Perkembangan dunia teknologi dan informasi membuat segala bentuk komunikasi menjadi semakin efisen. Orang tidak perlu berkomunikasi tatap muka langsung untuk sekadar “to say hello”. Aplikasi percakapan media sosial menyediakan fitur panggilan video.
Begitu penting kehadiran media baru di tengah kehidupan menjadikan komunikasi lain terabaikan. Termasuk komunikasi lintas dan antarbudaya yang tidak diminati, baik untuk dipelajari maupun diteliti.
Kajian media sosial begitu banyak. Sedangkan penelitian komunikasi dan budaya teramat jarang. Padahal jika dicermati, isu-isu budaya acapkali menjadi bagian dari promosi ekonomi dan politik. Sebut saja iklan lembaga ataucorporate social responsibility(CSR) yang dilakukan oleh perusahaan besar.
Banyak perusahaan yang membuatcompany profiledengan latar belakang seni budaya setempat. Begitu pula promosi destinasi wisata. Bukan semata wahana dan pemandangan alam yang dipromosikan. Beragam jenis seni dan budaya juga menjadi bagian dari promosi pariwisata.
Kampanye politik sering pula diwarnai dengan atraksi seni budaya daerah. Para kandidat berjoget bersama masyarakat dalam tarian adat. Penyambutan politisi ke suatu daerah diiringi dengan pemakaian busana adat dan menikmati kuliner tradisional.
Oleh sebab itu, anggapan komunikasi budaya kurang menarik untuk diteliti tentu saja kurang tepat. Justru ketika masyarakat begitu gandrung pada media baru, maka komunikasi budaya diperlukan untuk menjaga identitas bangsa.
Banyak pilihan pendekatan dalam penelitian komunikasi dan budaya. Pilihan-pilihan itu digunakan sesuai dengan latar belakang dan tujuan penelitian. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan sosial, politik, dan ekonomi.
Fenomenologi
Mengenali penelitian komunikasi dan budaya menjadi penting, karena setiap budaya memiliki perspekstif komunikasinya. Penelitian ragam budaya yang ada di Indonesia dapat dilakukan dengan bermacam pendekatan.
Pendekatan fenomenologi biasa digunakan untuk mengkaji pengalaman hidup seseorang atau mempelajari bagaimana individu secara subjektif merasakan pengalaman dan memberikan makna dari suatu fenomena. Kajian fenomenologi yang sering digunakan adalah teori Alfred Schutz dan Edmund Husserl.
Fokus penelitian fenomenologi pada struktur pengalaman kesadaran, berupa realitas objektif yang mewujud dalam pengalaman subjektif seseorang. Pengalaman orang dapat ditelusuri dari motif yang mendasari tindakan (because motive) dan alasan ke depan terhadap tindakan itu (in order to motive).
Pendekatan fenomenologi banyak dilakukan dalam bidang kajian komunikasi dan budaya. Sebelum mengkaji motif atas tindakan dan pengalaman seseorang, perlu dikaji juga prosesbecomingatau bagaimana muasal tindakan itu.
Penelitian bisa tentang fenomena pelaku seni budaya, seperti penari, dalang, atau sinden yang masih bertahan di era kekinian. Bagaimana proses awal mereka menjadi pelaku seni. Apa motif yang mendasari mereka menggeluti dunia seni, serta apa alasan ke depan sehingga mereka akan tetap menekuni seni budaya.
Etnografi
Kajian etnografi yang dikembangkan oleh Dell Hymes berusaha untuk menyentuh komunikasi verbal dan nonverbal. Analisis dilakukan untuk melihat tindak ujaran dalam suatu peristiwa komunikasi, seperti pernyataan, permohonan, perintah, dan lambang-lambang nonverbal.
Etnografi komunikasi adalah pengkajian peranan bahasa dalam perilaku komunikatif suatu masyarakat. Mempelajari cara-cara bagaimana bahasa dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya ( Engkus Kuswarno, 2008).
Objek penelitian etnografi komunikasi bisa berupa masyarakat tutur (speech community). Indonesia banyak sekali memiliki masyarakat tutur yang mempunyai kaidah berbeda-beda. Masyarakat Jawa memiliki banyak bahasa yang berbeda kaidah antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Begitu pula masyarakat Bali, memiliki bahasa daerah yang intonasi dan dialeknya berbeda antara Tabanan dan Buleleng.
Aktivitas dan komponen komunikasi juga menjadi objek penelitian etnografi. Semua daerah di Indonesia memiliki tradisi dan ritual adat sebagai aktivitas komunikasi. Etnografi akan mengkaji tujuan, lokasi, waktu, musim ritual itu, siapa saja pesertanya, apa pesan yang disampaikan, urutan prosesi adat, serta norma-norma terkait apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam tradisi itu.
Dramaturgi
Kajian tentang komunikasi dan budaya dapat dilakukan dengan mengenali pendekatan dramaturgi. Pendekatan ini dipopulerkan oleh Erving Goffman. Asumsi pendekatan ini adalah, bahwa orang berinteraksi untuk menyajikan gambaran diri yang akan diterima orang lain.
Orang akan mempresentasikan dirinya dengan berbagai atribut atau tindakan tertentu, seperti pakaian, tempat tinggal, perabot rumah, cara berjalan, dan gaya bicara. Intinya, setiap orang ingin melakukan pertunjukan bagi orang lain, sehingga ia menjadi aktor yang tampil untuk memberi kesan terbaik bagi orang lain.
Seorang aktor dalam pertnjukannya akan memainkan panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage). Panggung depan akan diwarnai dengansettingberupa dekorasi dan latar belakang panggung yang diperlukan.
Selain itu juga terdapatpersonal font, berupa pakaian, jenis kelamin, usia, suku, bentuk tubuh, ekspresi, dan gerakan tubuh. Itu semua diperlukan aktor untuk melengkapisettingindividualnya. Begitu pula penampilan dan gaya yang akan digunakan untuk menggambarkan status dan peranannya.
Panggung belakang adalah wilayah belakang layar seorang aktor. Wilayah ini merupakan tempat atau peristiwa yang dipersiapkan orang untuk tampil di panggung depan. Panggung belakang dapat pula berupa wilayah pribadi orang yang tidak ingin diketahui orang lain, seperti bersantai atau menikmati rekreasi.
Dramaturgi dapat digunakan untuk mengkaji berbagai pelaku seni budaya yang seringkali mendapatkan stigma ketika berada di panggung depan. Misalnya penari Jaipong di Jawa Barat, Lengger di Jawa Tengah, dan penari Joged Bumbung di Bali. Para penari tersebut memiliki panggung depan dan panggung belakang yang berbeda, dan dikelola untuk menciptakan impresi orang lain.
Masih banyak teori maupun pendekatan yang dapat digunakan untuk meneliti komunikasi dan budaya, seperti Konstruksi Sosial, Interaksionisme Simbolik, serta Manajemen Komunikasi. Pendekatan tersebut biasanya digunakan tergatung pada masalah, tujuan, dan hasil yang diharapkan.
Menjadi bagian dari media baru memang keniscayaaan saat ini. Namun bukan lantas melupakan budaya. Novelis Amerika Norman Mailer berujar, tanpa budaya kita semua adalah binatang totaliter. [T]
BACA artikel lain dari penulis CHUSMERU