9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Di Nusa Penida, Nyepi Tanpa Bantal Bleleng seperti Nggak Nyepi

I Ketut SerawanbyI Ketut Serawan
March 8, 2024
inEsai
Di Nusa Penida, Nyepi Tanpa Bantal Bleleng seperti Nggak Nyepi

Bantal Bleleng | Foto: The Catar Cottage

APA yang paling ikonik dari perayaan Nyepi di Nusa Penida (NP)? Jika ditanyakan kepada generasi NP tahun 80-an dan 90-an, maka jawabannya ialah bantal bleleng. Jajan ini seolah-olah wajib ada saat Nyepi—meskipun sudah berlimpahan pangan lainnya. Bantal bleleng dianggap penting, pelengkap dan penanda Nyepi. Sampai ada ungkapan (di kampung saya), “Tanpa bantal bleleng seperti tidak merayakan Nyepi”.

Kedengarannya dahsyat sekali. Ya, bantal bleleng memang mampu menguatkan kesadaran kolektif warga di kampung saya. Kesadaran untuk mengadakan bantal bleleng menjelang Nyepi secara berulang dan konsisten. Jadi, jangan heran jika setiap menjelang Nyepi, dapur-dapur warga bergelantungan dengan bantal bleleng.

Lalu, apa sih istimewanya bantal bleleng itu? Secara komposisi, sebetulnya mirip saja dengan bantal ketan pada umumnya. Ada parutan kelapa, kacang, dan pisang. Namun, perbedaan pokoknya ialah bahan utamanya yaitu bleleng. Bleleng adalah varietas sorgum (di Bali dikenal dengan nama jagung gimbal), satu kelas dengan tumbuhan serealia seperti padi, jagung dan gandum.

Biji bleleng mirip beras atau ketan. Akan tetapi, bentuknya lebih pendek, lebih besar, bulat dan montok. Sekilas, warnanya seperti beras merah. Tekstur bijinya lebih keras. Karena itu, dibutuhkan energi yang ekstra dalam proses pengolahannya menjadi bantal terutama saat proses penghalusan biji bleleng.

Untuk mendapatkan biji bleleng yang halus, bleleng harus ditumbuk berkali-kali di dalam lesung batu. Biji yang sudah halus direndam (kurang lebih setengah hari) agar tekstur bijinya menjadi lebih lunak.

Bleleng atau sorgum sedang berbuah | Foto: I Ketut Serawan

Selanjutnya, biji bleleng ditiriskan dan dijadikan adonan bersama parutan kelapa, kacang merah khas NP, garam secukupnya (tanpa gula) dan potongan buah pisang. Adonan ini dimasukkan ke dalam kulit bantal yang terbuat dari daun kelapa lalu diikat.

Nah, menunggu proses matang juga membutuhkan waktu ekstra. Adonan harus direbus dengan api kayu bakar kurang lebih 6 jam. Rentang waktu ini mampu menghasilkan bantal bleleng yang “lepah”, beraroma khas, dan layak dikonsumsi selama kurang lebih 2 hari.

Bantal bleleng memiliki cita rasa yang berbeda. Legit, permukaan luarnya lengket seperti sagu, dalamnya sedikit gesar/ pesak (kasar) dan rasanya sedikit hambar. Namun, rasa hambar ini tidak kentara karena ditopang oleh garam, rasa kacang merah dan manis buah pisang. Komposisi bahan inilah yang membangun satu kesatuan rasa bantal bleleng, yang sangat akrab, familiar dan favorit bagi lidah generasi NP tahun 80-an dan 90-an.

Mengapa Bantal Bleleng Menjadi Ikon Nyepi?

Seberapa hebat sih rasa bantal bleleng itu sesungguhnya? Mengapa mampu menjadi pangan ikonik perayaan Nyepi era anak NP 80-an dan 90-an? Jika ngomongin soal rasa tentu sangat personal dan relatif. Namun, ketika panganan itu mampu merebut (mencuri) lidah masyarakat secara masif,  kita harus angkat tangan. Dalam artian, lidah massal itu objektif menilai bahwa rasa bantal bleleng memang enak (favorit).   

Di luar faktor rasa, bantal bleleng juga memiliki kelebihan yakni hasil bumi lokal. Biji bleleng ditanam hampir oleh semua petani di NP. Biji bleleng ditanam dengan model tumpang sari, selang-seling di antara tumbuhan palawija lainnya seperti jagung, kacang merah dan singkong.  

Di antara palawija lainnya, bleleng termasuk tumbuhan kuat dan bandel. Tumbuhan asal Afrika ini memiliki daya adaptasi yang luas, toleran terhadap kekeringan, produktivitas tinggi, dan lebih tahan terhadap hama serta penyakit. Pohon bleleng mirip dengan jagung. Pohon dengan tinggi rata-rata 2,6-4 m dilapisi lilin (putih) yang tebal pada batang dan pelepah daunnya. Bleleng memiliki morfologi yang mencakup akar, batang, daun, tunas, bunga, dan biji.  

Dengan kelebihannya itu, bleleng sangat baik dan cocok hidup di NP yang kering dan berbatu kapur. Panen bleleng hampir tak pernah gagal. Masyarakat di kampung saya tidak perlu repot-repot mendatangkan biji bleleng dari luar daerah (seperti halnya ketan atau beras). Biji bleleng ada di sekitar warga. Jadi, secara ekonomi (biaya) sangat murah meriah. Dulu, kalau tidak punya bleleng sangat mudah dikasi gratis oleh tetangga. Pokoknya, tidak sampai membeli bahan (bleleng).

