3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Banjar Pagi dan Ritual Padi

JaswantobyJaswanto
April 5, 2024
inTualang
Banjar Pagi dan Ritual Padi

Seorang perempuan tua sedang menebar air suci setelah upacara Pamungkah | Foto: Hizkia

SENGANAN kuyup pagi itu, termasuk di wilayah Banjar Pagi. Aspal basah mengilat dan tampak licin. Seekor anjing jalanan melingkarkan tubuh di teras warung klontong yang sepi. Sedang ekornya tak berhenti bergerak, mengusir lalat nakal yang hinggap di borok dekat pinggangnya.

Musim memang nyaris tak bisa ditebak. Tiba-tiba panas, sekelebat hujan deras. Dan tak jarang itu terjadi secara berbarengan. “Hujan seperti ini bisa bikin sakit,” ujar Made, pemuda setempat, yang mengantarkan kami (saya dan Tim Tatkala) ke Pura Subak Ganggangan, Banjar Pagi, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, pagi itu.

Gerimis kembali mendaulat Banjar Pagi. Sekejap datang, selintas pergi. Tapi di tengah gerimis yang penuh dengan ketidakpastian itu, para perempuan tua, paruh baya, dan setengah baya, berbondong-bondong mengular di jalan menuju Pura Subak Ganggangan.

Mereka menyembul dari balik tanjakan, kelokan setapak, dan dari ujung jalan yang jauh. Dengan pakaian adat dan banten yang disunggi di kepala, mereka berjalan kaki. Sedang beberapa lainnya memilih mengendarai motor bergigi bikinan Jepang yang sudah tua.

Pura Subak Ganggangan teronggok sederhana dan kecil saja, tak megah dan jauh dari kata mewah. Tapi lumut hijau yang menyelimuti pagar temboknya, membuat kesan tua dan kemagisannya tak bisa disembunyikan.

Sepertinya anggota Subak Ganggangan tak terlalu peduli dengan bentuk, tapi esensi yang lebih penting. Padahal, umumnya hari ini, tempat-tempat ibadah—nyaris di agama apa pun—dipermak mewah dan megah. Tak apa kehilangan esensi, yang penting tampilan tak boleh diabaikan. Yang miris, demi mendapat kesan mewah, pembangunan tempat ibadah sampai membuat umatnya susah.

Di depan pintu dan di samping kanan pagar Pura Ganggangan, sawah terhampar, lengkap dengan padi yang baru saja hidup setelah dipindah-tanamkan, parit yang deras mengalir, pohon kelapa yang melambai, setapak berkelok, dan bunga-bunga mekar basah berembun, bagaikan lukisan di kanvas maestro naturalis.

Bak negeri impian, di sekitar Pura Ganggangan tentu saja juga ada kicau burung, capung, gubuk kecil di pertigaan pematang, dan keramah-tamahan manusianya yang tulus—bukan jenis keramah-tamahan sebagaimana yang sering kita jumpai di berbagai tempat elit di kota-kota.

Di sana lah, di pura kecil yang magis itu, sedang berlangsung upacara Pamungkah—upacara pertama yang dilakukan petani Banjar Pagi setelah 42 hari (abulan pitung dina) padi dipindah-tanamkan dari persemaian ke lahan yang lebih luas.

“Untuk memohon berkah, agar padi yang telah ditanam di subak kami tumbuh subur. Kami juga memohon doa di Pura Ulun Siwi Batu Lumbung,” ujar seorang lelaki tua yang menunggu sang istri di luar pura—istri bapak tua itu sedang menghaturkan doa dan menunggu air suci yang akan dibagikan oleh pemangku agama di Pura Ganggangan.

Desa Adat Pagi sebagai krama Subak Ganggangan, masih memiliki hubungan dengan Pura Batu Lumbung yang berdiri diDesa Adat Soka. Secara fisik, sampai saat ini, orang-orang Pagi masih mengakui bahwa salah satu bangunan palinggih yang ada di Pura Batu Lumbung adalah milik krama Ganggangan.

Tapi terlepas dari itu semua, sebagaimana telah diketahui banyak orang, Tabanan merupakan rumah subur bagi padi. Di beberapa wilayahnya, termasuk di Banjar Pagi, padi tak hanya dianggap sebagai tanaman pokok yang menyuplai hampir seluruh perut manusia Indonesia, tapi juga dihormati sebagai manifestasi Dewi Sri, sang dewi kesuburan.

Tak jauh dari Senganan, di Subak Aya Pemanis, misalnya, petani menganggap sawah sebagai tempat yang tak main-main. Di sana sawah sangat dijaga. Tak sembarang orang dapat mendirikan bangunan apa pun di atasnya. Begitu pula di Subak Ganggangan di Banjar Pagi, para petani berusaha untuk tidak mengalihfungsikan lahan-lahan pertanian mereka menjadi hunian atau bagunan lainnya.

***

Di Tabanan, lumbung adalah identitas. Tabanan menempati peringkat pertama dalam produksi padi dibandingkan wilayah lain di Provinsi Bali. Orang-orang BPS Bali tahun 2021 mencatat, Tabanan menghasilkan 169.562 ton padi. Sedangkan produktivitasnya mencapai 5,76 ton per ha. Sampai tahun 2023, Tabanan masih menempati podium pertama dengan 171.023 ton, meningkat daripada tahun sebelumnya.

Namun, di balik melimpahnya produksi padi dan beras di Tabanan, alih fungsi lahan juga cukup masif di sini. Aktivitas manusia yang mengancam luas area persawahan itu, sejak 2008 telah menggerogoti Tabanan sampai hari ini. Selama tiga tahun terakhir, periode tahun 2019 sampai dengan tahun 2022, luas alih fungsi lahan pertanian di Tabanan mencapai 322,15 hektar.

