SALAH SATU DOSEN IKIP SARASWATI angkat tangan, sebagaimana mahasiswa yang telah melempar pertanyaan pada pengampu kuliah umum, yaitu Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum. Sore itu, dosen dan mahasiswa bercakap-cakap tentang “New Historicism dalam Kajian Sastra”. I Wayan Artika memulai percakapan dengan pemaparan tentang Lekra, teks sejarah yang melatarinya, dan cara memahami New Historicism sendiri.
“Dosen dan Mahasiswa berhak untuk belajar, bahkan bersama-sama: dalam topik yang sama, ruangan yang sama, dan tempat duduk yang sama. Tatapan yang beragam adalah pintu masuk pengetahuan,” kata I Gede Gita Wiastra selaku ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sekaligus ketua panitia Pekan Sastra Saraswati, FPBS IKIP Saraswati yang digelar di Kampus Utara IKIP Saraswati, Tabanan pada 26 Mei 2023.
Para mahasiswa, begitu juga para dosen yang terlibat dalam Kuliah Umum ini seolah ditarik pada konteks zaman 60-an. Sebagaimana yang dikisahkan I Wayan Artika yang merupakan pengajar di Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha, dalam kuliah itu, bahwa untuk memahami sebuah teks, kita perlu masuk dalam teks-teks zaman itu. Tentu saja, karya penulis Lekra misalnya, akan susah dipahami oleh anak yang tumbuh dalam konteks zaman yang berbeda tanpa masuk terlebih dahulu pada teks-teks sezaman.
Sementara itu, para peserta, bertanya, “Bagaimana posisi petani yang ditulis oleh penulis Lekra?” “Bagaimana posisi teks dalam New Historicism?” dan “Bagaimana menggunakan pendekatan New Historicism dalam dunia pendidikan?” Dan ada beberapa pertanyaan lain selama dua jam itu—dari pukul 17.00 hingga 19.00 Wita—yang menjadi pemantik diskusi.
Pendakatan New Hostoricsm memberi corak dan paradigma baru bagi kajian sastra, setidaknya di IKIP Saraswati, yang memiliki kecenderungan menggunakan pendekatan struktural. Tak hanya dapat diterapkan dalam kajian sastra, pada sesi diskusi, juga disimpulkam bahwa new historiscm dapat diterapkan pada penelitian tindakan kelas, misalnya membaca teks pararel.
***
Kegiatan Pagi Pekan Sastra Saraswati
Sore itu, pada 28 Mei 2023, para peserta yang terdiri dari alumni IKIP Saraswati, para pemenang lomba cipta dan membaca puisi, dan mahasiswa, serta dosen telah duduk rapi di Auditorium IKIP Saraswati. Setelah MC berbincang-bincang, tiba-tiba segerombolan mahasiswa berdiri dari kursi pentonton sambil memegang sebuah kertas. Mereka seperti menggerutu. Sambil berjalan, gerutuan itu semakin keras. Mereka masuk ke selah-selah jejeran kursi penonton, dan penonton mendengar potongan demi potongan puisi sambil menggeser-geser kursi.
Para mahasiswa FPBS semester 4 ini rupanya sedang memulai pertunjukan yang berdasar pada puisi “Derita sudah naik seleher” karya Wiji Thukul dan “Sajak Pertemuan Mahasiswa” karya W.S Rendra. Tampaknya, mereka sedang bermain dengan puisi, dan mencoba memahami puisi dengan vokal yang sesekali seperti anak-anak, sesekali seperti orang menggerutu, dan sesekali seperti orang yang berorasi. Di tengah-tengah pertunjukan, setelah puisi dibaca seperti orasi, tiba-tiba penonton bertepuk tangan. Tentu ini merupakan sebuah strategi. Rupanya, pertunjukan masih berlangsung.
Penampilan dari mahasiswa semester 2 FPBS Ikip Saraswati
Sementara itu, mahasiswa semester 2 mencoba merespons puisi “Cintaku Jauh di Pulau” karya Chairil Anwar. Puisi ini direspon dalam bentuk pertunjukan yang berbeda dengan penampilan dari semester 4. Dalam respons puisi ini, mahasiswa mencoba memaknai peristiwa dalam puisi untuk dipanggungkan, yang kemudian disesuaikan dengan latar belakang penampil, sehingga muncul bentuk-bentuk serupa tarian dan drama.
