Negosiasi kerap hadir dalam kehidupan manusia. Sadar atau tidak, ketika dua orang atau lebih saling bersengketa dan mencoba mencari jalan keluar, maka negosiasi menjadi salah satu cara. Perjanjian antarpihak juga kerap diawali dengan sebuah negosiasi.
Sasaran dari kebanyakan negosiasi adalah mendapatkan persetujuan. Negosiasi diharapkan mencapai hasil yang baik untuk kepentingan kedua pihak. Komunikasi menjadi unsur penting dalam setiap negosiasi. Untuk itulah diperlukan keterampilan berkomunikasi bagi seorang negosiator.
Negosiasi dapat terjadi di ranah personal, sosial, maupun kelembagaan. Secara personal orang sering bernegosiasi ketika hendak menjual atau membeli suatu produk. Kehidupan keluarga juga sarat dengan proses negosiasi untuk menentukan prioritas pembelian barang rumah tangga.
Kehidupan sosial di masyarakat banyak pula memerlukan negosiasi. Menetapkan agenda kegiatan di desa misalnya, tidak dapat diputuskan secara sepihak oleh perangkat desa. Perlu persetujuan, pembahasan, dan perlu negosiasi ketika ada anggota masyarakat yang berbeda pendapat.
Secara kelembagaan, negosiasi banyak dilakukan oleh perusahaan maupun pemerintahan. Indonesia melalui presiden maupun berbagai kementerian telah banyak menghasilkan persetujuan sebagai hasil negosiasi. Misalnya, negosiasi batas laut teritorial dengan Malaysia. Ada pula hasil negosiasi terkait kuota jemaah haji dengan pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Hasil sebuah proses negosiasi sangat bergantung pada pihak yang diberi mandat bernegosiasi atau negosiator. Diperlukan pengalaman, keterampilan, dan gaya dalam negosiasi. Pengalaman dan keterampilan seorang negosiator diperlihatkan melalui petunjuk nonverbal, seperti bentuk tubuh, ekspresi wajah, dan kemampuan komunikasi verbal.
Meski demikian, tidak semua negosiasi akan menghasilkan persetujuan atau kesepakatan para pihak. Ada negosiasi yang mengalami kegagalan. Ada pula negosiasi yang disepakati setelah menyita waktu cukup lama, karena berbagai kendala. Faktor komunikasi kerap menjadi hambatan dalam negosiasi.
Hambatan Komunikasi
Negosiasi yang efektif sangat tergantung dari komunikasi yang efektif. Hal itu lantaran banyak perbedaan latar belakang para negosiator. Oleh karenanya, saat negosiasi hendak dimulai, berbagai hambatan perlu diatasi terlebih dahulu.
Bill Scott (1991) menyebut empat hambatan komunikasi yang akan berpengaruh pada efektivitas negosiasi. Pertama, hambatan yang terletak di antara apa yang telah dikatakan dan apa yang telah didengar. Hambatan ini bisa berupa kebisingan maupun kurangnya konsentrasi pada saat negosiasi.
Kedua, hambatan intelektual. Apa pun yang disampaikan oleh negosiator akan didengar dan dimengerti oleh pihak lain, jika pendidikan dan pengetahuan masing-masing mendukung masalah yang akan disepakati. Apabila tidak, maka akan gagal oleh sebab kendala intelektual.
Ketiga, faktor psikologis juga kerap menjadi hambatan komunikasi dalam proses negosiasi. Pihak lain mungkin saja mengerti apa yang disampaikan negosiator, namun belum tentu menerima gagasannya hanya karena perasaan tidak senang atau prasangka kepada negosiator.
Hambatan keempat, negosiator seringkali beranggapan bahwa pihak lain telah benar-benar mengerti apa yang disampaikan. Sementara pihak lain justru mempersiapkan diri untuk membuat pernyataan balasan. Proses negosiasi menjadi tidak fokus dan tidak efektif.
Beragam respons biasa dilakukan orang ketika negosiasi berlangsung. Jika proses negosiasi berjalan baik, maka akan terjadi trade off. Kedua pihak membuat keputusan yang saling menguntungkan. Namun negosiasi juga dapat mengalami kebuntuan dan kegagalan.
Sikap awal bisa dilihat dari respons nonverbal salah satu pihak yang mengernyit (the wince) sebagai tanda kecewa, mengejek satu gagasan( outrageous), bersikap diam (silence) , atau meninggalkan tempat negosiasi (walking out). Respons negosiasi dapat digunakan untuk mengevaluasi hambatan komunikasinya.
Komunikasi Efektif
Negosiasi harus dibarengi dengan komunikasi yang efektif dan langkah-langkah praktis. Kondisi saat negosiasi sangat menentukan efektivitasnya. Tawar-menawar yang dilakukan di tempat yang sejuk dengan alunan musik yang santai akan membuat negosiasi berjalan dengan kondisi tenang.
Rentang waktu dalam negosiasi dianggap penting. Komunikasi yang efektif dalam negosiasi memerlukan kerangka waktu yang jelas. Setiap pernyataan atau perkataan dalam negoisiasi memiliki waktu maksimal dua menit. Selanjutnya ada kerangka waktu lima menit dalam negosiasi untuk menyatakan harapan masing-masing pihak.
Waktu maksimal dari total komunikasi selama negosiasi adalah dua jam. Negosiasi bisnis maupun politik biasanya memang memerlukan waktu lama. Dua jam dianggap waktu yang efektif dalam komunikasi. Dengan catatan, setiap satu jam negosiasi diselingi dengan waktu istirahat.
Komunikasi yang efektif dalam negosiasi bukan hanya berkaitan dengan kejelasan dalam menyampaikan informasi. Negosiasi akan berhasil dengan baik jika kedua belah pihak juga berusaha mendengar dan mengerti perspektif masing-masing.
Tidak jarang, ketika terjadi proses tawar-menawar, orang saling memotong pembicaraan orang lain. Sikap semacam itu akan menghambat dicapainya kesepakatan dalam negosiasi. Diperlukan pemahaman tentang pandangan pihak lain.
Meski demikian, perlu disadari pula bahwa tidak ada negosiasi yang gagal. Seperti dituturkan Johnson Alvonco, target akhir proses negosiasi selain tercapai kesepakatan yaitu relationship dan improvement. Jadi tidak ada kata gagal dalam negosiasi. [T]
BACA artikel lain dari penulis CHUSMERU