10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Kaya Harta Tak Identik Kaya Jiwa

Hafis AzharibyHafis Azhari
January 25, 2024
inEsai
Kaya Harta Tak Identik Kaya Jiwa 

Ilustrasi diolah tatkala.co dari Canva

AKHIR-AKHIR ini sering diperdebatkan, apakah orang Islam itu perlu kaya ataukah cukup membiarkan dirinya miskin dan hidup apa adanya. Di antara mereka berpendapat, bukankah orang Islam itu perlu membayar zakat, rajin bersedekah, bahkan berangkat haji ke Mekah. Bukankah semuanya itu memerlukan biaya tinggi, dan karenanya umat Islam harus hidup kaya? Di sisi lain, bukankah rezeki setiap orang sudah diatur dan ditakar oleh Allah, lalu mengapa Allah menakdirkan umat Islam hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan?

Sesungguhnya, kaya jiwa identik dengan kekayaan iman dan ilmu, sebab kaya ilmu tanpa kekuatan iman niscaya akan menjerumuskan manusia kepada keangkuhan dan kesombongan. Sebaliknya, iman tanpa kecerdasan (ilmu) juga akan membuat agama mudah diperlakukan sebagai “berhala” yang akan memenjarakan jiwa. Rasulullah menyatakan perihal makmurnya suatu negeri, jika orang-orang miskinnya dapat bersabar, dan orang-orang kayanya banyak bersyukur. Dalam masyarakat seperti itu, si miskin akan jauh dari rasa frustrasi dan sikap putus asa, sementara si kaya akan bersikap loyal dan rendah hati, karenanya akan senantiasa menopang nasib si miskin dari kekurangan dan keterbatasan rezekinya.

Kaya harta sama sekali tidak identik dengan kaya jiwa, begitupun sebaliknya. Orang yang kaya jiwa meskipun miskin harta, niscaya akan bersabar dengan segala keterbatasannya. Tetapi, orang yang miskin jiwa meskipun kaya harta, ia akan senantiasa hidup dalam kesengsaraan dan penderitaan. Ia merasa tidak perlu menambah kualitas ilmunya lantaran merasa dirinya cukup pintar, karenanya keimanan dalam dirinya bersifat mandek dan statis. Padahal, sifat iman sebagaimana ilmu, akan terus mengalami fluktuasi peningkatan, dan karenanya hanya dengan kerendahan hati dan merasa dirinya “bodoh” seseorang akan terus mencari dan menemukan dinamikanya yang lebih luhur.

Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan bahwa ketamakan dan keserakahan diperbolehkan manakala diperuntukkan untuk peningkatan keilmuan. Namun, kebanyakan orang lebih fokus pada urusan-urusan persaingan duniawi, hingga membolehkan segala cara demi untuk melegitimasi hawa nafsu, sifat dengki, dan dendam kesumatnya.

Pada prinsipnya, memang ada manusia tertentu yang dimudahkan rezekinya oleh Allah, baik rezeki yang bersifat kekayaan ilmu (hidayah) maupun kekayaan harta (kekuasaan). Rezeki dalam kategori kedua ini memang mudah dilihat secara kasatmata, sehingga banyak orang diberkahi kekayaan materi, lalu menganggap bahwa Tuhan sedang menolong dan mengasihi dirinya. Padahal hakikatnya, Tuhan sedang menguji kualitas hidupnya, apakah ia sanggup menjadi ahli syukur dan dermawan dengan harta kekayaan yang dimilikinya, ataukah sebaliknya.

Banyak orang berlomba untuk mengejar pundi-pundi lantaran didorong oleh hasrat dan nafsu hendak mengungguli dan mengalahkan pesaing atau rivalitasnya. Generasi “sakit hati” semacam ini tak ubahnya mental inlander yang ujung-ujungnya, ketika mengalami jalan buntu, mereka akan melarikan diri pada klenik dan takhayul, hingga terpelanting dan menjauh dari kualitas iman yang semula sudah dipupuknya. Layaknya seorang pemintal kain tenun, lalu ketika kain tenun akan rampung dipintal, tiba-tiba dia mengobrak-abrik dan mengacak-acak kembali benang-benang hasil tenunannya.