Tentu saja dalam pertunjukan-pertunjukan ini mesti ada evaluasi, sebagai pertunjukan, pemaknaan terhadap puisi, dan penurunan gagasan menjadi bentuk. Akan tetapi, hal yang penting digarisbawahi adalah bagaimana kemudian proses para penampil dalam pemilihan bentuk itu sendiri. Dalam beberapa waktu, setiap malam setelah perkuliahan usai, para mahasiswa mendiskusikan puisi, berusaha memaknai puisi dalam konteks yang beragam, lalu memilih bentuk yang dianggap tepat untuk mengungkap makna puisi-puisi yang dipilih. Dalam konteks ini, dosen FPBS hanya terlibat sebagai fasilitator sehingga gagasan yang diungkap oleh mahasiswa menjadi dasar pijak pertunjukan.
Di hari yang sama, ditampilkan pula sebuah musikalisasi puisi, pembacaan puisi oleh pemenang lomba, dan dramatisasi puisi, dan Drs. I Wayan Subaker, M.Hum., selaku Dekan FPBS IKIP Saraswati berharap kegiatan seperti ini tetap berlangsung.
***
Lapak Sastra dalam Pekan Sastra Saraswati
Sesungguhnya terdapat beberapa program lain. Selama beberapa hari itu, para mahasiswa dan dosen bersama-sama merancang program, melaksanakannya, dan mengevaluasi. Dalam Pekan Sastra FPBS IKIP Saraswati selama beberapa hari itu, mahasiswa dan dosen juga bersama-sama bercakap-cakap tentang sastra, mengapresiasi sastra dalam bentuk pertunjukan, dan sebagainya.
Program-program yang dilaksanakan selama Pekan Sastra Saraswati adalah Lomba Sastra (membaca dan menulis puisi), Shortcourse Bahasa dan Sastra, Kuliah Umum Sastra, Pentas Sastra, dan Lapak Sastra yang bekerja sama dengan Mahima Institute Indonesia, Pustaka Ekspresi, Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Tabanan, dan Suara Saking Bali.
Dalam kegiatan ini, juga dilaksanakan soft launching Klinik Bahasa Saraswati. Klinik Bahasa Saraswati adalah unit di bawah Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni yang melayani penyuntingan, penerjemahan, dan parafrasa untuk artikel ilmiah. Sementara itu, seminar bertema “Guru Kreatif dan Inovatif di Era Merdeka Belajar” berlangsung dengan berbagi praktik, baik menulis ataupun berbicara (public speaking).
Pembacaan Puisi oleh Mahasiswa Ikip Saraswati
Setiap tahun, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP Saraswati melaksanakan kegiatan Peringatan Wafatnya Sastrawan Chairil Anwar yang jatuh pada tanggal 28 April. Sejak 2023, kegiatan dirumuskan ulang menjadi program yang berisi berbagai kegiatan kesusastraan selama sepekan sebagai wadah menumbuhkan kecintaan dan apresiasi terhadap sastrawan dan karyanya dengan tajuk Pekan Sastra Saraswati, yang kini dilaksanakan pada akhir Mei.
Akhir Mei dipilih sebagai bulan pelaksanaan juga bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional—sebagai simbol munculnya kesadaran nasional, ditandai lahirnya organisasi pergerakan yang dicetuskan para pemuda intelek, Budi Utomo. Selain menumbuhkan kecintaan dan apresiasi sastra, program ini diharapkan dapat menjadi wahana mempelajari dan merefleksikan berbagai aktivitas intelektual melalui karya sastra.
Pekan Sastra Saraswati tahun 2023 mengusung tema “Chairil Anwar: Kebangkitan Sastra, Kebangkitan Nasional”. Chairil Anwar memiliki andil besar dalam pergerakan nasional. Spirit perjuangan Chairil Anwar dapat dilihat melalui karya-karya puisinya. Chairil adalah simbol keberanian dalam melakukan pembarauan sehingga dijadikan pelopor Angkatan 45.
***
Situasi Shortcourse Bahasa dan Sastra: dari Puisi ke Panggung Teater
“Sukseskah acara kita, Pak?” tanya salah seorang panitia kepada Kaprodi.
“Acara ini akan sukses jika kamu memberi saya pertanyaan yang sama di tahun depan,” balas Gita Wiastra sambil tertawa setelah seluruh rangkaian acara selesai. [T]