SEBELUM dikenal banyak orang, sebelum menjadi seorang komikus, Putu Dian Ujiana pernah bekerja di kapal pesiar tanpa orang-orang mengetahuinya. Di sana, laut yang luas adalah wahana pertemuannya dengan sistem kerja yang sibuk. Birokrat benar-benar telah memenjarakannya sejak pelayaran pertama tahun 2009 silam.
Namun, sejak kecil, jiwa seninya, jiwa bebas itu, menggedor-gedor tubuhnya di kemudian hari tak henti-henti. Hingga di tahun ke dua, 2010, seperti dendam, laman Fesbuk miliknya benar-benar dipenuhi dengan karikatur komik karyanya yang ciamik.
Sekembalinya menggambar “komik” setelah sekian tahun dalam kungkungan tuntutan pekerjaan, Tahun 2011, lelaki yang biasa disapa Bli Dian itu akhirnya memilih hengkang dari perusahaan tempatnya bekerja dan memilih hidup menjadi seorang komikus sampai sekarang.
“Saya senang menggambar komik, bahkan sejak SD. Astungkara, akitivitas saya ini ternyata membawa perolehan yang sangat baik kepada diri sendiri. Dan ternyata, menggambar komik inilah yang justru menyelamatkan hidup saya setelah nggak lagi bekerja di kapal pesiar,” ucap Putu Dian Ujiana, komikus komik Beluluk.
Putu Dian Ujiana dalam acara “Pemutaran Film dan Diskusi Budaya”
Terhitung tiga tahun komikus asal Buleleng itu melalap peruntungan hidup di kapal pesiar. Tapi seni, telah ada di dalam dirinya sejak kecil. Dan barangkali, komik Beluluk telah membuktikan, membebaskan jiwa penciptanya dari penindasan yang tak kasat—“sistem kerja”. Menggambar komik, katanya, “berarti mentertawakan hidup! Membebaskan diri!”
Terlepas dari semua itu, menjadi seorang animator di film animasi (kartun) adalah pengalaman terbaru baginya. Film kartun pertamanya berjudul “Yap Leng” itu, telah diputar dan didiskusikan di Kedai DeKakiang dalam acara “Pemutaran Film dan Diskusi Budaya” yang diselenggarakan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV dan Singaraja Menonton, Jumat (21/6/2024) malam.
Film kartun pendek tersebut mendapat respon baik, mendapat perhatian lebih—melalui saran dan kritik dari penonton setelah pemuteran selesai.
“Bagi saya, ini adalah pengalaman baru. Karena saya sendiri kan, aktifitasnya lebih banyak membuat komik daripada membuat animasi (film). Jadi, bisa dikatakan, dari komik ke film animasi cukup susah. Dan masukan saran dan kritik saat diskusi tadi sangat membantu saya pada proses saya ke depannya,” kata Dian menanggapi.
Tokoh Beluluk dan beberapa karkter lain seperti Yap dan Leng dalam Komik Beluluk yang kemudian dialihwahakan ke film animasi, memang memiliki karakter kuat. Memiliki peran penting satu sama lain dalam membangun cerita.
Sehingga mudah terpacak diingatan para pembacanya karena pembawaan karakternya yang kocak dan gokil, serta sederhana. Sejak diciptakan pada tahun 2017, Komik Beluluk telah berhasil menemui pembacanya yang setia di Bali maupun di luar Bali.
Dian dan Komik Beluluk Ciptaannya
Satire “kritik sosial” dibawakan oleh karakter Beluluk dengan sangat humor itu, diterima semua kalangan; anak-anak hingga dewasa. Tanpa harus memprovokasi untuk disukai, kehadiran Beluluk benar-benar membawa perspektif lain kepada pembacanya agar—terutama menanggapi sebuah persoalan penting dan genting yang ada di masayarakat—untuk tetap menjadi sesosok yang cermat dan kalem sebagai bagian dari masyarakat. Bukan pemarah atau mudah terbawa arus wacana, yang mudah diadu domba. Terutama dalam isu politik.
“Jadi dengan adanya komik semacam ini (humor), masyarakat itu tidak terlalu tegang. Mencairkan suasana dan tentunya, ada hal yang menjadi pertimbangan bahwa menanggapi sesuatu itu tidak mesti gawat, tetapi mesti cermat. Dan terlebih, komik ini sebagai bahan hiburan aja dan tentunya mengedukasi melalui kritik sosial,” jelas Dian.
