MINGGU, 21 Januari 2024, di pelataran Warung Bebek Pesona, di kawasan Rumah Intaran, Desa Bengkala, Kubutambahan, Buleleng, Bali, ada sesuatu yang berbeda. Ada diskusi dengan topik pendidikan yang tak biasa.
Rumah Intaran, sebagai penyelenggara, menghadirkan pembicara dalam diskusi itu, pembicara yang benar-benar katam soal teori dan praktik tentang home schooling.
Ia adalah Mira Julia atau yang dikenal dengan panggilan Lala. Lala memang dikenal sebagai praktisi home schooling yang telah menjalankan model pendidikan ini selama lebih dari dari dua dasawarsa.
Lala dalah ibu tiga orang anak. Ia merupakan sosok ibu rumah tangga yang juga inisiator Rumah Inspirasi. Rumah Inspirasi sendiri adalah ruang belajar home schooling, parenting dan pendidikan entrepreneurship yang didedikasikan untuk membantu menyediakan penyebaran informasi, pendampingan dan pelatihan bagi orang tua yang ingin mengetahui segala seluk-beluk dari home schooling, parenting hingga merangsang minat dan membangun entrepreneurship anak.
Home Schooling dikenal sebagai jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Home Schooling sendiri sebenarnya sudah ada sejak lama dipraktikkan oleh banyak orang tua. Sistem pendidikan yang mengakomidirnya masuk dalam kategori informal.
Hanya saja, dalam masyarakat sendiri keberadaan home schooling belum begitu dikenal. Inilah yang pada akhirnya membuat Lala bersama pasangannya, Aar Sumardiono, tergerak untuk memperkenalkannya ke khalayak umum.
Mereka sudah merasakan manfaat dari home schooling yang mampu menghadirkan alternatif sistem pembelajaran yang nyaman dan fleksibel bagi kebutuhan keluarganya.
“Yang membedakan home schooling dengan sekolah konvensional hanyalah pendelegasiannya saja. Jika pada sekolah umumnya tugas mengajar anak-anak didelegasikan kepada guru-guru di sekolah, maka dalam konsep home schooling orang tua yang bertugas langsung mengajar anak-anaknya,” ujar Lala dalam diskusi di Bebek Pesona, Rumah Intaran, Bengkala.
Mira Julia | Foto: Istimewa
Lala bercerita, ia memiliki tiga orang anak yakni Yudhis (22), Tata (19) dan Duta (15). Mereka tidak pernah mengenyam pendidikan formal seperti SD, SMP dan SMA seperti anak pada umumya. Lala memilih untuk mendidik anak-anaknya melalui home schooling.
Home schooling disini bukanlah sekolah yang berada di ruko atau lembaga-lembaga yang berlabel Home Schooling seperti kursus atau bimbel. Dalam konteks ini, home schooling adalah pendidikan berbasis keluarga, dan orang tua bertanggungjawab atas proses pendidikan.
Sebenarnya pemerintah sendiri sudah menyiapkan undang-undang sistem pendidikan nasional, dimana home schooling ini masuk dalam jalur pendidikan informal. Jalur pendidikan formal itu seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Jalur Pendidikan non formal yakni jalur pendidikan seperti lembaga kursus, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan lembaga pendidikan kesetaraan lainnya. Sementara jalur pendidikan informal merupakan alternatif pendidikan yang bisa dijalankan oleh keluarga.
Gede Kresna selaku founder Rumah Intaran, dalam diskusi itu mengatakan, nilai-nilai yang ada dalam home schooling ternyata sangat fundamental. Misalnya, jika di sekolah kita diberikan pelajaran, di home schooling anak-anak digali untuk mempelajari apa yang disukainya.
“Tentu, home schooling juga memiliki sejumlah kekurangan, tetapi sebagai alternatif model pendidikan, ini sangat menarik,” kata Gede Kresna.
Dalam diskusi itu, saya sendiri sebagai pewawancara bersama Adipta Eka Putra.
Saya memberi kesempatan kepada Tata untuk menyampaikan testimoni langsung mengenai apa yang dia alami saat menjalani proses belajar melalui jalur home schooling ini.
“Tidak lengkap dan adil rasanya, kalau kita hanya memberikan kesempatan kepada Ibu Lala untuk menyampaikan pengetahuan dan pengalamannya dalam acara ini, bagaimana kalau kita mengundang Tata untuk ikut serta menceritakan pengalamannya?” ujar saya.
Peserta langsung memberikan applause kepada Tata yang langsung mengambil posisi sebagai narasumber selanjutnya.
“Tata, apa suka dan duka yang dialami saat mengikuti proses belajar Home Schooling?” Saya bertanya.
Dan dengan santai Tata menceritakan proses belajar dengan cara home schooling diperlukan kemandirian.
“Walau proses ini berat dan menantang, saya dilatih untuk mengerjakan segala sesuatunya sendiri,” ujarnya.
Tata berbicara dalam diskusi home schooling di Bebek Pesona Rumah Intaran, Buleleng | Foto: Istimewa
Namun, dia mengaku bersyukur memiliki keluarga yang sangat mendukungnya. Tata sendiri memang menyukai kesendirian, dia merasa bahwa dengan dia menjalani home schooling, dia memiliki banyak waktu untuk memperdalam aktivitas yang sangat dia senangi, satu di antaranya adalah menggambar dan membuat konten sosial media.
Ini dibuktikan, saat dia menyampaikan kepada para hadirin bahwa melalui platform Instagram dengan nama Kreasi.Ta, dia memiliki murid sekitar 8.000 yang dia kelola sendiri. Dan lagi-lagi para hadirin dibuat riuh karena kagum atas apa yang dicapai Tata.
Tata juga bercerita, walau dirinya menempuh jalur pendidikan Informal, bukan berarti dia ketinggalan dengan anak seusianya. Bahkan dia bisa membuktikan untuk diterima di Universitas Gajah Mada dengan mengambil jurusan Antropologi dengan seleksi terbuka layaknya remaja lainnya yang mendaftar melalui jalur sekolah umum.
Tata mungkin satu di antara remaja-remaja yang selama ini memilih untuk melakoni jalan senyap kehidupan home schooling di tengah keriuhan sistem pendidikan formal pada umumnya, namun dengan berbekal keutuhan tekad dan didukung oleh pendampingan yang intens diantar kedua orang tuanya, dia mampu membuktikan bahwa dia bisa menyetarakan dirinya dengan remaja lainnya dalam mendapat akses pengetahuan dan mencapai mimpi untuk melanjutkan kuliah di kampus yang diimpikannya.
Menurut saya, pendidikan sebagai usaha untuk menjadikan individu mengenal dirinya, dan membangunkan semua potensi yang ada untuk bergerak menuju pada sifat-sifat universalnya. Dan menjadi hak setiap individu untuk menentukan apa yang terbaik, karena sesungguhnya menjadi terpelajar itu adalah ruang aktualisasi untuk seseorang membuktikan pemahamannya terhadap kehidupan dan berkontribusi terhadap persoalan kemanusiaan. [T]
BACA artikel lain dari penulis Tobing Crysnanjaya