30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Terpejam untuk Melihat (2024): Suara-Suara dari Tepi

JaswantobyJaswanto
February 24, 2024
inUlas Film
Terpejam untuk Melihat (2024): Suara-Suara dari Tepi

Pemutaran dan diskusi film "Terpejam untuk Melihat" di Rumah Belajar Komunitas Mahima | Foto: Singaraja Menonton

SETELAH sukses dengan dua film dokumenter sebelumnya, Diam dan Dengarkan (2020) dan Atas Nama Daun (2022), Mahatma Putra kembali menelurkan sebuah film dokumenter yang berjudul Terpejam untuk Melihat yang dikerjakannya dari September 2023 sampai Februari 2024.

Berbeda dengan dua film sebelumnya, Terpejam untuk Melihat merupakan film dokumenter politik yang dirilis untuk menyambut Pemilu 2024. Angle-nya adalah politik personal. Ini cukup mengherankan sebab setahu saya Mahatma Putra tidak suka membuat atau memproduksi film tentang politik. Dia lebih suka memilih tema lingkungan dan sosial—seperti dua film dokumenternya terdahulu. Dan bukankah tema politik telah habis dikupas media lain?

Saya menemukan alasannya saat membaca hasil wawancaranya di Koran Tempo (15 Februari 2024). Salah seorang pendiri Anatman Pictures, rumah produksi yang banyak membuat iklan, itu belakangan menyadari bahwa semua hal tidak bisa lepas dari politik. Dalam wawancara tersebut, Putra mengatakan, “Apa pun yang kita lakukan, pasti berdampak politik, termasuk soal lingkungan. Bukan politik praktis, melainkan lebih ke apa yang bisa kita lakukan dibanding menggantungkan semua hal ke politik praktis.”

Terpejam untuk Melihat, meski berbeda dengan dua filmnya terdahulu, benang merahnya sama, yaitu tentang kesadaran lingkungan. Film dokumenter yang berdurasi 1 jam 17 menit ini dibuka dengan alunan musik sendu yang langsung membuat penonton terhanyut pada hijau hutan di layar lebar. Setidaknya demikian yang saya rasakan saat menonton film ini di Rumah Belajar Komunitas Mahima dalam “Pemutaran dan Diskusi Film Terpejam untuk Melihat” yang diselenggarakan komunitas mikro cinema Singaraja Menonton, Jumat malam, 23 Februari kemarin.

Seperti halnya dua film dokumenter sebelumnya, film ini juga dibagi menjadi lima babak dengan latar belakang yang berbeda. Babak pertama membahas tentang apa pun, segala sesuatu, di dunia ini saling terkoneksi. Bahasan ini mengingatkan saya kepada teori ekosentrisme deep ecology Arne Naess—yang memandang bahwa seluruh makhluk biotik maupun abiotik di alam semesta ini memiliki hubungan yang saling terkait sehingga harus dihargai. Pada babak ini, kita banyak mendapat ceramah dari Pemimpin Pondok Pesantren Ekologi Ath Thariq, Jawa Barat, Nyai Nissa Wargadipura.

Selain berbicara tentang koneksi segala sesuatu di alam raya, Terpejam untuk Melihat juga membahas bagaimana sikap politik terhadap pemilu, tentang mereka yang termarjinalkan dan hanya digaungkan keberadaannya saat pemilu seperti kelompok transpuan yang bermukim di Duri, Jakarta Barat, misalnya.

Mengenai soratan kehidupan kaum marjinal kelompok transpuan ini, Muttaqiena Imaamaa, Produser Terpejam untuk Melihat, mengatakan—sebagaimana dikatakannya di Koran Tempo—“Saya baru tahu mereka memiliki kegelisahan. Mereka takut saat tua tidak ada yang mengurus. Akhirnya mereka berjejaring dan sedang mengupayakan panti jompo untuk transpuan.”

