2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Islam Agama Pembebasan

JaswantobyJaswanto
October 4, 2023
inEsai
Islam Agama Pembebasan

Islam | Ilustrasi diolah oleh tatkala.co

BEBERAPA HARI INI, saya dibuat gelisah oleh dua buku yang baru-baru ini selesai saya baca. Buku yang berjudul Islam Politik: Sebuah Analisis Marxis karya Deepa Kumar dan Kiri Islam: Antara Modernisme dan Posmodernisme karya Kazuo Shimogaki ini benar-benar memaksa saya untuk mengakui bahwa per hari ini, Islam hanya dimanfaatkan—meminjam istilah Ulil Abshar Abdalla—sebagai semacam “obat” (opium) saja bagi masyarakat, jika istilah Marxian yang agak kurang “sopan” ini boleh saya pakai di sini.

Dua buku tersebut menguatkan keyakinan saya, bahwa Islam sejatinya tidak hanya sekadar persoalan “halal-haram” saja, tapi juga sebagai “cara pandang”, “norma hidup”, serta semacam “weltanschauung”—pandangan hidup.

Tauhid tidak hanya sekadar “Keesaan Tuhan” semata, tapi harus dipahami juga sebagai “penyatuan”. Sebab, menurut Toshio Kuroda dalam Islam Jiten, Islam adalah norma kehidupan yang sempurna yang dapat beradaptasi dengan setiap bangsa dan setiap waktu.

Firman Allah adalah abadi dan universal, yang mencakup seluruh aktivitas dari seluruh suasana kemanusiaan tanpa perbedaan apakah aktivitas mental atau aktivitas duniawi.

Dan seperti yang dikatakan Arthur Goldshmidt Jr. dan Lawrence Davidson, yang dikutip oleh Deepa Kumar dalam Islam Politik bahwa “Islam yang dibayangkan Muhammad adalah ajaran yang mengombinasikan spiritualitas dengan politik, ekonomi, dan adat istiadat sosial. Ia sendiri memainkan peran baik sebagai pemimpin politik dan relijius, dan kekuasaannya dalam dua hal tersebut tak terbantahkan”.

Artinya, Islam adalah agama yang mengatur seluruh aktivitas kemanusian di dunia ini; dan maka daripada itu, Tauhid adalah “penyatuan” antara spiritual dan material, antara dunia dan akhirat, antara jasmani dan rohani, antara individu dan sosial, antara hubungan dengan Tuhan, manusia, dan alam semesta.

Jika Islam dipandang hanya mengurusi persoalan akhirat saja, maka yang terjadi hanyalah kemunduran—sikap pasrah—umat Islam itu sendiri.

Modernisme Islam

Di Indonesia, umat Islam secara umum dapat kita kelompokkan menjadi dua golongan (jika salah mohon diluruskan): umat Islam sinkretis dan umat Islam yang mengaku masih “pristine”.

Islam sinkretis, di mana-mana, dituduh sebagai representasi dari Islam dekaden warisan abad kemunduran. Seperti tahlil, misalnya, yang pernah “diejek” sebagai “ikon” dari kemunduran Islam itu sendiri.

Sedangkan, gerakan Islam modern yang hendak mengikis habis elemen-elemen sinkretis dan irasional itu pun sedang mengalami kemandegan. Dalam esai bertajuk Kado Emha dan Islam Balsam—esai yang dimuat majalah TIRAS pada 5 Desember 1996—Ulil Abshar Abdalla menliskan, proyek modernisme Islam di Indonesia sekarang ini sedang mengalami tantangan yang serius.

Hal itu terjadi pada dua level sekaligus, yakni level esoteris yang langsung berkaitan dengan privacy kehidupan keagamaan per individu, serta level eksoterik yang berkaitan dengan sektor publik dalam penataran kehidupan bermasyarakat.

Ulil menjelaskan, pada level esoteris, modernisme Islam gagal memberikan landasan “makna hidup”—lebih dulu ia menjelaskan bahwa semula modernisme Islam menyasar tentang “pencerah akal”, tanwirul uqul, agar tercapai apa yang dicita-citakan, yakni simetrisme atau kesejajaran antara ajaran Islam dengan capaian-capaian teknologi modern.

Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Masyarakat Islam kota yang menjadi basis sosial gerakan modernisme Islam justru “banting setir” dan kasmaran berat dengan “pencerahan hati”, tanwirul qulub, tasawuf—kepada masyarakat modern (urban) yang mengalami—ia meminjam istilah Prof. Nasr—“kesengsaraan” (spiritual) sehingga terpaksa harus balik lagi mengais-ngais dari “kebijaksanaan spiritual” lama untuk mengobati “kesengsaraan” tersebut.

Ulil melanjutkan, di level eksoterik, proyek modernisme Islam (setidaknya di Indonesia) juga dipersoalkan, karena ujung-ujungnya justru pada apa yang sering disebut sebagai “politik representasi”, yakni tuntutan akan keterwakilan umat Islam dalam distribusi kekuasaan di tingkat elite (kata “elite” ini harus memperoleh garis bawah).