Selain faktor rasa dan ekonomis, bantal bleleng menjadi favorit (ikon) bisa jadi karena proses adaptasi lidah kelompok. Karena panganan itu dekat dan selalu diadakan, cepat atau lambat lidah suatu kelompok itu akan terbiasa merasakan enaknya bantal bleleng.

Cita rasa lidah yang sama, memberikan kesempatan kepada bleleng untuk terus eksis ditanam di ladang-ladang warga. Sama halnya dengan jagung dan singkong di NP. Jagung dan singkong merupakan makanan pokok (nasi) bagi masyarakat NP. Kedua palawija ini tidak pernah absen ditanam oleh para petani di NP.

Faktor ikonik lainnya ialah bantal bleleng termasuk jajan yang mungkin paling awet pada zamannya. Zaman ketika kulkas belum merambah ke rumah-rumah warga. Mungkin satu-satunya jajan yang bisa bertahan sampai 2 harian ialah bantal bleleng.  

Jadi, kuat dugaan bahwa unsur keawetan ini menyebabkan bantal bleleng menjadi panganan favorit dan ikonik saat Nyepi. Ya, karena bantal bleleng sejalan dengan spirit (salah satu aspek) Catur Berata Penyepian yaitu tidak boleh menyalakan api. Maksudnya, selama Nyepi bantal bleleng memang tidak perlu lagi bersentuhan dengan api.  

Menyalakan api zaman tahun 80-an dan 90-an, sangat riskan bagi warga. Pasalnya, setiap warga masih menggunakan api kayu bakar. Bisa dibayangkan bukan kalau api menyala? Asapnya akan cepat meluber. Ini akan mengundang pecalang datang dan siap-siaplah terkena awig-awig denda desa adat.

Bleleng atau sorgum sedang berbuah | Foto: I Ketut Serawan

Di samping awetnya, bantal bleleng juga ramah dikonsumsi oleh segala umur baik anak-anak, remaja termasuk orang tua. Hal ini tidak lepas dari kandungan nutrisi dari biji bleleng itu sendiri. Mungkin soal kandungan ini sedikit masyarakat yang menyadarinya, karena harus dibuktikan dengan research (penelitian).

Terkait dengan kandungan, ada berbagai sumber terpercaya yang menyebutkan bahwa bleleng (sorgum) memiliki kandungan Glikemik Indeks (zat gula) yang rendah tetapi nilai karbohidratnya ekuivalen dengan beras. Jenis karbohidrat yang dikandung oleh biji bleleng yaitu pati, gula terlarut, dan serat. Kandungan gula terlarut pada bleleng (sorgum) terdiri dari sukrosa, glukosa, fruktosa dan maltosa. Selain itu, bleleng juga bebas gluten (senyawa protein).

Artinya, bleleng juga layak dijadikan makanan pokok. Namun, nyatanya bleleng tidak favorit dijadikan makanan pokok (nasi) di NP. Soal makanan pokok, nasib bleleng tidak seperti jagung dan singkong. Bleleng lebih khusus diolah menjadi jajan seperti jaja bleleng (seperti jaja kukus), bantal bleleng, dan tipat bleleng.

Namun, di antara berbagai olahan biji bleleng, batal bleleng dianggap paling favorit. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, bantal bleleng diberikan tempat khusus setiap pergantian tahun Caka. Momen yang disakralkan oleh masyarakat Bali, termasuk masyarakat NP. 

Karena itu, mengunyah bantal bleleng di hari Nyepi seperti ritual membangunkan kesadaran tubuh. Kesadaran tentang merayakan Nyepi. Kesadaran itu bertambah kuat ketika malam bertahta, sambil mendengar suara alam dan memandang langit. Dalam kondisi demikian, mengunyah bantal bleleng seperti mengunyah sepi dan damai.

Sayang, momen spiritual itu kini mengalami dinamika. Dalam 3 tahun belakangan ini, eksistensi bantal bleleng mulai oleng. Pasalnya, para petani sudah tak kuasa melawan hama burung pemakan biji bleleng. Puluhan burung perkutut, tekukur, perit, dan ratusan burung punan siap menjarah ketika pohon bleleng berbuah di ladang-ladang pak tani.   

Hama burung itu seperti tak terkendali. Akhirnya, dari 2 tahun terakhir ayah saya (termasuk petani lain) sama sekali tidak menanam biji bleleng. Artinya, besar kemungkinan Nyepi di NP pada masa mendatang tanpa bantal bleleng. Lalu, apa jadinya Nyepi tanpa bantal bleleng? Masihkan para warga menemukan esensinya di malam gelap sepi? Atau jangan-jangan esensi Nyepi akan diseret ke arah bimbang, menyimpang dan hilang terurai dalam perut-perut burung pemakan biji bleleng itu.[T]

NYEPI BUKAN PERAYAAN TAHUN BARU ŚAKA
“Menjeepee” – Cerita Nyepi dalam Catatan Wartawan Amerika Pertama ke Bali
Bukan Caka, tapi Saka – Selamat Tahun Baru Saka, Selamat Nyepi…
Catatan Nyepi: Sedih, Saya di Rumah Sakit, Saya Melanggar…
Tags: bantal blelengHari Raya NyepiNusa PenidaNyepi 2024
Previous Post

Tren ‘Serba Kuning’ di Hari Suci Kuningan

Next Post

Lempar Batu Sembunyi Rindu | Cerpen Dody Widianto

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

Next Post
Lempar Batu Sembunyi Rindu | Cerpen Dody Widianto

Lempar Batu Sembunyi Rindu | Cerpen Dody Widianto

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co