Kering sudah air mataku,
Menangis di dalam sepi.
Namun kau tak mau mengerti,
Dan selalu menyakiti.
LAGU “Bumi pun Turut Menangis” bergema di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar, Selasa (9/7/2024) kemarin. Lagu dangdut yang dipopulerkan Rita Sugiarto itu dinyanyikan Selfiana di ajang tangkai lomba Dangdut Putri Peksimida Bali 2024.
Dengan busana muslimah yang anggun dan polesan wajah yang natural, bak pengantin di pelaminan, mahasiswi Pendidikan Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Singaraja, Bali, semester tujuh itu tampak percaya diri. Di atas panggung, ia berjalan ke kanan-ke kiri dengan lembut, langkah yang sudah diperhitungkan. Sesekali terlihat ia mengibaskan kain panjang yang menempel di gaun indahnya.
Sesaat setelah Selfi, panggilan akrabnya, mendendangkan lirik pertama Bumi pun Turut Menangis, seisi gedung bergeming, khidmat mendengarkan dan menikmati alunan lagu tersebut. Suara Selfi lembut dan jernih, tak serak sama sekali, meski terdengar lebih berat dari Rita Sugiarto. Tetapi ia cukup lihai memainkan cengkok nada naik-turun dalam lagu ciptaan H.B Faisal—pencipta lagu yang legendaris itu.
“Saya mendapat juara satu kemarin,” ujarnya percaya diri. Saat mengatakan hal tersebut ia sedang duduk manis di samping tangga Fakultas Ekonomi Undiksha—tempat Selfi menambang ilmu—di siang yang panas dan berangin.
Selfiana saat diwawancarai | Foto: Hizkia
Tahun ini Undiksha panen juara, memang. Di sembilan tangkai lomba pada ajang Pekan Seni Mahasiswa Daerah (Peksimida) Bali, Undiksha banyak mendulang prestasi. Prestasi tersebut terdiri dari juara I, juara II, dan Juara III. Juara I diraih dari tangkai lomba menyanyi dangdut, menyanyi keroncong putri, dan baca puisi putri.
Sedangkan juara II diraih dari tangkai lomba menyanyi pop putri, monolog, dan penulisan puisi. Dan juara III diraih dari tangkai lomba penulisan cerpen, desain media kampanye sosial, dan komik skrip.
Untuk lomba menyanyi dangdut, menurut keterangan Selfi, tahun ini hanya diikuti tujuh peserta dari perguruan tinggi yang berbeda. “Empat perempuan dan tiga laki-laki. Jadi jumlahnya tujuh peserta,” terangnya.
Di Fakultas Ekonomi, tepatnya di Prodi Pendidikan Ekonomi, dalam hal lomba menyanyi lagu dangdut, Selfi nyaris selalu menjadi pilihan utama. Itu karena suara gadis kelahiran Singaraja, 28 Oktober 2003 ini sangat cocok untuk menyanyikan lagu-lagu dangdut. “Sebelum dangdut, sebenarnya saya sudah sering menyanyikan lagu-lagu gambus,” kata Selfi menjelaskan.
Sedari kecil Selfi sudah bernyanyi. Bahkan, pada saat belum cakap menyeberang jalan raya, ia sudah sering mendapat juara olah suara—ya, barangkali karena ayahnya memiliki suara yang bagus. Tak main-main, Selfi nyaris selalu mendapat juara satu.
Pada tahun 2017, misalnya, Selfi meraih Juara 1 Bintang Vokalis Tk. Anak–Anak Kabupaten Buleleng. Tahun berikutnya, 2018, ia kembali mendapat Juara 1 di ajang yang sama. Dan di tahun itu pula, ia bahkan membawa pulang gelar Juara 1 Bintang Vokalis Tk. Anak–Anak Provinsi Bali.
Selfi semakin percaya diri tatkala ia, untuk yang ketiga kalinya, meraih Juara 1 Bintang Vokalis Tk. Remaja Kabupaten Buleleng dan Juara 2 Bintang Vokalis Tk. Remaja Provinsi Bali Tahun 2023. Sempurna. Gadis yang saat ini tinggal di Dusun Mundukkunci, Desa Tegallinggah, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng itu mulai bersinar.
Pada 2014, saat D’Academy—audisi dangdut yang ditayangkan Indosiar—mendapat perhatian, saat nama Lesti Kejora menjadi sorotan, Selfi mulai menyukai lagu-lagu dangdut. Dan Selfi mulai bernyanyi dangdut di depan umum saat duduk di bangku kelas satu SMA. Ia tampil di acara-acara pernikahan, ikut lomba-lomba di tingkat universitas, hingga berani berkompetisi di kancah nasional.
Langkah Selfi di bidang dangdut semakin mantap saat ia berhasil meraih Juara 2 Forsa (Fans Rhoma Irama dan Soneta) Idol Provinsi Bali tahun 2022. Bahkan, setahun setelah itu, Selfi mendapat Juara 1 Forsa Idol Provinsi Bali. Masih di tahun yang sama, 2023, ia cukup puas mendapat Harapan 1 Forsa Idol Nasional.