Tak berhenti di situ, film dokumenter yang dibuat sebagai perwujudan sertifikat B Corp—perusahaan yang berkomitmen peduli sosial dan lingkungan—yang mereka miliki itu, juga membahas orang-orang yang menolak standar mapan dari sistem yang diadopsi pasar. Ada bagian menarik di babak V, saat film menampilkan sosok bernama Maharlikha—ia memaknainya sebagai “merdeka”—memilih keluar dari kemapanannya sebagai pekerja kantoran di Jakarta dan memilih menjadi petani di Banjarnegara, Jawa Tengah.

Melihat Maharlikha—atau Mahardika—saya teringat sosok Christopher Johnson McCandless dalam film Into the Wild (2007). Bedanya, setelah lulus dari Universitas Emory di Georgia pada tahun 1990 McCandless melakukan perjalanan (meninggalkan kemapanan) melintasi Amerika Utara dan akhirnya menumpang ke Alaska pada bulan April 1992, Maharlikha cukup hidup sederhana di kampung halamannya.

Namun, keduanya sama-sama membongkar paradigma kesuksesan dan kemerdekaan dengan mulai hidup baru tanpa uang sepeser pun serta sepenuhnya bersandar pada alam atau lingkungan—meski hal ini berakibat fatal kepada Christopher, ia meninggal karena keracunan. Menurut Maharlikha, alamlah yang membuatnya tetap hidup. “Kalau enggak ada hujan, kita enggak bisa hidup,” katanya.

Dengan laku hidup yang jauh dari kaca pembesar orang kebanyakan, Maharlikha mengkritik sistem kemapanan meski jalan hidup yang ia tempuh dianggap absurd oleh banyak orang. Namun, justru dengan berperilaku hidup seperti itu ia merasakan kemerdekaan dalam arti yang sebenar-benarnya. Lelaki yang memakan laron hidup-hidup itu mempraktikkan permakultur, konsep hidup yang berdasarkan ekosistem lingkungan.

Perihal perlawanan terhadap kemapanan, Henry David Thoreau juga melakukannya. Ia memilih tinggal di hutan sebagai bentuk perlawanan kepada industrialisasi yang membuat muak. Sastrawan dan filsuf Amerika Serikat, penulis buku Walden (1854) yang fenomenal, itu bahkan mengaitkan fase-fase spiritualnya dengan tanda-tanda alam.

Hutan, bagi Thoreau, “tempat bagiku untuk hidup bebas.” Kejumudan spiritualnya digambarkan lewat air danau yang membeku. Dan, pagi serta sinar matahari adalah “sebuah undangan menyenangkan untuk bisa menjalani hidup yang jauh dari kerakusan.”

Suara Marjinal

Dari beberapa yang telah disampaikan di atas, dari suara-suara yang ditayangkan dalam kelima babak film Terpejam untuk Melihat, sebenarnya sama-sama lahir dari mereka yang “termarjinalkan”—atau mereka yang memilih jalan berbeda dari orang kebanyakan—yang dikaitkan dengan lingkungan dan relasi kuasa atau politik—pihak Anatman Pictures meberi judul “Dokumenter Meditasi Politik & Lingkungan (2024): Terpejam untuk Melihat” di kanal Youtube mereka.

Dikenal sebagai salah satu rumah film dengan misi menghadirkan suara-suara yang belum terdengar di ruang diskusi masif, Anatman Pictures sejauh ini memang konsisten di rel dokumenter yang menyorot mereka yang memilih “berbeda” dan berjuang menuntut hak yang semestinya didapatkan sebagai warga negara; mereka yang suaranya terhempas dari hingar-bingar politik praktis—suara-suara yang lahir dari tepian wacana dan hitung-hitungan kalkulasi politik.

Meski banyak rumah produksi film yang menyuarakan hal-hal demikian, menurut saya Anatman Pictures tetap memiliki cirinya sendiri. Dalam setiap film dokumenter yang diproduksi—dalam hal ini film-film Mahatma Putra—selain menyajikan data, wacana kritis, informasi, rumah produksi ini juga menghadirkan narasi-narasi yang kontemplatif—membangkitkan renungan dan sebagainya.

