9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Es Krim Sore Hari dan Kegembiraan Collective Harmony dalam Jazz Klasik “When the Saints Go Marching In”

Sonhaji AbdullahbySonhaji Abdullah
August 6, 2024
inUlas Musik
Es Krim Sore Hari dan Kegembiraan Collective Harmony dalam Jazz Klasik “When the Saints Go Marching In”

Penonton berdansa bersama personel Collective Harmony | Foto: tatkala.co/Son

SATU es krim nyaris meleleh, dilumat pelan-pelan bocah 10 tahun. Mencair. Mencair. Mulutnya penuh dengan cream berwarna pink, juga kecoklatan. Senja manis menambahkan sedikit warna jingga di mulutnya. Terlihat ia sangat menikmati. Manis. Manis.

Sedang suara derap langkah kaki terdengar seperti beberapa orang sedang berjalan menuju Gereja atau tempat hiburan diri dengan hari sangat panas di sebuah jalan di Amerika untuk sebuah festival. Sebagai budak dengan sepatu hitam keras, langkah kakinya seperti terburu-buru—menggondol kebebasan, atau ia berkulit hitam?

Itu cerita di dalam nada, dibawa angin dari permainan drum di hari terakhir Ubud Villa Jazz Festival (UVJF) 2024, di STHALA Ubud Porfolio Hotel, Minggu, 3 Agustus.

Penonton berjajar di tebing sekitar Giri Stage menyaksikan penampilan Collective Harmony dalam Ubud Village Jazz Festival 2024 | Foto: tatkala.co/Son

Di Giri Stage, di areal UVJF, sorot mata bocah yang menggenggam es krim itu lebih lama memandang, sebab es krim di tangannya semakin tipis, meleleh, tak menarik lagi. Namun dijilatinya juga es krim itu hingga cepak. Semakin tidak ada. Ia tak memiliki apapun selain orang-orang di sekitarnya dan suasana yang hangat di atas panggung, juga di bawah.

Sore yang menggemaskan untuk berdansa. Satu persatu orang-orang dewasa di sekitarnya berdiri, Kevin—pianis Collective Harmony meminta seseorang mesti berdansa selain bertepuk—bahkan “banyak orang lebih baik,” kata si penyanyi—hendak merepertoar musik klasik Jazz ala Louis Armstrong itu, When the Saints Go Marching In.

“Mari ke depan. Mari ke depan,” kata salah satu penyanyi di panggung.

Penonton berdansa menyaksikan Collective Harmony | Foto: tatkala.co/Son

Nancy Ponto, Rachman Neider, Phil Antonio, Telly Yoesoef, dan Ras Gito. Lima penyanyi itu membawakan beberapa lagu dengan nuansa Jazz klasik—new orleans style.

Sedang bocah kecil tadi lebih nyata kehilangan es krimnya di tangan. Dan suara langkah kaki oleh seorang drummer—yang tidak kutahu namanya itu benar-benar membelai tangan bocah itu dengan tempo ketukan yang nyaris sama dengan orang-orang berjalan menggunakan sepatu pekerja barangkali.

Lalu bocah itu melumat habis sisa eskrim di mulutnya. Dari kejauhan aku melihat tingkahnya. Dari tangannya pertama, pelan-pelan tubuhnya ikut bergerak terpengaruh musik lintas zaman yang tua dari pinggiran Amerika Serikat itu.

Penampilan Collective Harmony di Ubud Village Jazz Festival 2024 | Foto: tatkala.co/Jaswanto

Ia berjoget di samping ibunya sambil duduk. Senyum keemasan terlihat di bocah itu dibantu waktu, dan suara derap langkah kaki menjadi musik yang ria—mengantarkan orang-orang berdansa. Piano dan contrabass membuat semuanya menjadi gembira bersama-sama.

Barangkali benar apa yang dikatakan oleh pemain bass akustik Jazz, Charlie Haden,

“Bass, tidak peduli jenis musik apa yang Anda mainkan, hanya meningkatkan suara dan membuat segalanya terdengar lebih indah dan utuh. Saat bass berhenti, segalanya jadi serba salah.”

Dari sekian banyak penampil di hari kedua ini di UVJF, Collective Harmony—tampil selain dengan penyanyinya berbanyak, mereka juga secara khusus hanya membawakan lagu-lagu dari Louis Armstrong, dengan membawakan kembali nuansa jazz tua.