Di Kecamatan Kediri, misalnya, alih fungsi lahan sawah sebagian besar masuk kategori terbangun (sektor perumahan) dengan luas mencapai 11,64 hektar. Ini diprediksi akan terus bertambah di tahun-tahun yang akan datang.

Pada 2019, menurut catatan Kementerian Pertanian, Bali memiliki luas baku sawah (LBS) 70.996 ha. Sedangkan kebutuhan lahan untuk pangan masyarakat Bali pada tahun tersebut idealnya 81.195 ha. Dan angka ini diperhitungkan meningkat menjadi 87.639 ha pada 2025; naik lagi menjadi 93.541 ha pada 2030; dan menjadi 99.981 ha pada tahun 2035.

Dengan perhitungan seperti ini, neraca kebutuhan lahan pangan di Bali mulai tahun 2019 sudah mengalami defisit. Untuk mengatasi hal ini, sekaligus tak hanya menggantungkan perekonomian kepada sektor pariwisata, pemerintah Bali berkomitmen untuk meningkatkan luas baku sawah (LBS) untuk LP2B dengan mencetak sawah baru di Buleleng dan Karangasem seiring selesainya pembangunan bendungan di kedua kabupaten tersebut.

Namun, pada kenyataannya, nyaris setiap tahun, 600 hingga 1000 hektar lahan pertanian Bali beralih fungsi menjadi perumahan, hotel, restoran maupun bangunan lain yang menopang industri pariwisata dan industri lainnya. Dampak dari itu, tak banyak petani di Bali memiliki lahan yang luas.

“Tapi di subak ini, kami berusaha untuk tidak membangun apa-apa di sawah. Kalau satu sudah membangun, nanti bakal merembet, yang lain akan ikut-ikutan,” kata lelaki tua yang mengaku pensiunan kepala sekolah dasar itu.

Gerimis belum beranjak. Parit di sisi setapak deras mengalir. Airnya keruh, tak sejernih zaman dulu, kata Made. Mahasiswa Universitas Udayana itu berusaha mengingat-ingat masa kecilnya, saat parit-parit di Banjar Pagi masih bisa digunakan membersihkan badan. Saat ini, katanya, air yang deras mengalir itu sudah tercemar banyak hal, termasuk kotoran yang dikirim dari peternakan ayam yang berjibun di sana. “Kalau mandi di situ gatal-gatal sekarang,” kata Made.

Meski demikian, petani Banjar Pagi sebenarnya masih dapat mengontrol penggunaan pupuk maupun pestisida kimia. Mereka lebih banyak menggunakan pupuk organik berupa kotoran sapi, kambing, atau kompos. Oleh karena itulah, masih banyak serangga sawah yang dapat ditemui di Banjar Pagi.

Capung masih banyak di sana. Begitu pula dengan kumbang air—orang Bali menyebutnya klipes. Ada juga belut, belalang, keong sawah, dan serangga lainnya. Hewan-hewan kecil ini adalah tanda bahwa lingkungan Banjar Pagi masih bisa dibilang layak huni. Artinya, ekosistem di sana masih terjaga.

Ritual di Pura Subak Ganggangan masih berlangsung. Setiap ibu-ibu yang datang, sebelum masuk ke dalam pura atau sebelum pulang meninggalkan pura, tak lupa memetik ranting bambu tali—orang setempat menyebutnya tiying buluh—yang berisi daun barang tiga atau empat lembar yang tumbuh tepat di depan pintu masuk pura. “Ini sudah dilakukan dari dulu,” ujar seorang bapak lainnya yang juga sedang menunggu istrinya yang sembahyang.

Setelah ritual Pamungkah selesai, ranting tiying buluh itu akan diikat kasah merajah di sanggah badeng yang berdiri di sawah masing-masing petani anggota Subak Ganggangan. Para petani itu, selain meletakkan tiying buluh, juga akan menyiramkan air suci yang sudah didoakan di Pura Subak Ganggangan ke petak sawah masing-masing.

Tetapi, selama upacara Pamungkah berlangsung, tak satu pun saya melihat anak muda yang berpartisipasi. Entah laki-laki maupun perempuan. Saya tidak tahu, apakah upacara ini memang hanya dilakukan orang tua atau justru, dan ini yang mengkhawatirkan, di Banjar Pagi tak banyak pemuda yang menjadi petani?

Entahlah. Saya tak menanyakan hal tersebut kepada bapak tua pensiunan kepala sekolah itu. Mungkin lain kali, atau malah tidak sama sekali. Saya belum memikirkannya lagi.[T]

Tabanan dan Elegi Padi Bali
Menengok Desa Tembok
Menggigil di Belantara Gunung Batukaru
Tags: Banjar PagiDesa SengananpadiPenebeltabanan
Previous Post

Menyuarakan Warisan: Sanggar Seni Kuta Kumara Agung dan Karya Palegongan Sebagai Identitas Seni Kuta

Next Post

Pameran “Prana” Lima Perupa Bali di Titik Dua, Ubud: Refleksi dan Pengakuan Pada Kekuatan Prana

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Pameran “Prana” Lima Perupa Bali di Titik Dua, Ubud: Refleksi dan Pengakuan Pada Kekuatan Prana 

Pameran “Prana” Lima Perupa Bali di Titik Dua, Ubud: Refleksi dan Pengakuan Pada Kekuatan Prana

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025

ASAP tipis mengepul dari wajan panas, menari di udara yang dipenuhi aroma tumisan bumbu. Di baliknya, sepasang tangan bekerja lincah—menumis,...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co