KETIKA matahari berada di ujung garis lautan, dengan pantulan warna jingga di langit biru, di pinggir sawah yang baru saja selesai dibajak itu, berdiri sebuah rumah, tempat kaula muda menempa diri. Namanya Rumah Belajar Komunitas Mahima, yang beralamat di Jl. Pantai Indah III No. 46, Singaraja, Bali.
Sore itu, dalam suasana hari ulang tahun tatkala.co yang ke-8, Rumah Belajar Komunitas Mahima tampak ramai, tidak seperti hari biasanya.Terlihat satu persatu orang-orang memasuki rumah tersebut.
Kedatangan mereka bukan untuk menghadiri acara pesta ulang tahun, apalagi untuk meminta sumbangan. Melainkan untuk mendapatkan ilmu baru—ilmu tentang tata cara menuangkan cerita dalam tulisan, khususnya membuat sebuah ulasan politik.
Benar. Tahun ini, Tatkala May May May 2024 (tajuk acara hari jadi tatkala.co), menyelenggarakan “Workshop Menulis Ulasan Politik”sebagai salah satu mata acaranya. Lokakarya ini dilaksanakan pada Jumat, 23 Mei 2024.
Yoyo Raharyo saat menjadi narasumber di Tatkala May May May 2024 | Foto: Pande
(Sekadar informasi, Tatkala May May May tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Jika tahun lalu dilakukan setiap weekend sepanjang bulan Mei, sedangkan untuk tahun ini hanya berlangsung selama tiga hari. Dimulai dari tanggal 23 hingga 26 Mei 2024.)
Kegiatan worshop menulis ulas politik tidak seperti workshop pada umumnya—yang biasanya terkesan kaku dan penuh dengan bau keformalan—melainkan dilaksanakan dengan situasi kekeluargaan, penuh dengan rasa kehangatan.
Meski begitu, apa yang dipaparkan dalam acara itu, masih memuat nilai-nilai keilmuan yang disampaikan dengan santai layaknya ngobrol di warung kopi.
Kegiatan workshop hari itu menghadirkan dua narasumber, Teddy C Putra, penulis esai politik; dan Yoyo Raharyo, salah satu jurnalis senior di Bali; serta hadir juga Yahya Umar, Pimred Balisharing.com yang didaku sebagai moderator pada kegiatan hari itu.
Dalam diskusi tersebut, Mas Yoyo—sebagaimana orang-orang memanggil Yoyo Raharyo—menyampaikan bahwa belajar menulis bisa dimulai dari lingkungan terdekat dalam hidup kita.
“Kalau kita mau nulis tentang isu politik dinasti, bisa memulainya dengan isu-isu yang dekat. Seperti misal, ayahnya adalah seorang DPR RI, sedangkan anaknya menjadi DPRD Kabupaten. Hal-hal itu bisa kita ulas, jadi tidak harus berfokus di pemerintahan pusat saja,” tutur Yoyo dihadapan para peserta workshop hari itu.
Sedangkan, dalam kesempatan berikutnya, Teddy C Putra juga memberikan pemahaman tentang bagaimana mengawali ketika ingin membuat sebuah ulasan tentang politik.
Teddy C Putra saat menjadi narasumber di Tatkala May May May 2024 | Foto: Pande
“Yang terpenting adalah kita punya keresahan mengenai dunia politik. Jangan sampai membuat ulasan politik tanpa mempunyai keresahan, nanti jatuhnya akan seperti ngedumel,” jelasnya.
Selain itu, Teddy, yang merupakan lulusan S2 ilmu politik, menambahkan tentang kunci dari sebuah tulisan agar bisa membuat para pembaca tertarik adalah dimulai dari paragraf pertama.
“Kalau paragraf pertamanya menarik, orang pasti akan terus membacanya,” jelasnya. Sesaat setelah menikmati secangkir kopinya, ia menambahkan, “Karena kalau paragraf pertamanya terlalu bertele-tele, orang tidak akan berminat membacanya sampai tuntas. Biasanya mereka malah bosan,” jelasnya.
