DUNIA perfilman di Indonesia sepertinya mulai meledak ketika film bergenre romance yang diperankan oleh Iqbaal Ramadhan dalam film Dilan 1990 diputar di tahun 2018. Film Dilan 1990 telah membuka gerbang dunia sastra yang dialihwahanakan menjadi sebuah film dan melahirkan film-film baru lainnya seperti Antares, Dilan 1990, Dilan 1991, Milea: Suara Dari Dilan, Balada Si Roy, Argantara, Jingga & Senja, dan Galaksi.
Saya punya alasan mengapa hanya film-film itu yang disebutkan, padahal banyak film-film bagus seperti Dear Nathan dan lainnya. Saya menggarisbawahi bahwa film yang disebutkan itu memiliki ciri khas dalam mengemas cerita yaitu: geng motor sebagai kata kunci.
Problematika saat ini adalah saya memandang bahwa seniman-seniman film sangat peka dalam menangkap isu dan kebutuhan anak-anak muda. Literasi semakin melemah karena fitur-fitur teknologi selalu memanjakan Gen Z. Buku tidak lagi berlaku sebagai motivasi meningkatkan daya literasi. Solusi yang paling efektif tentu melihat kebutuhan dalam belajar menggunakan literasi digital berupa film.
Pengalihwahanaan dari novel ke film berdampak saling menguntungkan. Tingginya minat tontonan film akan mempengaruhi pencarian sumber bacaan seperti novel.
Berbicara mengenai film Galaksi yang diperankan oleh Bryan Domani, cinta bukan sekadar tentang pacaran. Sebagai manusia yang berpikir dan memberikan pemahaman baru, cinta memiliki arti yang luas.
Sesuatu yang menonjol di film Galaksi dibandingkan film-film lainnya adalah cinta keluarga (non-romance) karena dikemas dengan alur yang tidak membosankan. Terlepas dari proses manajemen produksinya, saya patut mengapresiasi bahwa film Galaksi mampu mengemas dengan sederhana terkait kebutuhan anak muda bahkan sampai orang tua kita yaitu, pentingnya cinta keluarga.
Saya akan membahas mengenai cinta yang selalu dilupakan anak-anak muda yaitu, bentuk cinta keluarga. Dalam beberapa adegan di film Galaksi yang berhasil membuat saya merasakan tragika yang kuat yaitu, sentuhan emosional yang disebabkan oleh konflik kecil berpotensi besar. Lahirnya konflik diakibatkan oleh kematian sang ibu sebagai bentuk pondasi kasih sayang.
Ketidaknyamanan tokoh Galaksi dengan ayahnya membuat ia mendirikan kelompok geng motor bernama Ravispa sebagai pelampiasan atas kerinduan sosok ibu. Galaksi memiliki sosok yang tegas dan pantas mendapatkan posisi sebagai pemimpin. Di balik sosok tegasnya, Galaksi dilatarbelakangi oleh faktor kebiasaan lingkungan keluarga pasca tanpa sosok ibu sehingga hubungan Galaksi dan ayah mulai memudar.
Melihat kebiasaan buruk Galaksi ketika di luar rumah dari perspektif ayah adalah sesuatu yang pasti. Pulang malam, tawuran, berpenampilan ugal-ugalan tentu adalah citra yang dimiliki geng motor. Kehilangan seorang istri, tentu membuat sang ayah trauma dan tidak mau hal itu terjadi pada Galaksi. Namun hubungan Galaksi dan sahabat lebih mendominasi ketimbang hubungan dengan keluarga.
Tentu saya juga pernah mengalami dan selalu berpikir siapakah yang paling penting antara sahabat dan keluarga. Saya merasakan betul kekuatan dahsyat dari rasa emosional yang disebabkan keluarga sangat berpengaruh terhadap keputusan tentang pihak mana yang lebih penting.
Orang tua kita dulu juga pernah bilang “jika kita mati atau kesusahan, siapa lagi yang akan membantu kita selain keluarga?”. Tentu, hal seperti itu juga saya saat menyaksikan di scene adegan akhir film Galaksi, bahwa bentuk cinta orang tua tidak hanya berbentuk kebahagiaan, kasih sayang, dan romantis. Di balik rasa amarahnya, orang tua selalu menyimpan rasa cinta mendalam.
Jika Galaksi adalah pemimpin yang peduli dengan sahabatnya di geng motor Ravispa, maka sosok ayah adalah sosok pahlawan yang peduli kepada anak-anaknya.
Dari perspektif pacar Galaksi, saya selalu memposisikan diri sebagai manusia yang dewasa bahwa kita tidak perlu berpikir jauh untuk mendapatkan bentuk cinta yang masih bersifat erotis atau belum jelas kebenarannya. Mendapatkan pacar akan mudah digapai jika bentuk cinta kita terhadap keluarga tercapai. Terbukti di beberapa scene adegan film Galaksi, tingkat kekhawatiran tokoh pacar juga selalu menekankan kepada keluarga.
Kesimpulan yang dapat saya ambil adalah pentingnya cinta keluarga. Sebagai orang tua, tentu harus memahami kebutuhan dan profil anak mengenai bagaimana cara mendidik sebagai orang tua dan tidak menggunakan ego pribadi. Pendapat anak yang terkadang benar selalu tertolak oleh orang tua karena memberlakukan aturan seperti etika keluarga.
Orang tua selalu berlindung diri dari posisinya yang lebih tua seperti beberapa ucapan yang pernah saya dengar yaitu, “kalau kamu melawan orang tua, kamu anak durhaka”.
Tentu masalah ini sebagai dorongan agar orang tua selalu berpikir dalam mendidik anak dan wajib hukumnya memahami psikologi, kebutuhan, dan kebiasaan. Sebaliknya, sebagai anak tentu harus menanamkan nilai moralitas dan sikap santun kepada orang yang lebih tua.
Intinya, cinta yang paling utama adalah cinta keluarga dalam membangun hidup yang lebih harmonis dan bukan mengutamakan cinta romance atau erotis yang sifatnya masih belum nyata. [T]