke luar daerah transmigran seperti Kalimantan dan Sumatera.
“Bapak menjadi pelatih drama gong sejak tahun 1985. Ia pernah membina di beberapa daerah di Nusa Penida, misalnya di Pengalusan, Cemlagi, Biaung, Pejukutan, Sekartaji dan lain-lainnya. Beliau juga pernah melatih di Basarang (Kalteng) dan Balinuraga (Lampung Selatan, Sumatera),” ungkap Sudita dengan nada bangga.
Sekat memang sosok pragina Patih Agung yang legend di Nusa Penida. Histori drama gong di Nusa Penida tidak akan melupakan nama I Made Sekat. Ia boleh meninggalkan dunia untuk selama-lamanya. Namun, jasanya dalam memajukan seni drama gong akan selalu dikenang abadi oleh masyarakat Nusa Penida.[T]
BACA ARTIKEL SEBELUM DAN BERIKUTNYA: