TAK banyak masyarakat Indonesia tahu, bahwa di Provinsi Bali terdapat komunitas Muslim yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Mereka pendatang luar pulau, oleh sebab situasi politik era kolonial bermigrasi ke Bali dan membangun peradaban baru di pulau yang dijuluki sebagai Pulau Dewata.
Sebut saja Loloan. Desa yang kini menjadi dua kelurahan yakni Loloan Barat dan Loloan Timur yang terletak di Negara, ibu kota kabupaten Jembrana-Bali ini seakan tidak pernah habis untuk dibahas baik melalui tulisan maupun kajian ilmiah. Sudah banyak para akademisi baik dari Bali maupun luar Bali menjadikan Loloan sebagai subyek penelitian, baik dari segi bahasa, arsitektur, filsafat maupun budaya.
Para tetua dan leluhur warga Loloan berasal dari Sulawesi. Mereka para pelaut yang ulet dan pemberani. Kala itu Bali masih berada dalam sistem kerajaan, sering terjadi peperangan baik oleh kerajaan di Bali maupun Jawa termasuk juga dengan kolonial Belanda.
Orang-orang Loloan diangkat menjadi pasukan kerajaan Jembrana, karena dikenal gagah-berani. Oleh I Gusti Arya Pancoran, raja Jembrana kala itu, mereka diberikan daerah otonom yakni di wilayah selatan kota Negara yang dinamakan “Loloan”. Sungai yang luas dan besar di sana mengingatkan mereka akan tempat asal mereka. Di Loloan, mereka membangun rumah panggung yang hingga saat ini masih terjaga kelestariannya.
Termasuk juga kebudayaan Melayu-Bugis yang pada 20-21 Oktober 2023 lalu dikenang dalam sebuah festival bertajuk “Loloan Zaman Lame”. Jalan-jalan di Loloan begitu semarak oleh hiasan. Penonton yang datang dari berbagai penjuru kota memadati kampung kuno tersebut. Tampak juga tamu dari luar kabupaten bahkan provinsi. Mereka menikmati berbagai suguhan, terutama kuliner khas Loloan yang jarang mereka temui di tempat asal mereka.
Festival itu mengambil tema “Ayo Medayoan ke Loloan”. Medayoan, dalam bahasa Loloan berarti bertamu. Para pemuda Loloan sebagai pemrakarsa festival dengan santun dan ramah menjamu para tamu. Wakil Bupati Jembrana, I Gede Ngurah Patriana Krisna bersama jajaran pemerintah kabupaten Jembrana dan beberapa tokoh Puri Jembrana turut hadir sebagai pengayom masyarakat yang dikenal multikultur sejak lama.
Eka Sabara, penulis sejarah dan budayawan Loloan menyebut, “Medayoan ke Loloan” merupakan bahasa Melayu Loloan. Berasal dari kata dayo atau tamu, sehingga medayoan berarti datang bertamu. “Medayoan ke Loloan” berarti datang bertamu ke Loloan.
“Festival Loloan Jaman Lame yang tahun 2023 adalah kali kelima digelar, ditunggu-tunggu banyak orang karena kerinduan akan nuansa eksotik dari tradisi dan budaya Loloan yang unik. Para pengunjung dari berbagai kalangan menyatu hadir bersama dalam festival yang dilaksanakan selama dua hari tersebut. Festival ini mengambil kata “medayoan”yang merupakan kata atau ucapan yang sudah sangat jarang didengar di kalangan generasi saat ini, karena medayoan merupakan bahasa Loloan jaman lame (lama),” jelas Eka sebagaimana dikutip dari balisharing.com, 26 Oktober 2023.
Eka menambahkan, apabila kita memasuki pintu gapura kampung Loloan Zaman Lame, kita seolah-olah masuk ke lorong waktu masa lampau, mulai dari banyaknya stand-stand yang telah disiapkan panitia, meliputi stand seni, tradisi dan budaya Loloan jaman lame, seperti stan kuliner jajanan kuno.