Beluluk adalah plesetan dari Celuluk. Jika Celuluk dengan karakter seramnya yang menakutkan, Beluluk kebalikan dari Celuluk, yaitu lucu dan menggemaskan.
“Beluluk itu sebenaranya terinspirasi dari Celuluk. Namun saya plesetkan, dan mengganti karakternya yang seram itu menjadi karakter atau sesosok yang humor, jadilah Beluluk ini. Biasanya saya muat di laman Instagram, Fesbuk, dan beberapa sudah saya bukukan, kemudian dimuat di koran, dan terakhir ini dibuatkan film animasinya,” ujar Dian.
Dian benar-benar telah memperkirakan sangat matang tentang tokoh Beluluk seperti apa. Bagaimana Beluluk menjadi karakter yang berbeda dari Celuluk aslinya itu—tentu tidak mudah dibuatnya.
Tetapi justru Komik Beluluk yang ia ciptakan seperti sebuah cerita yang hidup. Artinya ia berhasil sebagai komikus lokal, yang membawa isu lokal dengan bahasa lokal Bali. Nyaris setiap hari atau beberapa hari sekali Komik Beluluk hadir dengan isi (konten) berbeda tetapi dengan tokoh dan karakter yang sama di laman Instagram @Beluluk.
Kardian Narayana dan Putu Dian Ujiana dalam acara “Pemutaran Film dan Diskusi Budaya”
Sebagai seorang komikus yang mencoret sejak 2010, ia memiliki reputasi sangat baik hingga sekarang. Dan sikapnya yang rendah hati, orang-orang merasakan kehadirannya sebagai sesosok yang bijaksana dan sangat ditunggu setiap karyanya di media sosial.
“Saya suka Komik Bli Dian itu sudah sejak 2015 (sebelum adanya Beluluk). Dan suka secara lebih dekat itu ketika karakter Beluluk yang sekarang ini. Karena kritik sosialnya itu dibawakan secara humor dan konsisten, dan itu memang dibawakan oleh Bli Dian sudah sedari dulu. Konsistensi beliau menggambar komik satir dan humor itu sudah sedari duluK” ucap Diana Putra, penikmat Komik Beluluk asal Buleleng.
Tak hanya orang dewasa yang mengidolakan Komik Beluluk, tetapi juga anak-anak. Ia dikenal cukup luas pula oleh sebagian besar anak-anak di setiap sekolah, dan nyaris semua tahu tentang Beluluk. Tokoh Beluluk yang ia ciptakan itu pun akhirnya mengantarkan dirinya ke meja pembahasan dan obrolan terkait kerja-kerja kreatif sebagai seniman.
Pada tahun 2022 lalu, tepatnya di bulan September, lelaki berumur 36 tahun ini berhasil menggelar pameran tunggal selama dua minggu. Sebanyak 20 karya komik, patung (ikonik), dan karya instalasi topeng ia pamerkan ke publik di Jl. Imam Bonjol Gang Rahayu nomor 16A, Denpasar, Bali.
Di acara itu, Dian berkolaborasi dengan The Ambengan Tenten (TAT) dengan menggagas tema “Pakedek, Pakenyem, Pawisik”.
Hal itu dilakukan Dian karena merasa bahwa sangat perlu sebuah hiburan dan rasa optimis dalam menjalankan hidup setelah babak belur oleh covid-19. Sebagaimana yang kita tahu, bahwa di tahun itu juga, cukup renggang orang-orang beraktifitas setelah sebelumnya seperti dipenjara di dalam rumah.
“Pawisik ini memiliki makna, seperti bisikan atau ajakan dari teman-teman, support dari keluarga, bahwa ada vibrasi positif untuk kembali membangun gairah baru lagi setelah masa-masa pandemi,” ucap optimis Dian, seperti dinukil dari Baliprawara.com pada (25/06).
Di tahun ini, di bulan Desember, katanya, Beluluk akan hadir dalam bentuk permainan atau game. Bisa diakses oleh semua kalangan melalui ponsel. Game yang memuat permainan tradisional itu sedang diproses untuk selesai di akhir tahun ini.[T]
Reporter: Sonhaji Abdullah
Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Jaswanto