5 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Pak Sarman: Dukun Ebeg yang Berjanji Menjaga Tradisi

ChusmerubyChusmeru
October 2, 2023
inPersona
Pak Sarman: Dukun Ebeg yang Berjanji Menjaga Tradisi

Sarman / Foto: Dok. Penulis

UMURNYA tidak muda lagi. Lelaki yang hingga kini masih setia menggeluti tradisi ini telah berusia 75 tahun. Dialah Pak Sarman. Dukun Ebeg dari Kelurahan Bobosan, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang tampak masih kekar di usianya yang sekarang.

Ebeg atau Kuda Lumping adalah kesenian tradisional yang sangat populer di masyarakat Jawa Tengah. Biasanya Ebeg dimainkan dalam beberapa sesi, dan dipertunjukkan di lapangan desa. Para penonton datang dari masyarakat setempat atau desa tetangga.

Perangkat Ebeg terbuat dari anyaman bambu yang menyerupai kuda dan dicat warna-warni. Musik gamelan ditabuh untuk mengiringi tarian Ebeg. Sedangkan sinden atau penyanyi akan mendendangkan lagu-lagu Jawa mengikuti gerak langkah pemain Ebeg.

Pak Sarman memperagakan tarian Ebeg / Foto: Dok.Penulis

Sesi yang paling ditunggu oleh para penonton adalah mendeman, yaitu saat pemain Ebeg mendem, kerasukan atau kesurupan tak sadarkan diri. Pada sesi ini, para pemain Ebeg yang mendem akan menari lincah dengan tatapan kosong. Sesekali mereka minta “makan dan minum” berupa sesaji, seperti beraneka bunga, dedak, kelapa muda, dan sebagainya. Bahkan ada pemain Ebeg yang minta “makan” pecahan kaca maupun silet.

Suka dan Duka

Menjadi dukun Ebeg bagi Pak Sarman seperti sudah merupakan bagian dari hidupnya. Apalagi ketika usianya masih muda, ia begitu semangat menjalani profesi itu. Sebab, keberhasilan pertunjukan Ebeg sangat bergantung padanya.

Dukun Ebeg berperan memandu dan mengendalikan pertunjukan. Mulai dari mempersiapkan sesaji, membuat pemain Ebeg mendem, serta menyadarkan kembali para pemain. Itu semua ia lakukan sejak pertunjukan dimulai pada pagi hari hingga menjelang sore. Istrinya, Karsinah yang berusia 69 tahun, ikut membantu menjadi sinden mengiringi tarian Ebeg.

Banyak suka dan duka menjadi dukun Ebeg. Sukanya tentu saja ketika pertunjukan berjalan lancar dan banyak penonton. Rasa lelah terbayar oleh kepuasan penonton saat banyak pemain yang mendem sambil mempertontonkan atraksi magis dan mendebarkan.

“Saya punya kelompok Ebeg Trenggini Kento Sukmo. Dulu sering ditanggap ke luar kota,” kata Pak Sarman. Dia pun menjelaskan makna di balik nama kelompok Ebegnya. Trenggini berarti trengginas atau lincah. Kento adalah nama leluhur di kampungnya. Sedangkan Sukmo berarti sukma atau roh. Jadi dia berharap kelompok Ebegnya akan bermain lincah berkat restu dari roh leluhur di kampungnya.

Pak Sarman bersama istri di rumah / Foto: Dok.Penulis

Meski demikian, pak Sarman juga kerap menemui situasi yang kurang menyenangkan. Ketika pertunjukan sedang berlangsung seru, tiba-tiba turun hujan. Penonton pun bubar. Oleh sebab itulah ia selalu berdoa dan berusaha setiap menjelang pertunjukan agar tidak turun hujan.

Situasi kurang menyenangkan lain yang sering ia temui adalah ketika ada pemain Ebeg yang sulit sadar kembali. “Biasanya ada saja pemain Ebeg yang mendem terlalu lama dan sulit sadar kembali. Permintaannya macam-macam,” ujar Pak Sarman.

Sesaji atau “makanan” untuk pemain Ebeg juga tidak boleh ada yang kurang. Oleh karena itu ia selalu menyiapkan sesaji secara komplet. Kekurangan sesaji dapat menghambat pertunjukan. Apalagi jika banyak pemain Ebeg yang kesurupan, maka akan cepat menghabiskan “makanan” sesaji itu.