“Ciptaannya Louis Armstrong atau yang dibawakannya—yang lalu terkenal. Nah, kita membawakan itu hari ini. Mengaransemennya dengan—nuansa tetap klasik, sebagaimana jazz tua seperti Dixeland, ragtime, kaya gitu—sangat new orleans style kita hari ini. Makanya tadi banyak bunyinya seperti marching seperti ‘dengtcet..dengtcet..dengtcet…’ itu bunyinya seperti langkah kaki seorang budak—berkulit hitam di sekitar tahun 1920-an, yang berjalan di sebuah festival, mereka seperti ber-marching—ketika berjalan beramai,” jelas Kevin, seorang pianis—dari Collectif Harmony, sebuah grup yang baru saja dibentuk tahun ini.

Jazz tidak bisa dilupakan imajinasinya tentang suara langkah kaki, atau jeritan perbudakan di Amerika melalui saxophone. Tentang kulit hitam, tentang ruang dan waktu—rasisme pada kulit hitam di sana secara sosial-kultur yang jahat.

Tentu, tak bisa dibantahkan pula jika musik ini cenderung memiliki akar musik dari Afrika dan Eropa, sebagaimana budak-budak Afrika di Amerika merepertoar batinnya melalui musik ini. Bisa berkembang sampai sekarang—bahkan lebih maju barangkali dengan teknik-teknik bermain teranyar sekarang.

Penampilan Collective Harmony di Ubud Village Jazz Festival 2024 | Foto: tatkala.co/Jaswanto

Tetapi, apakah rasisme pada kulit hitam berhenti walaupun jazz—barangkali lebih cenderung dimainkan akhir-akhir ini oleh orang-orang kulit putih atau elitis? Tetapi yang jelas, jazz adalah kemanusiaan. Kebebasan. Cinta.

“Jika Anda tidak menyukai Louis Armstrong, berarti Anda tidak tahu cara mencintai,” kata Mahalia Jackson, seorang penyanyi gospel Amerika Serikat. 

La Vien Rose, Hello Dolly, Sunshine of love, Jeepers Creepers, I’ll see you in my dreams, What a wonderful world, When the saints go marching in. Lagu-lagu itu menutup senja di tanggal muda oleh Collective Harmony.

Penampilan Collective Harmony di Ubud Village Jazz Festival 2024 | Foto: tatkala.co/Jaswanto

Kembali kepada bocah kecil tadi, kami semua menghasilkan derap langkah yang sama menuju panggung Padi, di areal UVJF—tentu tanpa es krim dan hanya ada bayangan tubuh kami dan pohon-pohon segar oleh cahaya maghrib setelah berdansa.

Di sana, FAWR sudah siap untuk tampil, dan beberapa orang sedang mempersiapkan tempat. Dan di akhir kehidupan Louis Arsmtrong, terompet adalah kehidupannya. Ia sangat berjasa selain menebar cinta kasih atau kesetaraan pada sesama melalui itu. Di musik, ia telah membawa penyederhanaan cukup baik penuh eksperimental bagaimana jazz bisa dinikmati tanpa harus bertanya, mengapa orang-orang kembali menonton!? Apalagi bertanya tentang ras! [T]

BACA artikel lain tentang UBUD VILLAGE JAZZ FESTIVAL

Reporter: Sonhaji Abdullah
Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Adnyana Ole

Rason Wardjojo, Gitaris Cilik, dan Bagaimana Ia Mengenal Jazz
Merayakan Jazz, Mencipta Kenangan, dan Mendengar Rasa dalam Bahasa Suara
Sthala Ubud Village Jazz Festival 2024, Panggung Kebebasan Itu Telah Dibuka
Kendang Sunda dalam Flamenco dan Jazz: Indonesia dan Spanyol dalam Repertoar Adien Fazmail Quinteto di UVJF 2024
Tags: festival musik jazzjazzmusikUbudUbud Village Jazz Festival
Previous Post

Dhyāna Paramitha: Laku Asih pada Semesta dalam Jinārthi Prakrĕti

Next Post

Iklan Modern: Seni Menjual Mimpi atau Manipulasi Tersembunyi?

Sonhaji Abdullah

Sonhaji Abdullah

Kontributor tatkala.co

Next Post
Iklan Modern: Seni Menjual Mimpi atau Manipulasi Tersembunyi?

Iklan Modern: Seni Menjual Mimpi atau Manipulasi Tersembunyi?

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co