Ada berbagai ragam jajanan kuno seperti jaje pasung, amplog, kopyor, cenil, lanun, gorog-gorog, apon, kole, jande merias, kupe-kupe, dan lain-lain, yang saat ini sudah sangat jarang dijumpai di warung modern.
“Hal unik juga terlihat para pengunjung diwajibkan memakai pakaian jaman lame, serba tradisional/Kuno, pementasan drama satu babak dari Sanggar Pilot dengan pemain kunci Ita Amini, seorang pegiat seni di tahun 1990-an. Tampak antusiasme para penonton menyaksikan drama tersebut,” kata Eka Sabara.
Ragam stand yang ditampilkan, antara lain stand pameran foto kuno, pameran benda-benda kuno, seni ngotok, tradisi nelayan ayom-ayom, permainan jaman lame, jedur-jeduran, cikar-cikaran serba bambu, stand nganten kuno, dapur kuno, tradisi ngaji, di’ba’, kain/sarung tenun Loloan.
Sejak pelaksanaan Festival Loloan Jaman Lame yang pertama di tahun 2017 silam, imbuh Eka Sabara, semakin banyak peningkatan yang ditampilkan sehingga menarik para pengunjung, baik dari Jembrana maupun luar Jembrana untuk hadir dan datang ke lokasi Festival Loloan Zaman Lame tersebut. Ini berkat kreativitas para pemuda Loloan yang terus secara intensif menggali dan berdiskusi terkait event ataupun persiapan dari penyelenggaraan festival tersebut.
Wakil Bupati Jembrana IGN Patriana Krisna mengatakan pelaksanaan festival budaya Loloan yang dilaksanakan dengan semangat Sumpah Pemuda ini menyiratkan bahwa semangat berinovasi, berkreatifitas dan sinergitas para remaja Loloan dengan pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
“Ini merupakan kegiatan yang sejalan dengan konsep pengembangan pariwisata kerakyatan, yang diharapkan mampu untuk mempromosikan potensi seni, budaya, tradisi masyarakat dan menghidupkan berbagai sub-sektor ekonomi kreatif sebagai daya tarik wisata,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Sabtu (21/10/2023).
Menurutnya, festival budaya Loloan ini bukanlah sekedar sebuah peristiwa kolektif yang berlalu begitu saja tetapi Festival Loloan Zaman Lame sebagai aktualisasi dan akumulasi pesan yang tiba dengan lembut dari masa lalu, sekaligus menghantarkan selaksa makna yang sudah seharusnya direaktualisasi pada zaman kini dan di masa depan.
“Budaya khas Loloan ini agar terus dijaga dan dilestarikan terutama bagi pemuda pemudi disini agar tidak tergerus jaman. Untuk itu, saya menyambut baik dan memberikan apresiasi atas terselenggaranya Festival ini, dengan harapan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan dikembangkan dengan penuh rasa tanggung jawab dan kreatifitas sebagai sebuah event yang mampu menarik minat wisatawan dengan tetap mengedepankan aspek kearifan lokal,” harap Patriana Krisna.
Ahmad Azmi, Ketua Panitia Festival Loloan Zaman Lame menjelaskan, acara dimulai dengan menampilkan kebudayaan khas Loloan. Tak hanya itu, dalam festival tersebut ditampilkan juga akulturasi budaya sebagai bentuk persaudaraan umat Hindu dengan umat Muslim. “Banyak budaya loloan yang ditampilkan disini, diantaranya tradisi nginang, tradisi ngotok, tradisi rebana, dan tradisi lainnya. Ada juga tari kolaborasi yakni tari Janger dari desa Mertasari tari Rudat Loloan Timur,” jelasnya.
Azmi dan para warga kampung Loloan berharap festival ini bisa terus terselenggara, agar ke depan masyarakat bisa tetap menjaga tradisi yang ada di Loloan. Apa yang dilakukan muda-mudi Loloan ini adalah upaya merawat kebudayaan Melayu-Bugis yang menjadi penanda budaya Loloan. [T]
- BACA artikel lain dari penulis ANGGA WIJAYA