Mendem Bohongan

Ditemani istri setianya, perbincangan seputar Ebeg dan tradisi Jawa dengan Pak Sarman terasa tak ada habisnya. Rumah yang sejuk di bantaran sungai itu menjadikan obrolan semakin mengalir bagai deras air sungai.

Saat ditanya tentang perkembangan kesenian tradisional Ebeg, Pak Sarman merasa bangga sekaligus prihatin. Rasa bangga itu muncul lantaran masih ada orang yang menggemari kesenian Ebeg di tengah perkembangan zaman. Meski kini hanya sedikit orang yang menanggap Ebeg ketika melaksanakan hajatan. Tidak seperti dulu, hampir setiap minggu ada pertunjukan Ebeg di desa.

Akan tetapi di sela rasa bangganya itu, Pak Sarman merasa prihatin dengan para pemain Ebeg saat ini, terutama pemain Ebeg anak-anak. “Mereka maunya mendapat indang secara cepat dan gampang. Tidak mau tirakat seperti pemain Ebeg zaman dulu,” tutur Pak Sarman.

Indang adalah sejenis roh halus yang akan diminta untuk merasuk ke dalam tubuh pemain Ebeg sehingga dapat mendem. Untuk mendapatkan indang biasanya pemain Ebeg harus melakoni tirakat berupa puasa beberapa hari dan ritual berendam di pertemuan dua aliran sungai atau campuhan. Setelah itu mendatangi tempat keramat, seperti makam leluhur maupun pohon besar untuk mendapatkan indang.

Para pemain Ebeg anak-anak banyak yang tidak mau menjalani tirakat untuk mendapatkan indang tersebut. Mereka biasanya menyuruh orang lain untuk menggantikan tirakat. Bahkan diduga ada juga fenomena jual beli indang. Ada orang yang memiliki indang, kemudian dijual kepada orang lain tanpa harus menjalani tirakat. Menurut Pak Sarman, indang seperti itu adalah bohong atau palsu.

Ada fenomena lain yang membuat Pak Sarman merasa prihatin. Pemain Ebeg yang tidak memiliki indang, tapi ingin tampak seperti kesurupan. Jalan pintas yang diambil adalah dengan minum ciu atau sejenis minuman tradisional yang mengandung alkohol. Alhasil, mereka akan mabuk dan ikut menari di tengah pertunjukan. Hal itu yang disebut sebagai mendem bohongan.

“Anak-anak minum ciu biar dikira mendem. Biasanya ini yang memicu terjadinya perkelahian di tengah pertunjukan Ebeg. Mereka tidak mendem beneran, tapi mabuk ciu,” kata Pak Sarman dengan nada kesal.

Menjaga Tradisi

Obrolan dengan Pak Sarman semakin asyik ketika istrinya menyuguhkan teh manis dan mendoan, makanan camilan khas Banyumas, yaitu tempe yang dibalut tepung dan digoreng setengah matang. Sambil mengenang masa-masa kejayaan di waktu lalu, Pak Sarman bercerita tentang kelompok Ebegnya yang dahulu sering ditanggap di desa dan luar kota.

“Tarifnya beda kalau ditanggap di desa sendiri dan di luar kota. Kalau di luar kota harus ditambah ongkos sewa kendaraan untuk mengangkut pemain dan alat-alat kesenian,” paparnya. Di desa sendiri tarif ebeg saat ini yang dipatok berkisar angka empat juta rupiah. Sedangkan di luar kota bisa mencapai delapan juta rupiah.

Pak Sarman tidak pernah berpikir tentang keuntungan ekonomi ketika kelompok Ebeg-nya ditanggap. Uang tanggapan Ebeg yang diterima dialokasikan untuk banyak hal, seperti sewa sound system, sewa mobil angkutan barang, membeli sesaji, konsumsi pemain dan penabuh gamelan, serta honor untuk kelompoknya. Berapa pun yang tersisa ia syukuri saja. Baginya, kelompok Ebegnya masih dapat pentas saja sudah senang.

Pak Sarman menjadi narasumber di Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto / Foto: Dok.Penulis

Kini di usianya yang sudah tidak muda lagi, Pak Sarman memilih tidak terlalu aktif lagi dalam kesenian Ebeg. Ia lebih berperan mengasuh dan membina pemain serta dukun Ebeg muda. Apalagi kini ia sudah dikaruniai 12 cucu dan dua orang cicit.

