HARI-HARI seperti sekarang ini, menjelang berbuka atau menjelang Subuh tiba, pelataran Masjid Agung Jami’ Singaraja tampak berbeda dari hari biasanya. Bukan saja karena lebih ramai dikunjungi, tapi juga banyak kudapan yang dapat dijumpai. Menjelang Magrib pengurus masjid menyediakan menu berbuka puasa, dan pada pagi buta, mereka menggelar makan sahur bersama. Ini sungguh mulia. Sebab kedua-duanya hanya cuma-cuma—alias gratis.
Maka, sebelum waktu sahur tiba, hidangan telah tertata rapi di atas meja. Petugas Masjid Agung Jami’ Singaraja telah menyiapkan semuanya. Setelah seluruhnya tersaji dan waktu sahur tiba, takmir mempersilakan jamaah—yang datang dari berbagai kalangan—untuk memakan menu yang ada. Sekitar pukul tiga dini hari, nasi beserta lauk-pauknya siap dinikmati mereka yang datang untuk sahur bersama.
Tidak selang berapa lama, satu per satu jamaah datang ke masjid. Mereka langsung diarahkan menuju meja hidangan sahur. Secara bergiliran jamaah mulai mengambil makanan. Memang, menu yang disajikan tidak terlalu mewah, namun rasa nikmat lebih terasa saat menu sahur sederhana itu disantap bersama.
Program sahur gratis ini terbuka untuk umum. Siapa pun bisa datang ke Masjid Agung Jami’ Singaraja untuk sahur bersama. Kondisi ini pun banyak dimanfaatkan oleh para mahasiswa perantau yang sedang menambang ilmu di Singaraja, termasuk Hariri.
Setiap memasuki bulan Puasa, setidaknya selama tiga tahun terakhir ini, saat menjelang sahur, bersama beberapa teman, Hariri selalu bersemangat berangkat menembus dingin menuju Kelurahan Kampung Kajanan, tempat Masjid Agung Jami’ Singaraja berdiri, tepatnya di seberang Jalan Imam Bonjol itu.
Orang-orang sedang mengambil menu sahur bersama di Masjid Agung Jami’ Singaraja | Foto: Hizkia
Benar. Sebagaimana telah disinggung di awal, nyaris setiap tahun, masjid yang bersejarah itu selalu menyediakan sahur gratis bagi umat Muslim yang bermukim di Kota Singaraja—dan ini, sekali lagi, sebenarnya terbuka untuk umum, tak peduli agamanya apa.
Sebagai mahasiswa perantau dari Lamongan, Jawa Timur, bagi Hariri, ini adalah momen yang tak boleh terlewatkan. Pasalnya, selain cuma-cuma, di sana pula ia dapat berjumpa dengan banyak teman senasib-sepenanggungan. Oleh karena itu, sekali lagi, setidaknya selama tiga tahun terakhir ini, mahasiswa penyandang nama Fauzi Hariri itu, rutin datang ke Masjid Agung Jami’ acap kali memasuki bulan Ramadan.
“Saya sangat bersyukur. Sebagai mahasiswa, saya sangat terbantu dengan program sahur gratis ini. Apalagi saya jauh dari rumah,” ujarnya, saat ditemui di Masjid Jami’ Singaraja, Rabu (13/3/2024) pagi. Memang begitulah seharusnya. Sebagai agama yang mengusung cinta-kasih, Islam, alih-alih menebar kesulitan, sudah semestinya lebih banyak membagi kemudahan, tak hanya kepada sesama, tapi juga kepada mereka yang tak seagama.
Sementara itu, di tempat yang sama, Pengurus Masjid Agung Jami’ Singaraja, Nur Muamar mengatakan, program sahur bareng di masjid ini dilakukan sejak tahun 2021 lalu. Sahur gratis bersama ini disediakan selama sebulan penuh. Di masa awal puasa, Masjid Agung Jami’ Singaraja baru menyiapkan 150 porsi hidangan sahur. Jumlah tersebut dikatakan akan terus bertambah seiring dengan jumlah jamaah yang datang ke masjid.
“Kami selalu melakukannya. Jumlahnya tidak tentu, karena kami masih harus melihat jamaah yang datang. Bisa saja bertambah,” kata dia.
Santapan sahur itu digelar oleh para pengurus masjid. Biaya yang dikeluarkan untuk memasak pun berasal dari sumbangan masyarakat. Sahur gratis bersama di masjid ini adalah salah satu cara untuk berbagi kepada umat saat bulan suci Ramadan. “Dari umat untuk umat,” ujar Muamar.
Program sahur gratis ini telah menjadi semacam kalender kegiatan yang selalu diingat oleh mahasiswa, khususnya mereka yang merantau jauh dari kampung halaman. Maka hal ini sangat dinanti-nanti. Selain membantu meringankan mereka yang hidup mandiri di sini, juga bisa menjadi oleh-oleh cerita menarik yang bisa dibawa mudik nanti.
Banyak dari mereka, mahasiswa perantau itu, dengan bangga menceritakan pengalamannya saat sahur bersama kepada orang tua atau handai taulan di rumah masing-masing—bahwa di Singaraja, mereka menemukan kebersamaan yang sesungguhnya—walaupun ini hanya terjadi setahun sekali.[T]
Reporter: Hizkia
Penulis: Jaswanto
Editor: Made Adnyana