JAUH sebelum berbuka tiba, dari kejauhan, Suhairi terlihat tergesa menuju Masjid Agung Jami’ Singaraja. Ia membawa sebuah kotak bekal yang disimpan dalam sebuah tas plastik. Tiba di masjid, Suhairi yang akrab disapa Alex itu langsung menuju dapur umum. Ia mengantre dengan tertib untuk mendapatkan jatah bubur yang dibuat pengurus masjid.
Itu adalah semacam hal “wajib” bagi Suhairi—dan mungkin bagi banyak orang Kampung Kajanan, Buleleng, Bali. Sebagai orang yang tinggal di Kampung Muslim itu, setiap tahun Suhairi selalu meminta bubur Kajanan ke masjid yang berdiri di kampung tersebut, tepatnya di seberang Jalan Imam Bonjol. Bubur itu ia bawa pulang menggunakan kotak bekal untuk dinikmati bersama anak dan istrinya. “Ini berkat,” ujar Suhairi, singkat, Rabu (13/3/2024) sore.
Memang, masyarakat Kampung Kajanan, Singaraja, percaya bahwa bubur Arab alias bubur Kajanan ini adalah “berkat”. Kepercayaan ini sudah terbangun sejak dulu—dan diwariskan hingga kini. Selain enak dan bergizi, bubur ini juga bisa membangkitkan selera makan saat berbuka puasa. “Awal puasa biasanya kan tidak enak makan. Tapi ini enak, keluarga saya suka,” Suhairi memberi keterangan.
Bubur Kajanan sejenis bubur yang terbuat dari beras yang dicampur dengan berbagai rempah. Bumbu rahasianya adalah bumbu khas Arab. Dari sinilah, mungkin, selain disebut bubur Kajanan—karena dibuat di/atau orang Kajanan—juga sering disebut bubur Arab.
Di Masjid Agung Jami’ Singaraja, proses memasak bubur ini menggunakan panci besar—sangat besar malah—dan ini dilakukan takmir Masjid Jami’ bersama masyarakat Kajanan sebelum yutuber yang membuat konten masak-masak dengan perabot yang besar-besar itu melakukannya. Hal tersebut dilakukan supaya banyak orang dapat kebagian. Karena, saat bulan Puasa, bubur Kajanan menjadi salah satu kuliner yang dinanti—karena dipercaya mengandung berkah itu tadi.
Oleh karena itu, sebab memasak dengan porsi banyak, maka butuh waktu setidaknya tiga jam untuk memasak bubur Kajanan. Ratusan porsi bubur yang nyaris selalu dibikin saat Ramadan itu, disiapkan untuk umat. Saat bulan Puasa, selain menyuguhkan menu khas bubur Kajanan, Masjid Jami’ Singaraja juga menyediakan es buah untuk orang-orang yang datang ke sana.
“Makanan ini tidak hanya untuk menu buka puasa saja. Tapi juga untuk umat yang melaksanakan Tarawih di masjid. Jadi, kami membuat konsumsi ini selama bulan Ramadan,” ujar Riono Junianto, salah satu pengurus Masjid Agung Jami’ Singaraja.
Bubur khas ini punya sejarah tersendiri bagi orang Kajanan. Alkisah, para tetua umat Muslim di sana, dulu, konon selalu membuat menu ini saat berbuka puasa dan memilih tempat di masjid agar semua orang dapat menikmatinya tanpa rasa canggung.
Saat ini, pengurus masjid melanjutkan tradisi membuat bubur Kajanan setiap Ramadan tiba. Jadilah bubur Kajanan sebagai kuliner lawas dan khas yang selalu ditunggu. Maka, dengan begitu, di Kampung Kajanan kuliner ini akan selalu lestari lewat momen bulan suci ini. Dan ini poin penting, bubur yang dibuat disediakan untuk umum. “Siapa pun boleh minta bubur ke sini, dan ini gratis,” tutur Riono.
Usai memasak bubur, sekitar empat sore, pengurus masjid mulai menghidangkan bubur khas itu. Anak-anak yang datang ke masjid juga turut membantu. Bubur dihidangkan bersama air minum, es buah, dan kurma. Hidangan yang disajikan akan dinikmati oleh mereka yang sengaja atau tidak sengaja datang ke Masjid Agung Jami’ Singaraja.
Mendekati waktu berbuka, bahkan sesaat setelah bubur matang, jamaah mulai berdatangan, termasuk Suhairi. Selain ada yang membawanya pulang dengan wadah masing-masing, bubur ini juga dinikmati bersama setelah melaksanakan ibadah salat Magrib di masjid tersebut.
Berbuka puasa dengan bubur Kajanan adalah hal yang harus Anda coba. Bukan saja karena rasanya, tapi juga karena berkahnya. Datanglah ke Masjid Agung Jami’ Singaraja, dan percayalah, berkah itu ada![T]