1 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Saklon | Cerpen Sonhaji Abdullah

Sonhaji AbdullahbySonhaji Abdullah
October 28, 2023
inCerpen
Saklon | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ilustrasi tatkala.co

SEORANG laki-laki, dengan rekor sepuluh kali bercinta dalam sehari, enggan memiliki anak, bahkan satu anak sekali pun. Bahkan petisi penolakan telah dikirimnya melalui doa-doa khawatir kepada Tuhan saat bertempur sengit di atas ranjang. Namun, barangkali Tuhan tidak mendengar omong kosong itu dan tetap memberinya seorang anak di tahun kedua pernikahannya dengan Rodiah.

Apa yang dikhawatirkan lelaki itu terus terang memang terjadi betulan dan Tuhan mungkin paling terlibat dalam hal ini karena tidak mengabulkan petisinya. Bagaimana kemiskinan menurutnya hanyalah warisan yang akan terjadi kepada orang kecil di negeri ini.

Sementara keran derita pada bocah yang telah telanjur dilahirkan tanpa keberuntungan itu tidak terduga lebih lama takdir membawanya kepada umur 89 tahun dengan berbagai macam kesengsaraan dalam hidup. Selama itu juga jembut tak terhitung kepada anak itu yang tumbuh bahkan belum lagi helai-helai yang rontok karena penyakit gudik di area pler di waktu remajanya: sama banyaknya dengan nasib buruk yang sudah datang atau masih antre di hari tuanya yang sekarang.

Keran derita mengocor deras. Pori-pori hidup semakin terbuka di punggungnya saat masih kecil. Tetapi satu per satu mulai menyempit setelah bapaknya mati terkena angin duduk selepas pulang dari sawah menangkap katak dan ular kobra untuk dijual. Ia mati ketika bocah itu berumur sepuluh tahun. Sebab mati, sedikitnya ia terbebas dari sabetan apapun jika nakal menangkap katak dan ular tanpa pengawasan si bapak.

Setelah menjadi janda, ibunya juga menghilang. Tetapi tidak mati. Justru pergi bekerja dengan laki-laki lain ke Jambi mengikuti program transmigrasi ala Orba saat ia berumur lima belas tahun. Semenjak itu pula anak itu tak pernah lagi melihat ibunya memasak atau sekadar memarahinya untuk tidak datang ke dapur mencuri tempe atau goreng katak tanpa izin si ibu.

Ibunya tidak pernah pulang. Bukan karena ia kesal kepada anaknya yang sedikit tolol dan sakit-sakitan, tetapi memang untuk memutus rantai kemiskinan dan beban hidup. Sebagai alasan yang magis, orang-orang bilang sudah digondol kolong wewe di Jambi untuk selama-lamanya, untuk menghindari dari pertanyaan ruwet si bocah, “Kemana Ibuku pergi?”

Seorang nenek renta kemudian mengambil hak asuh dan si nenek mati setelah umur anak malang itu 21 tahun.

***

Dua minggu setelah Lebaran adalah hari ulang tahunnya yang ke-89. Bulan bagus ini barangkali hanyalah kebetulan saja atau sebuah kemungkinan ini adalah kado terbaik dari Tuhan karena merasa bersalah telah mengirimnya ke rahim keluarga bencana. Dalam fenomena ini, ia mengaku pernah merayu Tuhan agar hari raya disamakan saja dengan hari ulang tahunnya, sebagaimana perayaan mesti banyak orang dan dirayakan oleh banyak orang pula. Karena itu ia mengakali doa untuk hari raya dan ulang tahunnya disamakan saja.  

Tetapi rupanya setelah Lebaran berlalu dua minggu, rasaanya tetap hambar. Tradisi maaf-memaafkan, bertanya kabar, menangis dan mengalah, terasa biasa. Merayakan hari ulang tahun di rumahnya, bertemu tamu dan lainnya seakan sudah hambar untuk dilakukan oleh orang-orang yang datang ke sana. Termasuk ucapan selamat ulang tahun untuknya dari para tetangga yang masih menaruh rasa iba sedikit demi sedikit tidak lagi terdengar melalui pagar atau jendela.