Dengan cara demikian, suara-suara merjinal yang dihadirkan tidak hanya sekadar menarik simpati penonton, tapi sedikit-banyak juga menyadarkan dan membuat penonton berpikir ulang akan hidup yang selama ini dijalani. Narasi-narasi yang menenangkan itu, bukan saja membuat kita merenung, tapi mungkin juga dapat menjadi pengantara tidur kita—untuk tidur yang lebih nyenyak.

Di negara kita, masih banyak suara marjinal yang terabaikan. Misalnya hak-hak kaum penyandang disabilitas yang belum mendapat ruang infrastruktur yang aksesibel. Atau kedudukan kaum transpuan dalam sosial masyarakat kita.

Namun, di belahan bumi yang jauh di sana, segala sesuatu yang marjinal, pinggir, unik, dan berbeda sepertinya justru sedang bergerak mendesak sekarang ini. Sebaliknya, pada saat bersamaan semuanya yang berdimensi universal, mayoritas, dan homogen memang lagi mengalami fase keterdesakan.

Lihat saja bagaimana Bollywood, industri film dari India, sedang mendesak dan bisa jadi mengancam Hollywood, atau bagaimana musik-musik Amerika Latin dan Afrika lebih mendominasi World Space Radio—sebuah radio yang memuat siaran-siaran manca negara. Tetapi, mungkin semua ini memang hanya fenomena kultural yang kelihatannya sedang beralih paradigma. Peralihan paradigma yang tidak terlepas juga dari peranan teori perbedaan yang didengungkan Derrida, seorang filsuf mutakhir yang banyak mempengaruhi pemikiran postmodern.

Dalam Terpejam untuk Melihat, mereka yang terpinggirkan tampak kesulitan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik. Tidak jarang suara mereka disisihkan karena dianggap tidak cukup kuat. Suara-suara itu terbentur seperti kata Rendra dalam puisi Sajak Sebatang Lisong—“membentur meja kekuasaan yang macet, dan papantulis-papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan.”

Film Terpejam untuk Melihat adalah corong sekaligus etalase yang menampilkan mereka-mereka yang berjuang dengan cara berbeda dan mereka yang, sebagaimana dikatakan Anis Sholeh Ba’asyin, merasa selalu ditinggal sendirian menghadapi tumpukan masalahnya. Celakanya, dalam persepsi rakyat, sebagian besar masalah ini justru merupakan akibat kebijakan dari pihak yang mestinya menyelesaikan masalah mereka.[T]

In the Forest One Thing Can Look Like Another (2023): Yang Tampak dan yang Tak Tampak
Made (2022): Film Konvensional yang Mengabaikan Nalar-Logika
Ma Gueule : Arabphobia dan Trauma Kolektif Jangka Panjang
Menyangsikan Dutar & Papaya Sebagai Sinematik Eksperimental Nonkonvensional: Bukti Kita Butuh Pembacaan Ulang
Tags: filmfilm dokumenterUlasan Film
Previous Post

Kenaikan Harga Beras dan Penyederhanaan Logika Berbahasa

Next Post

Pantai Segara Wilis, Pasir Hitam yang Lembut dan Langit Penuh Warna

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Pantai Segara Wilis, Pasir Hitam yang Lembut dan Langit Penuh Warna

Pantai Segara Wilis, Pasir Hitam yang Lembut dan Langit Penuh Warna

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more

PENJARA: Penyempurnaan Jiwa dan Raga

by Dewa Rhadea
May 30, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

DALAM percakapan sehari-hari, kata “penjara” seringkali menghadirkan kesan kelam. Bagi sebagian besar masyarakat, penjara identik dengan hukuman, penderitaan, dan keterasingan....

Read more

“Punia Digital”: Dari Kotak Kayu ke Kode QR

by Dede Putra Wiguna
May 30, 2025
0
“Punia Digital”: Dari Kotak Kayu ke Kode QR

SETELAH melaksanakan persembahyangan di sebuah pura, mata saya tertuju pada sebuah papan akrilik berukuran 15x15cm, berdiri tenang di samping kotak...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co