Di kampus, pada tahun 2021, Selfi menggondol Juara 1 menyanyi pop dangdut dalam rangka Dies Natalis Undiksha. Dan kembali meraih Juara 1 di ajang yang sama setahun setelahnya.
“Saya memilih dangdut karena lagu-lagunya syahdu. Makanya saya suka,” jawabnya singkat setelah ditanya alasan memilih dangdut dan bukan jenis musik yang lain. Selanjutnya, Selfi akan mewakili Bali pada ajang Pekan Peksiminas ke-17 yang berlangsung pada September 2024 mendatang di Universitas Negeri Jakarta.
Riwayat Dangdut
Dangdut di Indonesia seperti sudah membudaya, memang. Musik picisan yang lahir dan berakar dari musik Melayu ini masih populer hingga saat ini. Musik yang dekat sekali dengan rakyat Indonesia ini muncul pada dekade 1940-an. Meskipun, jika merujuk pada buku terbitan Balai Bahasa Yogyakarta Dari Tradisi ke Modernisasi (2009), kala itu belum lahir istilah dangdut, orang-orang menyebutnya dengan nama musik Melayu-Deli.
Musik Melayu-Deli sebetulnya mirip dengan keroncong. Dan dalam Roma Irama and the Dangdut Style: Aspects of Contemporary Indonesian Popular Culture (1982), William H. Frederick menyebut musik keroncong di era tersebut sebagai Orkes Melayu.
Selfiana di ajang Forsa Idol 2023 | Foto: Dok. Selfi
O.M., atau Orkes Melayu inilah yang menjadi istilah untuk menyebut grup atau kelompok musik ber-genre dangdut, bahkan sampai saat ini. Para penggemar dangdut koplo—khususnya di Jawa Timur—tentu akrab dengan grup-grup macam O.M. Monata, O.M. Sera, O.M. Palapa, dan sejenisnya.
Namun, dulu, mungkin sampai sekarang, bagi sebagian orang dangdut dianggap sekadar musik kacangan, seperti yang pernah disandang keroncong. Di era kolonial, keroncong—yang notabene pendahulu dangdut—dipandang masyarakat kelas atas, yakni bangsa Eropa/Belanda, secara hina sebagai produk kehidupan kelas kampung.
Kendati demikian, dangdut tak pernah mati. Bahkan sejak dalam wujud embrio, dangdut secara elastis mampu beradaptasi dengan perkembangan musik global dan akhirnya sebagai musik sendiri.
Pada awalnya, dangdut—yang berangkat dari musik Melayu dan keroncong—berbaur pula dengan jenis musik lainnya, semisal musik dari India, Timur Tengah, bahkan Latin. Begitu Max Richter berkata dalam bukunya Musical Worlds in Yogyakarta (2012).
Dari rezim ke rezim, dangdut berkembang mengiringi zaman. Saat industri musik Indonesia dijejali lagu-lagu pop cengeng ala Rinto Harahap pada dasawarsa 1980-an, dangdut juga ikut menceburkan diri kendati dengan format yang berbeda.
Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang menyukai dangdut dengan gaya baru, seperti format yang ditawarkan Inul Daratista, misalnya. Inul, dengan goyang ngebor-nya di awal 2000-an, membawa musik dangdut kembali melejit. Hal ini lantas disusul dengan membanjirnya ragam jenis goyangan lainnya oleh para biduan wanita baru. Dangdut dinilai telah berubah.
Meskipun dicerca, bahkan sempat dicekal oleh sang Raja Dangdut Rhoma Irama, Inul tetap bertahan—bahkan bergeming, seperti anak remaja tanggung yang sedang belajar membelot dari ayahnya. Inul dan dangdut terus melaju dan menggulung jenis musik apa pun yang menghadapnya—termasuk lagu pop dangkal yang menjamur di era itu.
Dari elastisitasnya itulah, maka tidak heran jika kini banyak varian dangdut, sebutlah dangdut Jawa (campursari), dangdut house, dangdut disko, dangdut koplo, dangdut metal, rock dangdut, hingga dangdut dakwah (Islami) seperti Nasida Ria.
Dangdut tidak hanya mampu menyihir kalangan orang tua saja, tapi juga kalangan muda. Apalagi semenjak populernya dangdut Jawa (campursari dan koplo)—yang banyak mengusung lagu-lagu patah hati dan realitas sosial tanpa tedeng aling-aling—belakangan ini dalam industri musik tanah air, dan didukung dengan kompetisi-kompetisi yang diselenggarakan televisi.
Barangkali dangdut memang tetap saja dianggap musik picisan. Namun, keandalannya sudah terbukti dan, sekali lagi, ia tak pernah mati melintasi berbagai zaman. Seperti Selfi, misalnya, ia lebih memilih musik dangdut daripada pop, rock, atau aliran musik lain yang mungkin lebih banyak digemari anak-anak muda—walaupun ia mengaku lebih suka dangdut zaman dulu daripada dangdut koplo seperti hari ini.[T]
Reporter: Jaswanto
Penulis: Jaswanto
Editor: Adnyana Ole