Banyak orang menganggap, inilah yang menjadi bibit kawit (asal mula) dari munculnya kembali kecenderungan politik aliran di Indonesia akhir-akhir ini.

Oleh karena itu, agenda politik yang selalu menjadi persoalan kaum modernis Islam di Indonesia adalah bagaimana meletakkan Islam dalam perjuangan demokratisasi yang sekarang ini menjadi “common denominator” dari perjuangan masyarakat sipil (jika memang ada) secara umum di Indonesia sekarang.

Ada kesan bahwa, demokratisasi merupakan semacam “ancaman” terhadap kepentingan jangka pendek (“politik representasi”) kaum Islam modernis tersebut.

Islam yang Membebaskan

Masih tentang esai Ulil. Ia juga menjelaskan bahwa Islam diratifikasi melalui simbol-simbolnya untuk kebutuhan pemenuhan hasrat “konsumeristis” masyarakat kota. Meminjam bahasa Alquran, katanya, Islam berhenti berfungsi sebatas sebagai “obat”, syifa’, bukan dilanjutkan sebagai hudan, penunjuk, ke arah perubahan dalam tatanan yang tidak adil di masyarakat.

Singkat kata, Islam di tangan kaum modern sekarang ini menjadi cenderung “terapeutik”, mengobati saja. Islam balsam, kata Sritua Arif—Emha Ainun Najib—yang mengagumi Ali Syariati itu.

Ulil melanjutkan, Islam yang terapeutik dan akomodatif sekarang ini kurang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat banyak. Karena dari dulu, fungsi itulah yang memang menonjol.

Melihat kondisi yang demikian, mari kita kembali kepada buku Kiri Islam: Antara Modernisme dan Posmodernisme karya Kazuo Shimogaki di awal.

Tugas Kiri Islam (maksudnya jurnal berkalanya Hassan Hanafi yang bertajuk Al-Yasȃr al-Islȃmȋ: Kitȃbȃt fȋ an-Nahdhah al-Islȃmiyyah—Kiri Islam: Beberapa Esai tentang Kebangkitan Islam) adalah menguak unsur-unsur revolusioner dalam agama, dan menjelaskan pokok-pokok peraturan antara agama dan revolusi.

Dalam hal ini, agama sebagai landasan dan revolusi merupakan tututan zaman, sebagaimana para filsuf muslim pendahulu kita mengupayakan peraturan antara filsafat (al-hikmah) yang merupakan keharusan zaman dengan syari’at sebagai landasan.

Atau lebih ekstrem lagi, keluar dari konteks pembahasan tulisan ini, solusi jernih ditawarkan oleh Deepa Kumar dalam Islam Politik: Sebuah Analisis Marxis. Untuk melawan kerusakan, baik yang ditimbulkan oleh kapitalisme dan imperealisme, hanya dapat ditempa dengan membangun kembali kaum kiri. Seperti yang telah ditunjukkan dari berbagai perjuangan dari Pakistan dan Iran, ke Aljazair, Tunisia, dan Mesir, sistem ini memaksa orang-orang bisa untuk melawan balik.

Kiri yang seperti ini tak hanya akan menunjukkan sebuah kepemimpinan yang berbeda melawan imprealisme kultural Barat, namun juga terorganisir melawan prioritas kapitalisme neoliberal dan kelas-kelas pemimpin lokal yang beruntung karenannya. Ini adalah tantangan milenium baru.

Lain halnya dengan dua buku di atas, Ulil dalam esainya menuliskan: Jika memang Islam adalah “kado”—istilah Emha Ainun Nadjib dalam sebuah album berjudul Kado Muhammad—maka janganlah ia menjadi kado “natal” yang dibagi-bagikan kepada “anak-anak kota” belaka.

Seharusnya kado (hadiah) itu harus dibagikan kepada seluruh semesta alam; kepada kaum tertindas (kelas bawah), sebagai kado “pembebasan” yang pernah diucapkan Muhammad ketika membebaskan Mekkah dulu: Antumuth Thulaq’, kalian bebas. Jadi yang penting bukan kadonya, tapi jenis kado itu sendiri, serta buat siapa.

Sampai di sini, sekali lagi, Islam bukan hanya soal “halal-haram” saja ,“boleh dan tidak boleh”, “benar dan salah”, tapi Islam harus juga dipahami sebagai ilmu, aksi, Tauhid, dan kesyahidan. Islam harus bisa membebaskan; menjadi ilmu tentang rakyat (ilm al-jamȃhir).[T]

Membaca Soekarno dari Sudut Kontrakan [2] : Nasionalisme, Islamisme, Marxisme
Menengok Wisata Religi Islami di Jembrana, Bali
Catatan Harian Sugi Lanus# Benar Majapahit Islam?

Tags: esaiIslamPolitik
Previous Post

Gigi Emas, Rasa Ngilu Seorang Pematung

Next Post

Humor Adalah Obat | Catatan Pengantar Buku Sehat Ketawa ala Dokter Arya

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Humor Adalah Obat | Catatan Pengantar Buku Sehat Ketawa ala Dokter Arya

Humor Adalah Obat | Catatan Pengantar Buku Sehat Ketawa ala Dokter Arya

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co