BAGI bangsa ini, ganja atau nama latin dari cannabis sativa merupakan tumbuhan yang sengaja dikucilkan sebab dianggap berbahaya.
Di Indonesia sendiri ganja lebih banyak tumbuh di daerah Aceh. Dan, konon, telah dikonsumsi oleh petani di sana jauh sebelum kemerdekaan republik ini. Orang-orang dulu telah mengkonsumsi ganja dengan seperlunya, seperti sebagai teh dan rempah makanan hingga sebagai obat alternatif masyarakat.
Tetapi kini ganja sudah menjadi salah satu tumbuhan paling dilarang. Dari membuat candu masyarakat, hingga kanker paru dan masih banyak lainnya telah diumumkan oleh BNN tentang efek buruk ngeganja seperti apa. Lihatlah sesekali di situs resminya.
Pelarangan menggunakan ganja di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jadi siapa saja yang nyimeng atau merokok ganja maka dapat dipastikan ia terkena delik; bisa dikurung, dipenjara sesuai dengan aturannya yang berlaku.
Tapi saya teringat sebelum pelaksanaan pemilu kemarin. Dimana Prof. Mahfud MD memberikan ilustrasi tentang seseorang yang tidak boleh dihukum hanya karena membuat sambal dari ganja. Saya justru membayangkan jika Ganjar dan Mahfud sebagai capres dan cawapres tersebut memberikan atensi penuh dalam kampanyenya terhadap pelegalan ganja di Indonesia, minimal sebagai obat, auto menang menjadi presiden dan yang lain ketinggalan (kalo kata Komengmah). Tapi tentu saja itu tidak bakal mereka lakukan dan tidak akan pernah berani!?
Sambal Ganja di Meja Hukum
Tahun lalu, Prof. Mahfud MD (Ex Kemenkumham) memberikan semacam pencerahan atau barangkali suatu persepsi yang menjebak bisa saja.
Menerangkan dirinya terkait suatu tindakan pada seseorang yang belum ada aturannya, itu tidak bisa dihukum. Agar tampak jelas, kemudian dirinya mengambil satu contoh, ketika seseorang membuat sambal ganja itu tidak bisa dihukum karena belum ada aturannya, katanya dalam orasi ilmiah di Universitas Malikussaleh pada acara Dies Nataliesnya yang ke-54 (13/6/2023).
“Perbuatan itu baru dihukum bila sudah ada undang-undang. Jadi barang siapa buat sambal ganja tidak boleh dihukum karena tidak ada dalam undang-undang,” jelasnya.
Bisa jadi dan masuk akal pula. Karena bagaimana seorang dianggap melanggar tapi aturannya sendiri tidak ada? Jadi, yaa.. apa yang dilanggar, kan? Kan! Umumnya, jika siapapun yang merokok dari ganja dapat dipastikan dirinya bisa kena ulti BNN! Bukan siapa yang membuat sambal dari ganja.
Tapi tidak menutup kemungkinan juga bahwa orang yang membuat sambal, dan soto atau perkedel dari ganja pula dapat dihukum sebab kaitannya atas kepemilikan ganja. Sebagaimana ganja merupakan narkotika golongan I. Jadi barang siapa yang memiliki narkotika golongan I, melanggar aturan otomatis.
Jadi, agak rancu apa yang dicontohkan oleh Pak Mahfud demikian. Sedangkan, sebab-sebab lain di Indonesia yang boleh menggunakan ganja hanya untuk atau sekadar ilmu pengetahuan yang entah hasil penelitiannya seperti apa. Dan, jika benar pemerintah serius dalam meneliti ganja, misalnya, sehingga membolehkan ganja untuk disentuh dan dilihat-lihat demi ilmu pengetahuan tersebut, tentu seharusnya negara dapat pula membuka diri minimal mengijinkan ganja sebagai medis atau meneliti ganja intens untuk medis seperti apa.
Sebab organisasi kesehatan dunia seperti World Health Organization (WHO) sendiri telah terang-terangan melegalkan ganja sebagai obat. Yaa.. walaupun beberapa negara sudah lebih dulu melakukannya dari pada WHO. Seperti Amerika, Inggris, Peru, Jerman, Meksiko, Spanyol. Bahkan Belanda tak hanya melegalkan ganja dalam negaranya sebagai obat, tetapi justru mengijinkan kedai-kedai kopi di sana menyediakan ganja untuk sekadar enjoy orang-orang sambil ngopi.
Polemik tentang ganja di Indonesia masih terus bergulir bahkan sejak tahun 2010 terutama tuntutannya pelegalan ganja sebagai obat. Seperti pada tahun 2022 silam, Santi Warastuti seorang perempuan paruh baya yang pernah viral di media sosial karena aksinya di Car Free Day (CFD) Bundaran HI, Jakarta. Dirinya mendesak keputusan MK atas tuntutannya terhadap UU Nomor 35 Tahun 2009 pada tahun 2020 yang terkesan diabaikan dan mengambang.
Di acara CFD tersebut, Santi mengacungkan sebuah poster cukup lantang yang bertuliskan “TOLONG, ANAKKU BUTUH GANJA MEDIS“
Tindakan penuh nyali yang dilakukan Santi tersebut merupakan sebuah usaha untuk putri tercintanya yang tengah mengidap penyakit secelebral palsy (lumpuh otak). Gangguan yang memengaruhi kemampuan otot, gerakan, hingga koordinasi tubuh pada anaknya itu. Sebagai alternatif, Santi membutuhkan cannabis oil atau ekstrak ganja sebagai obat untuk anaknya. Ekstrak ganja sendiri memang memiliki manfaat terjadap pengidap selebral palsy, terutama dalam meredakan rasa nyeri yang kronis jika terjadi kejang dan ketegangan terhadap otot si pengidap.
Di tengah persolan kebijakan tentang ganja yang belum menemukan titik terang hingga sekarang. Sampai kapan bangsa ini pada ganja akan terus menutup mata di tengah ilmu pengetahuan sangat pesat? [T]
Baca esai dan tulisan lain dari penulis SONHAJI ABDULLAH