FESTIVAL Film Kemanusiaan (FFK) menjadi panggung inspiratif yang menyoroti dan menggali kedalaman sisi kemanusiaan melalui medium sinematografi.
Dalam festival ini, setiap karya film menjadi cermin yang memantulkan kompleksitas kehidupan manusia, menyajikan kisah-kisah yang menggugah perasaan dan merangsang penonton untuk merenung tentang eksistensi dan nilai-nilai kemanusiaan.
FFK, berfokus pada tema-tema kemanusiaan yang selalu berkelindan dengan isu lingkungan, kesetaraan gender, isu minoritas dan keberagaman.
FFK ini dirancang dan dijalankan oleh Yayasan Kini Media (Minikino), sejak tahun 2022. Tahun 2023, merupakan FFK yang kedua. Pemutaran yang dilakukan di Mash Denpasar, 15-16 Desember 2023 itu menayangkan film dari Palestine Film Institute (PFI) dan Indonesia.
Penonton yang usyuk dalam Festival Film Kemanusiaan di MASH Denpasar
FFK bertujuan untuk memantik diskusi mengenai isu kemanusiaan dan menyesuaikannya dengan konteks lokal di Bali dan Indonesia.
Melalui lensa sinematik, festival ini memaparkan realitas kehidupan yang mungkin terabaikan atau terlupakan, membawa penonton untuk menengok sisi kemanusiaan yang seringkali dikesampingkan.
Setiap film menjadi cerita yang mengharukan, menghadirkan gambaran nyata tentang perjuangan, keberanian, dan kelemahan manusia. Dengan begitu, festival ini memberikan penghormatan kepada keberagaman pengalaman manusia di berbagai belahan dunia.
Film dokumenter Mohamed Jabaly dari Norwegia, Palestine misalnya. Film berjudul Ambulance dan berdurasi 80 menit itu berhasil membawa penonton (seperti) terlibat langsung ke dalam situasi yang digambarkan.
Suasana dalam Festival film Kemanusiaan di MASH Denpasar
Mohamed Jabaly menyuguhkan kisah dari sudut pandang orang pertama tentang perang terakhir di Jalur Gaza pada musim panas 2014 silam.
Dokumenter ini dibuat ketika Jabaly bergabung dengan kru ambulan saat terjadi serangan. Gaza saat itu tampaknya tidak memiliki masa depan. Srangan bertubi-tubi Tidak ada tempat untuk sembunyi.
Begitu juga dengan cerita di baliknya yang masih misteri-meskipun ribuan artikel telah dipublikasikan mengenai kekerasan berulang di Gaza.
Festival Film Kemanusiaan juga memberikan ruang bagi sutradara dan pembuat film untuk mengeksplorasi isu-isu sosial yang mendalam. Dengan menggunakan medium ini, para pembuat film mampu menyampaikan pesan kemanusiaan secara mendalam dan menyentuh hati penonton.
Dengan demikian, festival ini tidak hanya sekadar hiburan visual, tetapi juga sarana untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang kondisi kemanusiaan di seluruh dunia.
Panitia memberi sambutan pada Festival Film Kemanusiaan di MASH Denpasar
Seperti You and I. Karya film dokumenter Fanny Chotimah yang berdurasi 72 menit itu bercerita mengenai dua orang sahabat, Kaminah dan Kusdalini, yang jadi tahanan politik.
Pertemuannya boleh dikatakan miris di penjara, walau akhirnya menjadi kisah romantis. Keduanya tidak terpisahkan selama lebih dari setengah abad. Terlepas dari perubahan dalam hidup, mereka menunjukkan indahnya bertambah usia yang memiliki konsistensi.
Tidak hanya sebagai bentuk hiburan, festival ini juga berfungsi sebagai wahana edukasi. Film-film yang diputar tidak hanya menyentuh emosi, tetapi juga memberikan informasi yang berharga tentang kondisi manusia di berbagai belahan dunia.
Dengan demikian, festival ini bukan hanya menyajikan hiburan, tetapi juga menciptakan kesadaran akan realitas yang mungkin terabaikan.
Dua film oleh sutradara perempuan Wulan Putri dari Trilogi Awyu memberikan pemandangan akan realita yang ibaratnya tidak terjamah. Mama Lihat Awan Jatuh yang berdurasi 45 menit mengambil sudut pandang seorang perempuan-Mama Laurensia Yame dari suku Awyu.
Film ini bercerita soal kerasnya kehidupan. Tanah yang mereka tempati ribuan tahun digusur oleh raksasa sawit.
Keresahan juga tergambar pada film Asu Pemige, Sawa Pemige. Alam film ini secara umum berkisah tentang alihfungsi lahan. Ya, lahan hutan adat yang akan dijadikan ladang sawit.
Keterlibatan tokoh-tokoh utama dalam festival ini menjadi semacam perjalanan emosional bagi penonton. Mereka tidak hanya menyaksikan, tetapi juga merasakan kepedihan, kegembiraan, dan keberanian yang dihadapi oleh karakter-karakter dalam cerita.
Festival Film Kemanusiaan menciptakan pengalaman sinematik yang mengubah perspektif, merangsang pertanyaan, dan mengajak penonton untuk turut serta dalam perjalanan kemanusiaan.
Direktur Festifal Film Kemanusiaan Ahmad Fauzi menyebut keberagaman tema dan sudut pandang dalam festival ini juga menciptakan ruang dialog yang mendalam.
Salah satu film yang diputar dalam Festival Film Kemanusiaan di MASH Denpasar
Penonton diundang untuk menggali pemahaman lebih lanjut tentang pengalaman kemanusiaan dari sudut pandang yang beragam, sehingga mendorong toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan.
Festival Film Kemanusiaan membuktikan bahwa seni film memiliki kekuatan untuk merajut benang kemanusiaan, mempersatukan berbagai lapisan masyarakat dalam pemahaman yang lebih mendalam.
“Terutama tentang bagaimana kita mesti bersikap dalam penindasan dan ketidakadilan yang tak henti-hentinya terjadi, di Palestina, Papua, Indonesia, dan di batas-batas wilayah lainnya di seluruh dunia. Di mana mereka yang terpinggirkan masih terus bersitegang dengan kuasa yang dominan,” ujarnya.
Dengan demikian, Festival Film Kemanusiaan tidak hanya sekadar ajang pemutaran film, tetapi merupakan perayaan kehidupan dan kepedulian terhadap sesama.
Melalui cerminan kemanusiaan dalam setiap frame, festival ini memberikan pijakan bagi penonton untuk lebih memahami, menghargai, dan merayakan kehidupan manusia dalam segala kompleksitasnya. [T]