Salah satu peserta yang hadir memberikan padangannya tentang kondisi politik di Indonesia saat ini, yang sangat seksi untuk dijadikan sebuah tulisan. Ia mengaku bahwa masyarakat di era sekarang ini, politik transaksionalnya sangat kental.
“Politik sekarang ini jauh sekali dengan yang dirumuskan oleh pendahulu-pendahulu,” ucapnya.
Peserta itu bernama I Wayan Sudira. Menurut pria bertubuh gempal itu, mengacu pada literatur yang pernah ia baca dari tahun 2019-2024, kencedrungan masyarakat dalam menentukan calon pememimpin berdasarkan berapa banyak dana atau sembako yang bisa diberikan kepada masyarakat.
“Sehingga, praktik-praktik seperti itu bisa dikatakan sebagai politik transaksional dan tidak bersih,” ujar lelaki yang pernah menjabat sebagai komisioner Bawaslu Buleleng itu.
Sedang waktu terus bergulir, terlihat seluruh peserta yang hadir pada kegiatan hari itu tampak larut dalam keasyikan hangatnya diskusi. Meski cahaya matahari sudah berganti dengan sinar bulan yang mulai gelap. Malam itu, dihadapan perbincangan politik, meski kopi semakin dingin, namun diskusi menjadi semakin hangat.
Suasana workshop menulis ulasan politik | Foto: Pande
Yoyo kembali bercerita. Sebagai seorang jurnalis, kondisi sekarang ini membuat dunia kepenulisan seorang jurnalis terbelenggu oleh berita-berita yang sifatnya advertorial. Maksudnya adalah, banyak media yang lebih mementingkan uang dalam iklan ketimbang keabsahan sebuah berita. Sehingga mengakibatkan terjadi banyak kepentingan dalam sebuah berita yang dimuat oleh media-media tersebut.
“Sebenarnya, seorang jurnalis itu sangat ingin membuat ulasan yang mengkritik. Namun, media tempat bernaung yang membuat hal tersebut menjadi sedikit terhalang,” jelasnya.
Ia juga menambahkan jika media masih bergantung dengan berita yang sifatnya advertorial akan susah untuk membuat berita yang bersifat mengkritisi. Sehingga, tambahnya waktu itu, solusi dari permasalahan tersebut ialah media harus mengurangi ketergantungannya kepada berita-berita beriklan, agar bisa kembali menjadi media yang independen dan punya nilai kritis.
Sedangkan, menurut Teddy, ada beberapa hal yang bisa ditulis dalam dunia politik. Seperti misalnya, menceritakan atau mengkritik penyelenggara Pemilu, seperti KPU dan Bawaslu. Selain itu, tulisan ulasan politik juga bisa mengulas tentang pola perilaku masyarakat ketika menjelang Pemilu datang.
“Bisa menulis tentang perilaku masyarakat, yang biasanya kalau ada caleg datang ke kampungnya, bukannya bertanya tentang gagasan atau visi-misinya, justru malah bertanya tentang bantuan apa atau seberapa banyak yang bisa diberikan si calon-calon itu ke masyarakat,” jelasnya.
Menurutnya, perilaku tersebut bisa dijadikan sebagai bahan untuk menulis ulasan politik. Sehingga, tulisan-tulisan tentang ulasan politik tidak melulu tentang politik pusat saja, melainkan perilaku masyarakat di sekitar kita juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menulis ulasan politik.
Tak terasa, malam semakin larut. Tepat pukul tujuh malam lebih, diskusi pun akhirnya selesai. Dan, sebagai penutup, Made Adnyana Ole—atau yang lebih dikenal dengan sapaan Pak Ole—yang merupakan pemilik acara dan Pimred tatkala.co itu, memberikan merchandise berupa baju tatkala kepada para pemateri sebagai tanda penghargaan dan kenang-kenangan.[T]