Setelah hari raya tiada, orang-orang mulai meninggalkan wajah dan basa-basi tidak penting kepada sesamanya. Kembali kepada wajah aslinya yang bias dan mungkin bermoral anyir sebab perut lapar tidak boleh ditahan. Kepada pekerjaan. Orang-orang lebih banyak pergi ke sana. Melakukan hidup dengan sandiwara yang lebih menguntungkan dan tak jarang merupa diri seperti anjing, saling jilat-menjilati atau saling siasat-mensiasati jika bertemu di mana saja. Tetapi Pak Tua, setelah kembali kesepian, satu hari dirinya memilih untuk melamun dan sendiri di perapian dari pada pergi bekerja. Karena mungkin ini adalah masih suasana hari ulang tahunnya, hari istimewa.

Angin segar dari pohon-pohon dan semak belukar di belakang rumahnya masuk ke celah-celah lubang gedeg dan bilik ruang dapur. Menyejukkan. Membantu lamunan kian semakin sakral saat sore hari. Sebatang rokok yang ia hisap dalam-dalam membuat kenikmatan melamun menjadi lebih terasa. Kemudian mengakhirinya dengan ritual minum kopi sebelum akhirnya beranjak untuk mempersiapkan makan malam untuk dirinya sendiri.

Waktu berputar saat melamun memang seakan begitu cepat. Sedang malam. Cahaya bulan telah mengalahkan lampu-lampu lima watt yang bergelantungan di gubuk-gubuk kecil orang kecil, mengalahkan lamunannya juga. Sedang suara kodok, suara serangga serta lolongan anjing terus memuji-muji cahaya bulan dengan suara keras di atas bukit seolah tidak ada lagi cahaya lain. Nyaring! Mengusik untuk sebuah lamunan lanjutan. Separuh malam kemudian berubah menjadi waktu pertempuran Pak Tua untuk menyumpal mulut mereka agar tidak lagi memuji cahaya selain dari cahaya miliknya yang biasa digunakan untuk berburu: menangkap salah satu dari mereka untuk dijual.

Secara terpaksa lamunan ia tinggalkan selepas makan malam. Padahal dirinya telah berjanji pada sang pemilik waktu untuk melamun satu hari penuh dan tidak melakukan apa-apa di depan tungku, sampai api padam. Sampai malam tandas menjadi abu.

Cahaya agung dari seorang lelaki yang tak memiliki pekerjaan terhormat pula cinta. Seolah ini adalah hari terakhir penentuan sikap malam-malam. Perlahan-lahan lelaki tua itu mulai menyusuri jalan yang berbeda dari arah suara-suara bajingan yang didengarnya nyaring ingin disumpal. Tetapi dasar tua yang plin-plan, mudah sekali ia mengganti rasa ingin dalam membuktikan sesuatu yang lain, yang dianggapnya lebih jelas dan penting secara tiba-tiba. Katanya, lelah batin menuntun jalan hidup yang benar dan puas. Bukan lagi atas bisingnya suara binatang yang memuji cahaya bulan daripada cahaya di kepalanya sendiri. Persetan! Dan hanya sedikit pula untuk peduli pada itu dan dendam redup perlahan-lahan dalam hatinya. Tentu saja tidak sesuai dengan rencana awalnya yang jahat: menyekap dan menangkap. Dan menjualnya kepada tengkulak hewan. Atau, paling sadis ia panggang sendiri sebagai hidangan sarapan pagi esok.

Hutan kecil membawanya kepada hamparan sawah-sawah setelah membungkuk tertatih-tatih berjalan. Pertarungan yang sengit antara cahaya di kepalanya dengan cahaya bulan berebut lapak-lapak gelap di antara petak-petak sawah milik tuan tanah dan makelar. Sebuah saung tempat buruh tani beristirahat mulai terlihat dari kejauhan. Akhirnya. Ke sana ia berjalan menemui temannya bernama Saklon. Setelah melewati dua puluh petak sawah dan satu hutan kecil. Dengan dengusan yang boros, Pak Tua berjalan ke sana seperti orang yang akan kehabisan nafas. Bunyi jirigen kosong pun beradu dengan pinggangnya bercampur dengan rasa letih sedikit dendam. Disana ia merebahkan tubuh lelahnya kemudian sembari menanti sesuatu.

Ia mengalah pada cahaya bulan setelah tubuh merebah, senter dimatikan. Setelah beberapa menit mendiamkan diri mengatur nafas dengan tenang. Perlahan wajah jelek Saklon temannya itu mulai menampakan diri dari gulma dan kemudian melompat keatas daun yang cukup lebar.

 “Halo!! Pak Tua. Bagaimana kabarmu?” sapa Saklon.

