31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Raja Airlangga Pemimpin Tanah Jawa Berdarah Bali

Kadek Edi PalgunabyKadek Edi Palguna
June 20, 2023
inEsai
Raja Airlangga Pemimpin Tanah Jawa Berdarah Bali

Airlangga diarcakan sebagai Wisnu | Foto: internet

BELUM LAMA INI masyarakat begitu sering mendengar istilah cawe-cawe. Istilah yang sempat dilontarkan orang nomor satu di Indonesia itu mungkin istilah baru bagi masyarakat Bali. Ya, istilah itu tentu saja berhubungan dengan isu-isu yang berkembang terkait dengan masalah politik, terutama masalah calon pemimpin negeri pada Pemilu 2024.

Cawe-cawe adalah kata yang diambilk dari bahasa Jawa. Jika ingin tahu artinya, bukalah KBBI. Dan, ngomong-ngomong tentang Jawa, barangkali banyak yang memaklumi bahwa salah satu syarat yang tak tertulis, tapi sepertinya bersifat mutlak, bahwa calon dan atau pemimpin Indonesia  semestinya berasal dari tanah Jawa. Hal ini tentunya dikuatkan dengan berbagai fasilitas dan pusat pemerintahan yang berada di Pulau Jawa, dan penduduk negeri ini juga basisnya ada di Jawa.

Barangkali karena itu pula, cawe-cawe, yang merupakan kata dari bahasa Jawa juga dengan gampang bisa populer dan memicu polemik, bukan hanya di Jawa, melainkan juga di Indonesia. Jangan-jangan, cawe-cawe, sebentar lagi akan menjadi istilah yang jamak juga digunakan untuk membicarakan hal lain selain politik.

***

Bicara soal calon presiden, atau presiden, harus diingat juga bahwa presiden pertama negeri ini, Soekarno, ternyata separuh berdarah Bali, dan separuhnya berdarah Jawa yang dikuatkan dengan domisili beserta kultur yang membesarkan tokoh itu.

Penyebutan “darah” (bukan asal atau domisili) tentunya bukan mengarah pada keyakinan bahwa darah Si A atau darah Si B paling kuat di Indonesia. Namun penyebutan “darah” ini sesungguhnya untuk mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia sudah sejak dulu menerima keberagaman suku, termasuk dalam proses perkawinan.

Mari kita melompat sebentar ke masa lalu. Ada tokoh yang memiliki kesamaan cerita dengan Soekarno, yakni Raja Airlangga, yang lahir dan eksis pada 1000 tahun sebelum Soekarno memimpin.

Uniknya rekam jejak kelahirannya hampir sama persis, yakni sama-sama memiliki separuh darah Jawa dan separuhnya darah Bali. Namun yang membedakan adalah domisili dan kultur Raja Airlangga muda berasal dari Bali.

Catatan tentang Raja Airlangga berdasarkan data arkeologis sebenarnya sudah dikupas banyak oleh Ninie Susanti, Arkeolog Universitas Indonesia dalam buku Airlangga,Biografi Raja Pembaru Jawa Abad XI tahun 2010.

Dalam buku tersebut, salah satunya menyebutkan bahwa berdasarkan data Prasasti Pucangan berangka taun 1037 Masehi, Raja Airlangga menuliskan silsilahnya yang mengaku sebagai keturunan Raja Mpu Sindok pemimpin Kerajaan Mataram di Jawa Timur pada tahun 929-948 Masehi. Klaim tersebut diambil dari garis ibu Airlangga, yakni sebagai anak pertama dari Mahendradatta yang merupakan cicit dari Mpu Sindok.

Mahendradatta adalah istri dari Raja Udayana yang merupakan keturunan Dinasti Warmadewa yang memerintah Bali pada tahun 989-1011 Masehi. Dalam buku Sejarah Bali, Dari Prasejarah Hingga Modern, yang ditulis tahun 2018 oleh para pakar sejarah Bali (Ardika, dkk.), disebutkan bahwa Raja suami istri tersebut memiliki tiga putra yakni Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu.

Airlangga pada umur 16 tahun kemudian diutus ke Jawa untuk menikahi putri Raja Dharmawangsa Teguh dan menlanjutkan tahta kerajaan Jawa saat itu. Sedangkan adik-adiknya Marakata dan Anak Wungsu, setelah cukup umur, secara bergilir kemudian menggantikan ayahnya dan meneruskan dinasti Warmadewa sebagai pemegang pemerintahan di Bali kala itu.