Hak Prerogatif Tuhan

Sesungguhnya, kaya harta dan jiwa tak bisa menjadi monopoli agama tertentu. Ia hanya menjadi hak prerogatif Tuhan Yang Maha Kaya (ghani) dan Maha Pemberi rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya (mughni). Tuhan juga berhak memberikan kepada  siapapun, meskipun dia seorang atheis atau tidak berpegang pada kepercayaan agama tertentu (agnostik).

Di kalangan filosof Barat, seorang agnostik disebut sebagai manusia tanpa agama (homo non-religious). Ia adalah manusia profan yang cenderung sekuler, tetapi bukan berarti anti agama tertentu. Sebagaimana sosok Salman Al-Farisi yang terlahir dari orang tua Majusi (Zoroaster), kemudian ia melanglang buana mencari kebenaran melalui pendeta Nasrani, saudagar Yahudi, hingga kemudian menemukan kebenaran tertinggi ketika berjumpa Rasulullah di Madinah. Untuk itu, Rasulullah pernah menjuluki dirinya sebagai “ahlul bait”, meskipun Salman hanya seorang pendatang dari Persia (Iran).

Kaum agnostik sangat marak di era abad pertengahan (aufklaerung) di negeri-negeri Eropa. Terutama dianut oleh para eksplorator dan ilmuwan, setelah bersengketa sengit dengan kalangan Gereja (Kristen Ortodoks). Saat itu, dunia Gereja tak sanggup menjawab persoalan-persoalan prinsipil yang bersifat logis dan rasional, karenanya kaum fanatik dari mereka disebut penganut fundamentalisme, yang konotasinya bukan lagi “mengakar” atau “membumi”. Secara politis, sebutan fundamentalisme kelak menjadi cikal-bakal untuk mengklaim dunia Islam sebagai gerakan “radikalisme”.

Padahal secara etimologis, manusia perlu berpikir radikal untuk dapat menemukan akar permasalahan yang lebih fundamen dari persoalan-persoalan ketuhanan maupun kemanusiaan.

Kembali pada soal kekayaan jiwa, di dalam Islam dikenal sifat “zuhud” yang banyak diteladani kaum sufi dan para wali kekasih Allah. Sifat ini bukan mengajarkan manusia agar hidup miskin, akan tetapi memberi peringatan agar manusia membaca, bercermin diri dan bermuhasabah, serta memahami batas kemampuan dirinya.

Untuk itu, dalam kezuhudan dan kesederhanaan, seseorang tetap harus menjaga martabat dan harga dirinya. Ia tidak boleh bermental budak, yang hidupnya merasa terjajah dan termarjinalkan. Ia tak layak merasa dirinya sebagai “korban” dari ketidakadilan sistem, meskipun tetap akan berposisi selaku pembela dan penegak keadilan dan kebenaran, jika melihat orang-orang diperlakukan sewenang-wenang.

Kilas Balik Sejarah

Di zaman kerasulan Muhammad, ketika hitung-hitungan politik belum memungkinkan untuk merombak sistem secara revolusioner, maka sahabat Abu Bakar rela mengeluarkan sebagian hartanya untuk menebus pembayaran pada seorang pembesar Qurays, agar memerdekakan Bilal bin Rabah selaku budaknya. Seketika itu, terbebaslah budak asal Afrika itu dari belenggu tiran dari sang majikan.

Dalam sistem ekonomi yang digenggam penguasa totaliter yang bertindak semena-mena, hanya beberapa gelintir orang kaya yang sanggup bersikap dermawan hingga mampu menebus dan membebaskan para budak yang tertindas. Lalu, di manakah peran orang-orang kaya lainnya? Di sini perlu ditegaskan sekali lagi bahwa: “Dalam sistem yang korup dan tidak adil, kekayaan selalu saja buah dari sistem semacam itu.” Namun demikian, Islam hadir bukanlah untuk menghancurkan sistem (status quo). Berbeda dengan revolusi fasisme maupun komunisme yang cenderung merusak dan menghancurkan sistem lama, akan tetapi Islam hadir secara transformatif yang bersifat melengkapi dan membenahi sistem (status quo).