Sementara gundukan hitam mulai merayapi kepada mereka dan nyaris merusak tatapan mereka ketika awan tebal yang datang dari arah Selat Sunda menutupi cahaya bulan untuk menerpa penuh di beberapa sawah di bagian timur, khususnya di saung kecil tempat mereka bertemu yang menjadi gelap. Sehingga kembali Pak Tua menyalakan senternya di kepala untuk menatap Saklon agar lebih terlihat. Tetapi senter yang ia gunakan hanya sebentar menghasilkan cahaya, habis baterai dan kemudian mati seketika.

Daripada senter dan bulan, justru kunang-kunang yang menyelamatkan mereka dari kegelapan sehingga obrolan terselamatkan menyala di antara mereka. “Hai!! Kabarku baik. Maafkan aku baru menemuimu sekarang, Kawan!”

“Tidak mengapa, Pak Tua. Aku tahu kau sedang sibuk merayakan hari gembira. Aku mendengar kalian menyebut nama Tuhan dari pengeras suara akhir-akhir ini. Apakah kalian sedang melakukan perayaan hari raya?”

“Ya. Kami juga menyebutnya sebagai hari kemenangan. Hari dimana orang-orang harus meminta maaf dan saling memaafkan. Mengalah dan bergembira, termasuk aku.  Sebagai penjahat kecil, aku mesti meminta maaf juga kepadamu. Karena di selatan, teman-temanmu banyak aku tangkap untuk dijual. Karena itu aku datang. Ini adalah hari istimewa untuk datang,”

“Aku menyukai pengakuanmu sebagai penjahat kecil. Tapi, berapa katak yang sudah kamu tangkap malam ini?”

“Terima kasih, Kawan. Ah, tidak ada! Aku tidak akan menangkap Saklon manapun malam ini dan sampai minggu depan. Ini masih dalam suasana hari raya sebab emuanya harus bergembira dan menang!”

Saklon hanya terheran-heran karena sulit untuk dipercaya bagaimana bisa seorang sepuh yang ahli dalam menangkap katak sejak kecil, kadal dan ular, dan beredar pula cerita jahatnya di kalangan binatang yang lain menurut leluhur mereka, tidak menangkap seekorpun secara buas malam ini kecuali seratus kunang-kunang didalam jirigen.

“Lantas untuk apa kau membawa jirigen ini?” tanya Saklon merasa aneh.

“Tidak untuk apa. Aku memang senang saja membawanya sedari dulu. Ini menandakan bahwa ini adalah aku. Yaa.. ini adalah aku dan tidak berubah…!”

 “Hoahhh…” ucapnya datar dan muak. “O, iya, aku sempat mendengar kabar dari angin timur arah kota. Tidak lama lagi sebuah kelompok dari bangsamu akan memotong bukit di Selatan; melubanginya sampai dalam dan menyulap panas bumi menjadi sumber cahaya. Mengambil air sebanyak-banyaknya. Apakah kau pernah mendengar itu dan atau termasuk di antara mereka sebagai pion?”

Pak Tua itu melepas jirigen dari tubuhnya dengan perlahan. Memperkirakan sesuatu yang sebelumnya belum pernah ia dengar. Dahinya yang sudah mengkerut oleh usia semakin mengkerut saja ketika dipaksa berfikir keras. Mulailah ia menelisik kembali ingatan apakah pernah mendengar atau adalah bagian dari mereka sebagai pion. “Aku tidak tahu! Darimana kau tahu tentang hal ini?”

“Dasar tua yang tolol dan tidak berubah! Makanya nasibmu hanya menjadi penjahat kecil dan tidak punya cinta. Sudah kukatakan tadi, dari angin timur arah kota!” [T]

  • BACA CERPEN-CERPEN LAIN
Cinta dan Ilusi | Cerpen Ikrom F.
Perempuan di Bawah Rembulan | Cerpen IBW Widiasa Keniten
Betapa Pekat Asap di Puncak Semeru | Cerpen Arnata Pakangraras
Tags: Cerpen
Previous Post

Puisi-puisi Gilang Sakti Ramadhan | Anggaran Perubahan Daerah

Next Post

“Gema Ladang”: Nyanyian Ladang dan Ratapan dari Flores Timur

Sonhaji Abdullah

Sonhaji Abdullah

Kontributor tatkala.co

Next Post
“Gema Ladang”: Nyanyian Ladang dan Ratapan dari Flores Timur

“Gema Ladang”: Nyanyian Ladang dan Ratapan dari Flores Timur

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co