Dinasti Warmadewa dimulai pada tahun 913 Masehi dengan nama raja pertama yang muncul adalah Sri Kesari berdasarkan catatan Prasasti Blanjong, Prasasti Penempahan dan Malet Gede.  

Jika kita bandingkan pada saat mulainya dinasti Warmadewa tampaknya Mpu Sindok di Jawa belum memerintah sebagai raja, dan 16 tahun kemudian barulah ia memegang pemerintahan Mataram Jawa Timur. Ini memperkuat bahwa ia mungkin sudah mengetahui pada saat memerintah, bahwa di seberang timur Jawa tampaknya sudah ada kerajaan yang besar dipegang oleh dinasti Warmadewa.

Perkawinan antar keluarga kerajaan bisa saja sebagai langkah politik suatu kerajaan untuk melebarkan kekuasaan. Di sisi lain perkawinan tersebut justru mengisyaratkan pada saat itu terjadi hubungan yang sangat baik antara kerajaan Jawa dengan Bali, dan tidak ada catatan yang mengarah pada proses penaklukan antara kerajaan di Bali dan Jawa saat itu.

Langkah perkawinan yang dilakukan dalam hal ini juga bisa diketahui bahwa Kerajaan Bali saat itu tampaknya patut diperhitungkan oleh kerajaan lain, terkesan tidak mudah ditaklukkan. Penaklukan secara langsung memang tidak dilakukan dengan praktis, namun dari segi sosial budaya tampaknya semenjak kedatangan Mahendradatta ke Bali, beberapa unsur kehidupan masyarakat tampaknya mengadopsi unsur sosial budaya masyarakat Jawa.

Hal tersebut dapat diketahui dari beberapa catatan prasasti masa Mahendradatta-Udayana mulai menggunakan bahawa Jawa Kuno, sistem birokrasi dengan nama-nama jabatan seperti di Jawa, dan istilah karaman untuk penyebutan desa.

Airlangga menyadari dirinya sebagai keturunan dari dua dinasti besar kala itu, dan tampaknya ia percaya diri untuk melanjutkan tahta pemerintahan Mataram Kuno yang pindah ke Jawa Timur. Hal itu juga diperkuat dengan menikahi anak dari keturuan dinasti Isana sendiri. Awal pemerintahan yang ia terima tampaknya tidak dalam keadaan baik, justru sedang mengalami kehancuran atau disebut Pralaya.

Dalam buku Ninie Susanti disebutkan bahwa pada awal masa pemerintahan, Airlangga harus menghadapi tahap konsolidasi. Kerajaan-kerajaan kecil yang dahulunya di bawah kekuasaan Dharmmawangsa Teguh (sebelum Airlangga) tampaknya banyak yang membelot melakukan perlawanan-perlawanan hingga penyerangan yang menewaskan Raja.

Serangan demi serangan terhadap kerajaan yang membelot terus dilakukan oleh Airlangga, hal tersebut telah dicatatkan dalam beberapa prasastinya seperti Prasasti Cane dan Prasasti Pucangan. Dalam Prasasti tersebut dinyatakan bahwa dalam rentang tahun 1029-1037 Masehi, Raja Airlangga telah mendapatkan kemenangan dengan mengalahkan musuh-musuhnya.

Adapun beberapa kerajaan yang disebutkan telah dimusnahkan yakni Wuratan, Haji Wengker, Haji Wurawari dan juga telah menaklukan kerajaan yang dipimpin Raja Wanita yang tidak disebutkan wilayah keerajaannya.

Selama masa konsolidasi usai dilakukan Raja Airlangga kemudian menata kembali wilayahnya dengan baik, mulai dari memperhatikan ekonomi, sosial budaya dan agama. Pada masa ini juga Raja Airlangga telah memberikan hadiah berupa sima kepada penduduk atau desa-desa yang telah membantu raja untuk mengalahkan musuhnya.

Sima adalah status bebas pajak atau kewajiban-kewajiban yang diberikan oleh raja untuk sebidang tanah tertentu. Pemberian sima tersebut diresmikan melalui pemberian prasasti yang salah satunya menyebutkan pemberian status tersebut.

Dalam prasasti-prasastinya juga disampaikan bahwa Raja Airlangga bergelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawansa Airlangga Anantawikramotunggadewa. Nama tersebut tampaknya mengarah pada betapa besarnya kekuasaan beliau sebagai seorang raja yang menjadi penguasa wilayah dengan kekuatan-kekuatan sang Buda sebagai salah satu awatara Wisnu.