Sebab bagaimanapun, kehidupan ini adalah siklus rutinitas yang harus dimaknai secara religius dan imanen. Matahari selalu terbit dari timur pada waktu yang sama, dan tenggelam ke barat pada waktu yang sama pula. Tiap-tiap negara punya karakter musimnya tersendiri yang harus pintar dikelola populasi penduduk yang menetap di dalamnya. Dari bangun tidur hingga ke tidur lagi, kita melakukan ibadah, makan-minum, berangkat dan pulang kerja (sekolah) terus-menerus pada ruang dan waktu yang sama.

Tahu-tahu kita sudah menua, kemudian lahir bayi-bayi baru generasi anak-cucu. Jika kita tak mampu memaknai kehidupan ini secara dinamis, serta tak sanggup berperan dan ikut andil dalam percaturan sejarah, terutama melalui sumbangan ilmu dan amal jariyah, maka hidup kita hanyalah seonggok daging yang muncul dalam beberapa dasawarsa ini, kemudian punah dan menghilang dalam dasawarsa berikutnya.

Kehidupan para sahabat, tabi’in, tabi’it-tabi’in, para sufi dan wali kekasih Allah, adalah tipologi terbaik yang patut menjadi teladan kita semua. Untuk itu, dalam bacaan salat (al-Fatihah), senantiasa kita minta ditunjukkan jalan yang lurus, yakni jalan mereka yang tidak dimurkai Allah (al-magdlub), juga bukan jalan orang-orang yang berada dalam kesesatan (ad-dlallun).

Terkait dengan sistem yang tidak adil (korup) yang sekan bermutasi dari satu pemerintah ke pemerintahan baru, barangkali perlu dipahami perihal bangsa ini yang baru bangkit dari puing-puing pasca-kolonialisme. Oleh karena itu, tindakan meniru dan meneladani kaum imperialisme yang bersifat “memburu” dan mengeksploitasi manusia lapisan bawah, untuk tujuan memperkaya diri (dengan dalih apapun) adalah tindakan sewenang-wenang yang tak bisa ditoleransi. Baik dalam pandangan kaum beragama maupun dalam nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam konteks ini, Rasulullah pernah memperingatkan bahwa mereka yang memperjualbelikan agama (akhirat) demi untuk kepentingan dunia, jauh lebih berbahaya ketimbang orang yang mencari dunia tapi diperuntukkan bagi kepentingan akhirat (agama).

Dulu, ketika seorang sahabat melaporkan pada Nabi tentang adanya orang Tionghoa yang bertransaksi (muamalat) di Pasar Madinah, justru Rasulullah mengingatkan para sahabat bahwa ilmu Tuhan memang tiada terbatas. “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina,” ujar Rasulullah. Secara pribadi, saya merasa khawatir, jangan-jangan sebagian penceramah yang melarang kita bermuamalat dengan orang Cina (karena dianggap kafir), justru mereka termasuk kategori yang berseberangan dengan cita-cita Rasulullah. Boleh jadi mereka tergolong manusia yang hanya sibuk membangun akhirat, tapi demi keuntungan duniawi semata.

Bandingkan dengan etnis Cina yang rajin berbisnis dalam kesehariannya, namun tak jarang di antara mereka yang ikut menyumbang bagi pembangunan masjid maupun pesantren. Ketimbang orang yang menyibukkan dirinya di dunia pesantren, namun getol mengorupsi uang santri bagi kepentingan dirinya dan keluarganya.

Muslim Idealis

Secara ideal, tentu saja seorang muslim dan pemeluk agama apapun menginginkan kaya jiwa sekaligus kaya harta. Idealisme semacam itu tak ubahnya dengan ribuan dan jutaan rakyat Indonesia yang bercita-cita ingin jadi presiden atau menjadi pilot, sehingga kita bisa mengoperasikan lajunya pesawat yang meninggalkan landasan, atau menguasai negeri demi terselenggaranya rakyat adil dan makmur. Meski pada akhirnya, toh kita semua harus legawa menerima, bahwa pada kenyataannya hanya satu orang presiden yang akan terpilih nanti. Entah yang satu orang itu pernah bercita-cita jadi presiden sewaktu kecil, atau justru tidak sama sekali. Namun, fakta akan menunjukkan bahwa Tuhan hanya akan “mengabulkan” permintaan satu orang saja, ketimbang ribuan dan jutaan lainnya.