Keinginan terbesar Pak Sarman yang akan terus dipegang teguh adalah menjaga tradisi. Salah satu anak lelakinya juga menjadi pemain Ebeg. Namun sekarang juga sudah tidak aktif lagi karena harus bekerja. Padahal anak lelakinya sempat menjadi pemain Ebeg idola di kampungnya.

“Anak saya kalau menari bagus sekali. Banyak anak gadis yang tergila-gila pada anak saya,” ceritanya, bangga sambil tertawa lebar.

Meskipun ia hendak “pensiun” dari kesenian Ebeg, dia tetap berjanji untuk terus menjaga tradisi agar Ebeg tetap lestari. Salah satunya adalah dengan menyewakan perlengkapan Ebeg kepada masyarakat maupun anak-anak sekolah untuk kepentingan karnaval. Satu kebanggaan ketika ada karnaval Agustusan di desa banyak yang menggunakan kostum Ebeg.

Pak Sarman bersama mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto / Foto: Dok.Penulis

Momen paling membanggakan bagi Pak Sarman adalah tatkala ia diundang ke kampus untuk berbagi pengalaman. Ya, beberapa kali Pak Sarman diminta untuk menjadi narasumber di kampus untuk berbagi cerita tentang Ebeg.

Seperti pada tanggal 21 September 2023 yang lalu, Pak Sarman diundang oleh Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, untuk mengisi materi tentang Ebeg. Meskipun ia hanya sempat mengenyam pendidikan hingga kelas 5 Sekolah Dasar, Pak Sarman bangga dapat menunjukkan kepeduliannya dalam melestarikan tradisi di hadapan mahasiswa.

“Anak muda sekarang sibuk main HP. Banyak sekali tontonan di HP.  Tidak peduli pada tradisi. Banyak anak muda yang tidak lagi mengenal kesenian daerahnya. Harus ada yang nguri-uri (merawat dan menjaga) tradisi,” katanya, menutup obrolan.

Pak Sarman, usia boleh beranjak tua. Namun semangat menjaga tradisi tak pernah reda. Janji itu akan terus ia genggam hingga tubuhnya renta.[T]

Baca juga artikel terkaitTOKOHatau tulisan menarik lainnyaCHUSMERU

Reporter: Chusmeru
Penulis: Chusmeru
Editor: Jaswanto

Dek Cita: Aktivis ‘98, Politisi, dan Politik Keseimbangan
I Ketut Suwela, Atlet Atletik 80-an, Berlari Sampai Thailand
Jejak Historis I Ketut Rina Bersama “Cak Tarian Rina”
I Ketut Wisana Ariyanto: Guru Muda Pelukis Naturalis
Dicky Bisinglasi: “Membekukan” Peristiwa Olahraga dengan Kamera
Tags: Jawa TengahsenimantokohTradisi
Previous Post

Filosofi Teras, Way of Life, dan Kendali Emosi Manusia ala Henry Manampiring

Next Post

Jangan Alergi Terhadap Hybrid Learning Pada Anak

Chusmeru

Chusmeru

Purnatugas dosen Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP, Anggota Formatur Pendirian Program Studi Pariwisata, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah. Penulis bidang komunikasi dan pariwisata. Sejak kecil menyukai hal-hal yang berbau mistis.

Next Post
Jangan Alergi Terhadap Hybrid Learning Pada Anak

Jangan Alergi Terhadap Hybrid Learning Pada Anak

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ritual Sebelum Bercinta | Cerpen Jaswanto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025

“Hey, do you sell this sauce? How much is it?” tanya seorang turis perempuan, menunjuk botol sambal di meja. “It’s...

by Dede Putra Wiguna
June 5, 2025
Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025

MATAHARI menggantung tenang di langit Ubud ketika jarum jam perlahan menyentuh angka 12.30. Hari itu, Minggu, 1 Juni 2025, Rumah...

by Dede Putra Wiguna
June 4, 2025
Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng
Kuliner

Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng

SORE menjelang malam di Pasar Senggol, di Pelabuhan Tua Buleleng, selalu tercium satu aroma khas yang menguar: adonan tipis berbahan...

by Putu Gangga Pradipta
June 4, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co