Pada masa akhir pemerintahannya,  Raja Airlangga  kemudian menjalani masa pensiunnya dengan menjalani tahapan hidup wanaprasta sebagai pendeta dengan gelar Aji Paduka Mpungku Sang Pinakacatra ning Bhuwana.

Alih-alih mencari ketenangan dengan menjalani kehidupan wanaprasta, Raja Airlangga pada masa ini merasakan kegalauan karena terjadi perebutan kekuasaan oleh para penerusnya, dan keturunan Dharmawangsa Teguh lainnya tampaknya juga ikut menuntut haknya. Pada akhirnya Raja Airlangga membagi wilayah kerajaannya menjadi dua yakni Janggala dan Panjalu. Meskipun demikian perang saudara antara kerajaan itu tetap tidak bisa dihindari dan terus terjadi. 

***

Rekam jejak Airlangga sebagai raja jika dilcermati dari ulasan di atas sungguh mengangumkan dan patut dijadikan inspirasi bagi pemuda atau masyarakat Bali khususnya. Bagaimana tidak. Ia yang mengembara meninggalkan tanah kelahirannya dan jauh dari orang tua, di usia akhir remaja harus mampu menghadapi masa-masa pralaya sebuah kerajaan yang ia tuju saat itu.

Dalam situasi seperti itu, sebagai seorang pemuda yang harusnya masih banyak belajar, ia  ternyata bisa melewati masa konsolidasi dengan mengalahkan musuh-musuh yang menyerang kerajaannya pada masa pralaya.

Pada masa keberhasilannya ia ternyata bisa menghargai pada para pendukungnya yang telah membantu kemenangan dengan memberikan hak-hak spesial untuk mengikat kesetiannya juga. Namun di masa akhir, beliau yang berniat mencari ketenangan sebagai pendeta menjauhkan diri dengan istana harus merasakan pahit ketika mendengar para penerusnya yang haus kekuasaan dan perang saudara yang tak terhidarkan.

Dan mungkin inilah salah satu kelemahan Airlangga. Ketika sibuk mencari kemenangan untuk wilayah kerajaan saat masih aktif, ia mungkin belum menentukan jalan atau sistem yang tepat untuk generasinya sebagai pewarisnya nanti agar tidak terjadi perpecahan.

Hal itu pastinya bisa kita gunakan sebagai catatan bagaimana sikap kita sebagai penerus harus bisa menghargai para pendahulu kita agar bisa mencapai keharmonisan sesuai keahlian masing-masing, tanpa harus saling mencederai ataupun sampai perang saudara. Alih-alih mengikuti hawa nafsu kekuasaan, kita malah lupa pada perjuangan para pendahulu yang merebut kemenangan nantinya diwariskan untuk generasinya.

Satu lagi, harus diingat, pemimpin itu bisa berasal dari mana saja, bisa memiliki “darah” dari keluarga suku apa saja atau etnis apa saja. Masalah di mana mereka tinggal, itu masalah domisili saja. [T]

HINDU BALI MURNI DARI BALI?
Panji Semirang: Tokoh Imajiner dalam Merajut Manusia Androgyni
Lontar Mpu Kuturan | Sosok Historis atau Mitos?
Sesolahan Ratu Paksi dalam Calonarang Bahula Duta di Catus Pata Ubud | Sebuah Sajian Tari Paksi Tunggal
Tags: baliCalon PresidenjawakerajaanPolitikRaja Airlangga
Previous Post

Bima Muda dari Yogyakarta Menari di Ardha Candra Taman Budaya Bali

Next Post

Lihadnyana Harapkan Kontingen Buleleng Naik Peringkat Pada Porsenijar Bali 2023

Kadek Edi Palguna

Kadek Edi Palguna

I Kadek Edi Palguna, kelahiran Tampaksiring, Gianyar, Bali. Lulusan Arkeologi Udayana dan Kajian Budaya Udayana, sekarang aktif sebagai Dosen Ilmu Budaya di Kampus STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Aktif sebagai anggota dalam organisasi PAEI (Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia Komda Bali).

Next Post
Lihadnyana Harapkan Kontingen Buleleng Naik Peringkat Pada Porsenijar Bali 2023

Lihadnyana Harapkan Kontingen Buleleng Naik Peringkat Pada Porsenijar Bali 2023

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co