Demikian halnya dengan kehendak ingin menjadi orang kaya, terutama kaya harta. Seringkali orang-orang di sekeliling kita tergopoh-gopoh dan terseok-seok hingga menggadaikan nalar dan akal sehatnya untuk meraih kekayaan duniawi. Mereka berdalih, lalu siapakah yang akan membayar zakat dan pergi ke Baitullah, jika umat Islam tidak menjadi orang-orang yang kaya harta? Bukankah kefakiran dapat menjerumuskan manusia ke jurang kekufuran?

 Dalam perspektif tertentu, sebenarnya ketidakadilan sistem di manapun, dan zaman kapan pun, sudah ada gambarannya dalam sejarah hidup Nabi maupun para sahabat? Bukankah ketika bertahun-tahun dunia perdagangan disabotase dan diboikot secara masif, justru membuat pengkhidupan umat Islam menjadi terpuruk? Bahkan para sahabat, termasuk Nabi sendiri terpaksa harus mengais-ngais makanan dengan harga murah, sampai-sampai tulang unta yang masih muda terpaksa harus menjadi sop untuk dikonsumsi keluarga Nabi dan saudara-kerabatnya?

Memang, sangat jarang orang yang mau berjuang meluangkan waktu dan daya upaya demi untuk meraih kekayaan jiwa. Karena ia dianggap tak kasatmata, meski pada hakikatnya di situlah letak kebahagiaan yang sesungguhnya. Kekayaan jiwa memang tidak bersifat wadak demi kepentingan sesaat dan kesenangan semu belaka. Ia merupakan kakayaan batin yang tidak bersifat zahir, namun dengan itu manusia Indonesia akan menjaga martabat dan harga dirinya sebagai manusia beradab, berkeadilan dan berbudi luhur.

Dengan kekayaan jiwa, seorang muslim akan sanggup meraih sifat wara dan qanaah, sehingga ketika banyak orang pontang-panting untuk mengejar kedudukan dan “membeli” dunia, seorang yang qanaah justru membuat seluruh dunia tak sanggup membeli harga dirinya.

Kita hendaknya menjaga diri (takwa) agar jangan tergiur oleh tipuan fana yang meninabobokan dan menyesatkan. Kita mesti menyadari diri kita yang baru bangkit dari puing-puing reruntuhan penjajahan (pasca kolonialisme). Sehingga, kebangkitan ini tidak selayaknya dengan memelihara sifat “berburu” untuk menjadi penjajah-penjajah baru, lantaran kita merasa pernah menjadi makhluk terzalimi (tereksploitasi) di masa lalu.

Hendaknya kita menghargai dan menghormati setiap orang yang berjuang sesuai kapasitasnya, berikut rizki yang menjadi hak dan perolehannya. Kita juga harus menghargai orang-orang yang sanggup menggapai kekayaan materi, terlebih kekayaan ilmu dan hidayah di sekeliling kita. Apapun etnis, agama, dan kepercayaan mereka. Yang diperintahkan bagi kita adalah berjuang secara optimal untuk menjadi manusia-manusia yang kaya jiwa sekaligus kaya harta. Meskipun kita menyadari, bahwa orang-orang yang kualitas kesalehannya tinggi seperti para sahabat Nabi, tidak jarang mereka pun hidup dalam keterbatasan dan kekurangan.

Mereka senantiasa mengingat dan mengindahkan sabda Rasulullah, bahwa orang yang memiliki kekayaan iman dan ilmu, niscaya hidupnya akan merasa cukup dan dilapangkan selalu. “Dan jika seorang hamba merasa dirinya cukup,” demikian tegas Rasulullah, “niscaya Allah akan memberinya kecukupan dalam hidupnya.”[T]

Menanam Pohon Sebelum Kiamat | Cerpen Hafis Azhari
Islam Agama Pembebasan
Tags: agamaesaiIslam
Previous Post

Pak Tua Parsa Si Penjaga Reservoar Waterleiding dan Suido Syo di Buleleng

Next Post

Buleleng Kini Punya Pusat Informasi Bernama “Buleleng Command Center”

Hafis Azhari

Hafis Azhari

Penulis novel Pikiran Orang Indonesia dan Perasaan Orang Banten

Next Post
Buleleng Kini Punya Pusat Informasi Bernama “Buleleng Command Center”

Buleleng Kini Punya Pusat Informasi Bernama “Buleleng Command Center”

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co